Eropa Spanyol

Iago Aspas yang Bukan Lagi Ampas

Masa-masa gagal Iago Aspas di Liverpool telah lama berlalu. Pemain asli Galicia ini telah beberapa kali menjadi isu pembicaraan di musim lalu, terutama setelah sukses menjadi pemain lokal Spanyol tersubur pada musim 2016/2017. Prestasinya itu membuahkan trofi Telmo Zarra, yaitu penghargaan bagi penyerang lokal tersubur di Liga Spanyol.

Selama ini, karier Iago Aspas Juncal identik dengan kata ‘hampir’. Lulusan akademi Celta Vigo ini hampir memperkuat tim nasional Spanyol pada tahun 2013. Pelatih Vicente del Bosque memanggilnya untuk berlatih bersama skuat yang akan diberangkatkan ke Doha, Qatar, pada bulan Februari 2013.

Namun, impiannya untuk mengenakan seragam La Furia Roja tidak pernah kesampaian. Del Bosque tidak jadi memanggilnya untuk memperkuat timnas Spanyol yang akan berhadapan dengan Uruguay karena gagal bersaing dengan pemain-pemain bintang lainnya.

Dua tahun setelah impian yang sedikit lagi jadi nyata itu, karier penyerang yang kadang bermain sebagai sayap ini menukik tajam. Kepindahan ke Liverpool dari Celta Vigo pada awal musim 2013/2014 ternyata menjadi mimpi buruk baginya. Ia gagal dipercaya menjadi pilihan utama pelatih Brendan Rodgers, karena pemain kelahiran 1 Agustus 1987 ini gagal mencetak satu gol pun di Liga Inggris.

Padahal, kala itu Aspas bermain cukup apik di pertandingan-pertandingan pramusim. Bangku cadangan pun menjadi kawan akrab baginya dan sepanjang musim 2013/2014, ia hanya mencetak sebiji gol di Piala FA.

Ini mengenaskan mengingat dalam lima tahun karier Aspas di Celta Vigo, ia terbilang eksplosif, dengan total 46 gol dan hampir menjadi top skor Segunda Division 2011/2012 sebelum koleksi golnya disalip Leonardo Ulloa (penyerang Leicester City yang saat itu memperkuat Almeria). Di awal musim 2014/2015, Sevilla datang menawarkan kesempatan kepada Aspas untuk mengembalikan kejayaannya. Sang pria Galicia dipinjam dalam jangka waktu satu musim untuk menambah opsi pencetak gol di lini depan juara Liga Europa tiga musim itu.

Tapi dengan keberadaan pemain-pemain ternama seperti Carlos Bacca dan Kevin Gameiro, pemain bernomor punggung 14 ini hanya menjadi pilihan kesekian di posisi ujung tombak.

Bangku cadangan Sevilla pun membawa déjà vu Aspas terhadap situasinya di Liverpool. Namun, ternyata tuah pemain bertinggi badan 176 sentimeter ini lebih manjur di pertandingan-pertandingan yang bukan prioritas. Ia dengan sabar membuktikan perannya kepada pelatih Unai Emery dengan rutin mencetak gol di pertandingan-pertandingan Liga Europa dan Copa del Rey.

Setelah mencetak gol di bulan Oktober ketika Sevilla bermain seri melawan Rijeka, Aspas mengamuk ketika Los Nervionenses menghajar klub divisi bawah Sabadell dengan skor agregat 11-2.

Di pertandingan pertama yang berakhir 6-1, media-media belum terkesan ketika Aspas mencetak hattrick pertamanya. Namun, ketika ia kembali membukukan trigol di pertandingan kedua, barulah Sang Penyihir Galicia menjadi buah bibir. Pasalnya, tiga gol dicetaknya ke gawang Sabadell hanya dalam waktu tiga menit!

Media-media Inggris tidak kalah sibuk membuat berita bahwa pemain yang dibuang Liverpool ini justru mencetak rekor hattrick yang lebih dahsyat daripada yang dilakukan legenda mereka, Robbie Fowler pada tahun 1994.

Sayang, itu tidak menjamin posisi Aspas di tim utama Sevilla. Tajamnya Bacca dan Kevin Gameiro pada saat itu membuat Aspas hanya menjadi pilihan ketiga.

Iago Aspas

Kembali menjadi raja di Celta Vigo

Namun, Aspas ternyata tidak mau menyerah dan dianggap ampas. Di awal musim 2015/2016, ia memilih untuk kembali ke Balaidos, kandang Celta Vigo. Kepindahannya ke Celta cukup unik, karena awalnya Sevilla yang mengeluarkan dana untuk menebus kepindahannya dari Liverpool. Namun, pada hari yang sama, yaitu 12 juni 2015, Celta lalu membayar 5 juta euro untuk mendatangkannya dari Sevilla.

Di bawah asuhan pelatih Eduardo Berizzo, Aspas kembali menemukan ketajamannya yang hilang. Koleksi 14 gol dari 31 penampilan di La Liga memang masih kalah dari pemain-pemain lokal seperti Lucas Perez, Borja Baston dan Ruben Castro. Namun, gol-golnya itu mengembalikan predikat ‘EuroCelta’ kembali ke Balaidos.

Celta akhirnya tampil di kompetisi antarklub Eropa setelah absen selama sembilan tahun. Aspas dan kawan-kawan malah sukses menembus semifinal sebelum ditaklukkan Manchester United dengan agregat 1-2.

Musim 2016/2017 memang merupakan performa terbaik dalam karier Aspas. Ia mencetak satu gol dan satu asis ketika Celta membukukan kemenangan atas Barcelona dengan skor 4-3. Bulan Oktober 2016 juga menjadi bulan yang indah baginya, karena ia terpilih menjadi pemain terbaik versi LFP.

Bukan hanya itu, penampilan impresif akhirnya membuatnya mencapai mimpinya yang tertunda, yaitu menjadi pemain nasional Spanyol. Pelatih La Roja yang baru, Julen Lopetegui, memberi kepercayaan yang tidak disia-siakannya. Aspas sukses mencetak gol di debutnya melawan Inggris di Stadion Wembley pada bulan November 2016 yang berakhir dengan skor 2-2.

Aspas pun menutup musim 2016/2017 dengan indah. 19 golnya di La Liga menjadikannya pemain lokal terproduktif La Liga, menggantikan Aritz Aduriz yang telah menguasai trofi tersebut dua musim berturut-turut.

Di usianya yang ke-31 ini, Aspas sah-sah saja membidik untuk tampil di Piala Dunia 2018 tahun depan. Ia juga tinggal perlu mencetak 20 gol lagi untuk menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Celta Vigo. Sambutlah, Iago Aspas yang baru!

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.