Nasional Bola

Kuartet Belanda Bali United yang Berpotensi Menyaingi Trio Belanda AC Milan

Kredit: Bali United

Kepingan terakhir bernama Stefano Lilipaly

Tak cukup memiliki tiga pemain Belanda, Bali United menambah satu lagi pemain dengan aroma Negeri Kincir Angin yang masih aktif bermain bagi timnas Indonesia, Stefano Lilipaly. Ia didatangkan dari klub lamanya, SC Cambuur, dengan prosedur transfer layaknya jual-beli pemain di liga-liga Eropa.

Meski tidak disebutkan berapa uang yang dibayarkan Serdadu Tridatu untuk memboyong pemain naturalisasi ini, nilai transfer Lilipaly diyakini tak jauh dari nilai pasarnya saat ini, yaitu 400 ribu euro atau sekitar enam miliar rupiah.

Mengenakan nomor punggung 87, Fano, sapaan akrabnya, baru bermain dua kali dan keduanya dimulai dari bangku cadangan. Meski belum memberikan kontribusi maksimal, ia mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan dalam proses adaptasinya dengan membuat satu peluang emas dan mengkreasi gol kelima Sylvano Comvalius di laga kontra Mitra Kukar.

Keberadaan Fano di lini tengah akan semakin menambah daya dobrak kesebelasan berbaju merah ini. Kemampuannya untuk membagi bola dapat menjadi alternatif untuk menggantikan Nick van der Velden yang sering terlihat kelelahan di paruh babak kedua atau berbagi peran dengan Marcos Flores sebagai pengatur kreativitas lini tengah.

Sekelompok pemain asal Belanda dengan reputasi mentereng ini sekilas mengingatkan kita pada trio Belanda yang pernah dimiliki AC Milan. Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco van Basten pernah mengecap sejarah manis bersama I Rossoneri dengan meraih dua Piala Champions, lima gelar Serie A, serta sederet titel prestisius lainnya.

Mereka juga datang secara bertahap. Gullit dan van Basten lebih dulu mendarat di musim 1987/1988, kemudian disusul Frank Rijkaard di musim berikutnya. Dalam kurun waktu akhir 1980-an hingga pertengahan 1990-an, mereka berhasil menaklukkan Italia dan Eropa.

Potensi yang sama juga dimiliki kuartet Belanda kepunyaan Bali United, dan tentunya di tingkat yang sesuai dengan kemampuan mereka, yaitu Asia Tenggara. Mereka dapat meniru bahkan melebihi kesuksesan trio Belanda kebanggaan Il Diavolo Rosso dengan meraih tempat tertinggi di Go-Jek Traveloka Liga 1 dan melaju sejauh-jauhnya di kompetisi tingkat Asia musim depan.

Jika trio Belanda dari San Siro pernah berada satu podium di ajang pemilihan Pemain Terbaik Eropa, kuartet Belanda di Stadion Kapten I Wayan Dipta juga dapat menyamai torehan serupa. Syaratnya, keempat pemain tersebut harus bisa tampil konsisten hingga akhir musim.

Jika itu berhasil dilakukan, Irfan Bachdim dapat terpilih sebagai pemain lokal terbaik, Nick van der Velden mendapat predikat marquee player terbaik, Stefano Lilipaly sebagai rekrutan anyar terbaik, dan Sylvano Comvalius sebagai pencetak gol terbanyak. Beberapa penghargaan yang saya sebutkan tadi memang tidak diberikan secara resmi oleh PSSI, dan biasanya diinisiasi oleh kelompok suporter atau media massa. Namun penghargaan tetaplah penghargaan, sebagai bentuk apresiasi atas performa apik sang pemain di atas lapangan.

Tinggal 12 pertandingan yang tersisa musim ini dan Bali United tidak melambat sama sekali dalam perburuan gelar juara Go-Jek Traveloka Liga 1. Jika mereka dapat keluar sebagai kampiun tahun ini, kuartet Belanda yang mereka miliki akan menjadi dongeng sepanjang masa di Pulau Dewata. Kenangan terindah yang tak lekang oleh waktu.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.