Bicara sepak bola, tentunya tidak lepas dari tempat di mana pertandingan itu dilangsungkan, yakni lapangan. Ya, lapangan bola tentu memegang peranan penting dalam permainan. Terbayang tidak jika rumput lapangan tidak terawat atau lapangannya kebanjiran saat hujan deras? Pasti tidak menyenangkan, bila Anda bermain di level profesional.
Kesiapan tempat berlangsungan pertandingan juga menjadi salah satu syarat penting kompetisi. Kita sudah tahu bukan bahwa ada beberapa klub yang pindah stadion karena stadion untuk laga kandang mereka kondisinya tidak memadai?
Membandingkan kondisi lapangan bola di Indonesia dengan stadion di negara-negara maju jelas jauh berbeda. Tapi, di sebuah kota kecil (atau lebih pantas disebut desa) saja, nyatanya, ada yang kondisi lapangannya sudah sangat baik.
Di mana ya itu? Bukan di Jakarta, Surabaya, atau kota besar lainnya, melainkan di Desa Gledug, Sanankulon, Blitar, Jawa Timur!
Reputasi Blitar dalam hal sepak bola jelas kalah dibanding Malang yang punya Arema FC atau Surabaya yang punya Persebaya (sekalipun saat ini bermain di Liga 2). Blitar punya klub yang bermain di Liga 2 juga (PSBK Blitar) dan Liga 3 (Blitar FC), yang jelas namanya kalah tenar dibanding Persebaya. Tetapi, lapangan ini membuat kota Blitar jadi perhatian.
Sekali lagi ini lapangan ya, bukan stadion. Lokasinya tidak terlalu jauh dari makam sang proklamator, Ir. Soekarno. Dan seperti yang kita saksikan di gambar, pemandangan sekitar lapangan ini memang begitu indah dengan pohon-pohon tebu di sekelilingnya.
Ketua PSSI Kabupaten Blitar, Fatato Hironi, yang berbicara kepada detik.com, mengatakan bahwa lapangan ini sangat nyaman dan tidak membuat kaki kram. Jika lapangan bola pada umumnya berubah jadi kolam renang saat hujan deras, justru lapangan ini menjadi favorit saat musim hujan. Air langsung meresap ke rumput dan tidak memengaruhi permainan.
Untuk pantulan bola, Pak Fatato sudah mengatakan lapangan ini sudah sesuai dengan standar FIFA. Namun, belum bisa digunakan untuk kompetisi karena tidak terlalu luas (luasnya tidak sampai 110 x 90 meter).
Partisipasi pemuda desa
Tentunya banyak yang penasaran bagaimana awalnya ada lapangan bola keren ini? Lapangan ini dibangun tahun 2007 dan awalnya itu tanah milik desa. Dibangun lapangan bola karena banyak anak muda yang ingin berolahraga namun minim sarana. Akhirnya, dibangun tanah tersebut menjadi lapangan sepak bola seperti yang kita lihat sekarang.
Lapangan ini mulai jadi perhatian saat laga persahabatan Persema U-40 melawan tim Wakil Bupati Blitar bulan lalu. Dan motif lapangan diubah sesuai tema agar lebih menarik dan memudahkan para pemain. Keren betul, bukan?
Ada lagi fakta yang membuat kita kagum. Ternyata, yang merawat lapangan ini adalah warga lokal sendiri, bukan ahli rumput profesional! Anggarannya juga tidak mahal, hanya 400 ribu rupiah per bulan. Dari awalnya mengumpulkan uang untuk membeli mesin pemotong rumput, akhirnya pihak otoritas desa menyetujui pengajuan anggaran perawatan lapangan ini.
Ke depannya, warga setempat ingin mengembangkan lapangan ini agar bisa menjadi stadion. Tentunya, butuh dana tidak sedikit karena harus membangun tribun dan segala fasilitas lainnya yang memadai. Setidaknya, mereka berharap lapangan ini bisa menjadi stadion walau kapasitasnya kecil hingga bisa digunakan untuk kompetisi walau hanya skala desa.
Lapangan kelas dunia ini membuat kita paham betapa perlunya fasilitas yang memadai untuk olahraga, agar para pemuda bisa menyalurkan potensinya dan terhindar dari pergaulan negatif. Salut terbesar dari kami bagi warga lokal yang mempunyai inisiatif untuk merawat lapangan ini dan tentunya dukungan pemerintah juga sangat diperlukan agar bisa mewujudkan fasilitas olahraga yang memadai. Kalau di desa saja bisa membuat lapangan sebagus ini, tentunya pemerintah kota tentunya bisa melakukan lebih, bukan?
Ya, asal tidak semua tanah di perkotaan berubah menjadi perumahan ya, Tribes.
Author: Yasmeen Rasidi (@melatee2512)