Kolom

Bersikap Adil pada Keylor Paras

“Kalau saya hanya ingin memuaskan nafsu manusia, saya akan berlaku tak adil kepada Kristus.”

Kutipan di atas adalah ayat favorit Keylor Navas yang dikutib dari Alkitab. Sang pemain asal Kosta Rika ini selalu memegang erat prinsip tersebut, termasuk keteguhannya dalam melewati saat-saat sulit di Real Madrid sampai akhirnya sukses mengangkat trofi La Liga dan Liga Champions musim 2016/2017 ini.

Penjaga gawang yang diangkut dari Levante pada musim panas 2014 ini memang baru saja melewati musim yang sangat berat di Los Blancos. Sepanjang Maret dan April 2017, penampilan pria kelahiran 15 Desember 1986 ini terus dihujani kritik. Bahkan, beberapa kali ia memperoleh siulan dari pendukung Real Madrid sendiri ketika bermain di Santiago Bernabeu.

Navas datang ke Bernabeu pertama kali memang langsung dihadapkan pada sebuah beban berat. Meski datang dengan status portero yang sukses di Levante, pemain yang tampil gemilang di Piala Dunia 2014 ini harus menggantikan peran Iker Casillas.

Tugas ini tidak mudah, mengingat Santo Iker adalah seorang figur berkarisma yang telah mempersembahkan tiga gelar Liga Champions bagi Real Madrid, termasuk dua gelar juara Eropa dan satu gelar juara dunia bagi warga Spanyol. Musim pertamanya dihabiskan dengan berbagi giliran bermain dengan sang legenda.

Tak disangka-sangka, rezeki Navas justru datang dari blunder spektakuler Real Madrid pada musim panas 2015.  Pada saat itu, manajemen Los Blancos ingin mendatangkan penjaga gawang Manchester United, David de Gea, untuk menggantikan Casillas yang sudah resmi pindah ke FC Porto. Jika jadi, Navas kemungkinan besar akan pindah ke kota Manchester sebagai bagian transfer tersebut. Namun, transfer de Gea batal di menit-menit akhir akibat manajemen Real Madrid gagal mengirimkan dokumen transfer tepat waktu. Nomor punggung 1 di tim utama pun menjadi milik Navas sepanjang musim 2015/2016.

Para Madridista akhirnya sempat dibuat kagum atas aksi-aksi gemilang penjaga gawang bertinggi badan 185 sentimeter ini. Musim 2015/2016 termasuk sukses bagi Los Blancos, dengan memenangi gelar Liga Champions mereka yang ke-11. Gawang Navas hanya kebobolan tiga kali sepanjang musim tersebut di Liga Champions. Navas menorehkan rekor 9 kali clean sheets dari 11 pertandingan. Para Madridista pun memberinya nama julukan ‘Keylor Paras’, yang berarti ‘Keylor Saves’.

Penurunan performa di musim 2016/2017

Dengan performa ciamik musim sebelumnya, musim 2016/2017 diprediksi akan kembali sukses bagi Navas. Ternyata, ini menjadi musim penuh cobaan baginya. Cedera yang diperolehnya di awal musim membuka jalan bagi pelapisnya, Kiko Casilla, untuk menggantikan tugasnya. Untung, pelatih Zinedine Zidane tetap memercayai sang pria religius ini untuk kembali mengawal gawang Los Blancos ketika sudah pulih dari cedera.

Keputusan ini sempat menjadi bahan protes para Madridista. Navas melewati awal tahun 2017 dengan beberapa kesalahan fatal yang menyebabkan timnya gagal memperoleh kemenangan. Blundernya di laga melawan Las Palmas pada bulan Maret 2017 membuat Real Madrid tertahan dengan skor 3-3, ternyata berbekas di benak banyak pendukung El Real.

Apalagi setelah itu ia kembali mengulanginya di laga melawan Real Betis pada April 2017, yang untungnya dimenangi Sergio Ramos dan kawan-kawan dengan skor tipis 2-1.

Zidane pun sempat hilang kesabaran dengan memarkir Navas dan memainkan Casilla. Ironisnya, sang pelapis justru tampil gemilang ketika Real Madrid menghantam Alaves 3-0. Clean sheet ini membuat para Madridista menuntut Casilla lebih sering dimainkan. Dampaknya, setiap kali Navas yang dimainkan, para pendukung Real Madrid selalu memberi siulan bagi pria Kosta Rika ini.

Nama-nama besar seperti de Gea dan penjaga gawang Chelsea, Thibaut Courtois, kembali diapungkan ke pemberitaan sebagai calon pengganti Navas oleh berbagai media. Untungnya, Navas bisa menemukan kembali performa apiknya. Ia tampil gemilang ketika derby Madrid berakhir imbang dan melakukan berbagai penyelamatan spektakuler di El Clasico meski Real kalah 2-3 dari Barcelona. Navas seolah ingin menegaskan bahwa ia memang seorang big-game player.

“Saya selalu bekerja keras untuk mengubah siulan menjadi apresiasi. Saya menyadari setiap saat saya membuat kesalahan dan saya tidak selalu mengakuinya. Saat peluru diarahkan kepada Anda, Anda harus menghadapinya,” tutur Navas dengan heroik ketika itu.

Navas akhirnya memperoleh kepercayaan kembali untuk mengawal Real Madrid sampai ke gelar juara La Liga. Performanya yang membaik juga mempertebal keyakinan rekan-rekan setimnya di Liga Champions. Los Blancos melewati Juventus di final untuk memastikan gelar trofi ke-12 mereka.

Prestasi merebut dua gelar Liga Champions tersebut membuat para pengamat menyamakannya dengan Bodo Illgner, sesama penjaga gawang Real Madrid yang kurang memperoleh apresiasi atas kinerja mereka.

“Saya yakin Navas mampu melewatinya,” tutur Illgner tentang Navas setelah laga final melawan Juventus. “Ia penuh percaya diri, saya sama sekali tidak ragu kepadanya.” Illgner juga mengawal gawang El Real ketika mengalahkan Juventus pada final Liga Champions 1998 dan sampai sekarang ia kurang memperoleh apresiasi.

Sembilan tahun kemudian, Navas bernasib sama. Namun, bagaimana pun juga, keduanya berhak disandingkan dengan nama-nama legenda Real Madrid lain atas prestasi mereka.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.