Eropa Spanyol

Tentang Alvaro Arbeloa, Dia yang Seharusnya Pensiun Semusim Lalu

Apa yang diharapkan pesepak bola pada pengujung kariernya? Mayoritas pasti menjawab penghormatan atau tribut dari rekan setim hingga suporter fanatik. Sayangnya, itu semua nyaris tidak didapat oleh pemain West Ham United musim 2016/2017, Alvaro Arbeloa, yang memutuskan pensiun pada musim panas ini. Ironisnya perpisahan meriah malah didapat satu musim sebelumnya.

Alvaro Arbeloa Coca merupakan salah satu contoh pemain biasa saja dengan prestasi segudang. Bersama klub, dia pernah merasakan gelar La Liga, Copa del Rey, hingga dua kali mencium trofi Liga Champions. Jika itu belum cukup, pria asal Salamanca ini termasuk anggota timnas Spanyol saat jadi juara Piala Eropa 2008 dan 2012, serta Piala Dunia 2010.

Mengingat banyaknya piala yang sudah didapat, momen terakhir Arbeloa sebagai pesepak bola semestinya dilakukan secara spesial. Namun ucapan perpisahan eks Real Madrid dan Liverpool itu hanya dilakukan lewat wawancaranya bersama Marca. “Kini saatnya mengucapkan perpisahan kendati secara fisik saya masih sanggup berlaga,” bilang Arbeloa, akhir pekan lalu.

Sebagai tim terakhir yang dibelanya, West Ham, praktis tak memberikan sesuatu yang spesial. The Hammers malah tengah antusias menyambut bek kanan anyar yang turut jadi alasan dilepasnya Arbeloa pada bulan lalu, Pablo Zabaleta. Apa yang didapat sosok berusia 34 tahun itu belakangan ini tampaknya bakal membuat suporter Real Madrid menangis haru.

Arbeloa, dengan segudang titel dan cerita-cerita kepahlawanannya, seharusnya pensiun semusim lalu dikelilingi puluhan ribu suporter Madrid yang mengelu-elukan namanya sambil membentangkan spanduk tentangnya. Sejenak kembali ke 8 Mei 2016 di Stadion Santiago Bernabeu, hari itu bisa jadi harinya Arbeloa.

Kendati tidak diturunkan dari menit pertama, masuknya Arbeloa menggantikan Cristiano Ronaldo menit ke-79 pada laga pekan ke-37 La Liga 2015/2016 kontra Valencia disambut meriah Madridista seantero tribun. Spanduk raksasa langsung turun membentang, dibarengi dengan mendekatnya Sergio Ramos yang memberikan ban kapten kepadanya sebagai tanda penghormatan terakhir.

Pascalaga, semua pemain Madrid baik yang di lapangan maupun bangku cadangan langsung berlari ke arah Arbeloa dan langsung mengangkatnya tinggi-tinggi. Ya, hari itu Arbeloa memainkan laga terakhirnya di Bernabeu dan dilepas dengan status legenda klub kaliber Real Madrid. Jika tahu momen pensiunnya seperti ini, dia mungkin berpikir untuk sekaligus melakukannya semusim lalu.

Arbeloa yang nyaris tak punya skill istimewa, menutupinya dengan semangat sepenuh hati membela tim di dalam maupun di luar lapangan. Pada periode kedua di Madrid per 2009 lalu, dia sempat menggelar konferensi pers sendiri hanya untuk meyakinkan publik setelah kritikan yang menimpa pelatih Madrid, Manuel Pellegrini.

Atau nyanyiannya pada perayaan gelar Los Blancos di Plaza de Cibeles yang membuat Gonzalo Higuain akhirnya bertahan. Bagaimana dengan salah satu kicauannya di Twitter yang akhirnya meyakinkan Ronaldo untuk tetap di Madrid?

Bahkan saking cintanya pada klub, dia tercatat sudah tiga kali bertengkar dengan rekan setim. Pertama saat adu argumen dengan Jamie Carragher kala masih sama-sama berkostum Liverpool. Setelahnya, melibatkan Xabi Alonso ketika tampil untuk Madrid. Ketiga atau yang paling fenomenal, saat terlibat sedikit kontak fisik dengan Gerard Pique, yang berlanjut di Twitter.

Bagi pencinta sepak bola, Arbeloa merupakan tipe pemain yang humanis. Kisahnya paling monumental terjadi saat Madrid juara Liga Champions 2015/2016 di San Siro. Usai memastikan trofi ke-11 atau La Undecima, Arbeloa berkeliling dengan menggunakan kaus bergambar Union Jack dengan tulisan Live Forever. Tak lama berselang, dirinya mengunggah foto trofi Liga Champions dengan kaus tersebut dan caption, Hala Madrid! (Hijos de puta)

Reaksi beragam terlontar dari warganet kala itu. Sebagai pesepak bola profesional, Arbeloa tak semestinya melontarkan kata terakhir atau kira-kira berarti bajingan. Usut punya usut, dia melakukan itu untuk sahabatnya, Juanan, yang meninggal dunia akibat kecelakaan kereta api beberapa waktu lalu. Mendiang Juanan dikenal menyukai grup musik Oasis dan Live Forever adalah lagu kesukaannya. Sementara idiom negatif merupakan kata yang sering diucapkannya.

Kini, Arbeloa resmi menggantung sepatunya setelah hanya tampil tiga kali di Liga Primer Inggris sepanjang musim 2016/2017. Meski tak punya kemampuan mengolah bola mumpuni atau umpan silang mematikan, dia tetaplah dilihat sebagai pesepak bola istimewa bagi suporter Liverpool dan Real Madrid.

“Maybe you’re the same as me,
We see things they’ll never see,
You and I are gonna live forever.”

Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho