Eropa Italia

Transisi Masif Fiorentina bersama Stefano Pioli di Musim 2017/2018

Sungguh malang nasib Fiorentina. Rasanya, tidak ada klub Serie A Italia lain yang ditinggalkan pemain-pemain kuncinya sebanyak yang mereka alami. Tidak hanya di tubuh skuat, perubahan pun terjadi pula di sektor kepelatihan di mana Paulo Sousa, pelatih asal Portugal yang sudah dua musim menangani klub berjuluk La Viola ini, sudah tidak lagi menangani tim.

Posisi Sousa digantikan oleh Stefano Pioli mulai tanggal 6 Juni 2017. Eks pelatih FC Internazionale Milano ini sebetulnya memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan timnya menghadapi musim baru. Namun, persiapan ini terus terganggu dengan kepergian para penggawa timnya satu per satu di semua lini. Harapan seperti apa yang patut disematkan kepada tim dengan kondisi seperti ini?

Alasan melakukan cuci gudang

Fiorentina mengisi pergantian musim ini dengan kegiatan yang sangat tidak disukai pendukungnya, yaitu melakukan cuci gudang pemain tanpa diberikan pengganti sepadan. Di posisi kiper, mereka harus kehilangan Ciprian Tatarusanu yang hengkang ke Nantes, lalu di lini belakang mereka ditinggal andalan sekaligus kapten kesebelasan, Gonzalo Rodriguez, yang tidak memperpanjang kontraknya.

Yang paling mengkhawatirkan adalah lini tengah, di mana mereka kehilangan mesin dan otak permainan, yaitu Matias Vecino dan Borja Valero, yang hijrah ke Inter, serta sosok kreatif, Josip Ilicic, yang dipinang Atalanta. Bahkan di lini depan, Fiorentina pun harus merelakan talenta terbaik mereka, Federico Bernardeschi dan penyerang pilihan utama, Nikola Kalinic yang masing-masing pindah ke Juventus dan AC Milan. Total uang nyaris 100 juta euro pun mereka dapatkan dari penjualan pemain-pemain kunci ini.

Memang, manajemen menyiapkan pemain-pemain pengganti. Victor Hugo didatangkan untuk menambal lubang di lini belakang. Marco Benassi, Jordan Veretout, dan Valentin Eysseric dihadirkan untuk memperkuat lini tengah. Lalu di lini depan, selain masih mempertahankan Federico Chiesa, mereka juga mendapatkan Giovanni Simeone dari Genoa.

Ada beberapa nama lagi yang didatangkan, namun kebanyakan dari mereka masih berusia muda dan baru kali pertama bermain di Serie A seperti Nikola Milenkovic (19 tahun-Partizan Belgrade), Rafik Zekhnini (19 tahun-Odds BK) atau Martin Graiciar (18 tahun-Slovan Liberec). Dilihat dari kualitas, tentu saja mereka yang datang tidak sebanding dengan mereka yang pergi. Ketidakmampuan manajemen menahan pemain-pemain kunci inilah yang semakin menunjukkan kurangnya ambisi dari klub milik keluarga Della Valle ini.

Dengan kondisi internal tim yang seperti demikian, Fiorentina pun harus mengawali kompetisi dengan kekalahan telak 0-3 dari Inter. Kekalahan yang memang sepertinya menggambarkan apa yang terjadi pada Fiorentina. Apakah benar demikian?

Manajemen Fiorentina tidaklah melakukan hal ini tanpa alasan. Presiden Della Valle sempat menyatakan keinginannya untuk merevolusi skuat Si Ungu demi menjadikan skuat tim ini lebih muda dan kalau bisa “lebih Italia” selepas kegagalan bersama Sousa.

Melakukan perombakan skuat memang menjadi pilihan yang diambil manajemen Fiorentina dan Della Valle berharap banyak pada tangan dingin Direktur Olahraga, Pantaleo Corvino, dalam hal ini.

Transisi dari era Sousa ke Pioli

Dua musim lalu, manajemen Fiorentina sebetulnya berharap banyak pada Sousa, di mana serangkaian pembelian pemain dilakukan demi mengakomodasi keinginan pria yang semasa bermain pernah memperkuat Juventus ini. Sebagai bentuk dukungan, manajemen mendatangkan pemain-pemain semisal Mario Suarez, Jakub Blaszczykowski, Cristian Tello, Davide Astori, dan Kalinic.

Baca juga: Apa yang Dicari AC Milan dari Nikola Kalinić?

Deretan pemain-pemain berkualitas jika digabungkan dengan rekam jejak Sousa yang pernah memenangi juara liga di Hongaria, Israel, dan Swiss sebagai pelatih, tentunya menjanjikan. Manajemen berharap Sousa mampu memberikan prestasi yang lebih baik berupa lolos ke Liga Champions. Sousa dianggap memiliki sesuatu yang belum dimiliki pendahulunya, Vincenzo Montella, yaitu mental juara.

Pada awal kiprahnya, Fiorentina di bawah Sousa tampil begitu atraktif dan meraih hasil-hasil mengesankan. La Viola bahkan sempat bertengger di puncak klasemen pada pekan ke-6 musim 2015/2016. Taktik 3-4-2-1 yang dikembangkan Sousa betul-betul efektif sekaligus mengejutkan lawan sehingga pada paruh pertama kompetisi saja, Fiorentina berhasil mengemas 38 poin.

Namun sayangnya, Fiorentina mengalami fenomena klasik yang kerap dialami kesebelasan-kesebelasan yang tidak terlalu kaya, yaitu kurangnya kedalaman skuat. Akibat perbedaan kualitas pemain inti dengan pemain pengganti, performa mereka menurun pada paruh kedua kompetisi sehingga posisi mereka di klasemen akhir berada di tangga ke-5. Akan tetapi, pencapaian ini masih dimaklumi manajemen dan pendukung, karena ini merupakan tahun pertama bagi Sousa.

Yang lebih disayangkan, performa Fiorentina tidak membaik pada tahun kedua Sousa bertugas. Selain mengakhiri musim di posisi ke-8, Fiorentina mengalami cerita yang lebih pahit di Eropa. Menghadapi Borussia Mönchengladbach pada babak 32 besar Liga Europa, Fiorentina sebetulnya mengantongi keungulan tandang 0-1.

Saat ganti menjamu kesebelasan asal Jerman itu, Fiorentina malah sempat unggul 2-0. Namun tragis, lewat penampilan penuh inspirasi berbuah hattrick dari Lars Stindl, Gladbach mampu mencetak empat gol balasan yang menjadikan skor akhir 2-4 untuk mereka, sekaligus mengakhiri kiprah La Viola di Eropa.

Tidak ada lagi pemakluman untuk Sousa seperti yang ia dapatkan pada musim pertamanya. Bagaimanapun, menurunnya prestasi Fiorentina tidaklah menutupi fakta bahwa mereka diperkuat pemain-pemain berkualitas sebagai tulang punggung. Klub-klub besar pun memanfaatkan kekacauan yang terjadi ini dengan memboyong mereka.

Setelah ditelaah lebih jauh, ternyata serangkaian transisi inilah yang menjadi konklusi kekalahan telak yang harus mereka telan pada pekan pertama kompetisi Serie A 2017/2018. Meski kompetisi masih sangat panjang, namun pembenahan tetap harus dilakukan jika tidak ingin Fiorentina semakin terpuruk.

Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)