Dunia Lainnya

Christian Pulisic: Kisah Manis Bocah dari Hershey, Pennsylvania

Mendengar kata Hershey, terbayang sebuah merek cokelat, makanan favorit berbagai kalangan. Warnanya yang tak meyakinkan sebagai makanan, tak menghalangi cokelat untuk menjadi kudapan yang selain enak, juga terbukti membahagiakan pemakannya. Saya senang makan cokelat. Anda pun demikian, bukan?

Hershey kembali menyajikan kisah manis, kali ini bukan lewat cokelat. Nama Hershey dibicarakan karena kota ini menjadi asal sang harapan baru sepak bola Amerika Serikat: Christian Pulisic.

Jika Anda masih bermain Twitter dan mengikuti akun Bleacher Reports, pasti mengetahui bagaimana mereka begitu antusias membuat banyak meme yang mendukung Pulisic. Sepak bola Amerika tidak pernah bergairah seperti ini sejak Piala Dunia 1994 dan David Beckham bermain untuk Los Angeles Galaxy.

Pulisic menjadi simbol serta harapan. Kita semua menyukai bonus dan bagi masyarakat Amerika, bonus tersebut adalah kenyataan bahwa Pulisic masih berusia begitu muda: 18 tahun. Sedang terjadi revolusi dalam sepak bola Amerika dan Pulisic menjadi ujung tombaknya. Begitu kira-kira tajuk sebuah tulisan di Stars and Stripes FC.

Di 15 laga pertamanya untuk timnas Amerika Serikat (dikenal dengan singkatan USMNT: United States Men National Team), Pulisic berperan di 15 gol yang tercipta lewat 7 gol dan 5 asisnya. Ia juga mencatatkan diri sebagai pemain termuda yang menjalani debut bersama timnas, saat Jürgen Klinsmann memasukkannya di laga kontra Guatemala.

Si pencatat rekor

Berjarak kurang lebih 6.000 kilometer jauhnya, Pulisic menancapkan namanya di kawasan Ruhr, Jerman, bersama Borussia Dortmund. Sempat mengalami homesick (wajar, usianya baru 16 tahun), Pulisic bermain cemerlang bersama skuat U-17 Dortmund.

Di 15 laga bersama Dortmund junior, ia mencetak 10 gol dan 8 asis, sehingga membuat Thomas Tuchel tak memiliki alasan untuk tak mempromosikannya ke skuat senior. Keputusan yang tak keliru, karena rekor demi rekor berhasil Pulisic torehkan di tim sekompetitif Dortmund.

Di umur 17 tahun 212 hari, Pulisic menjadi pencetak gol asing termuda sekaligus pencetak gol termuda nomor empat. Itu terjadi saat Dortmund menaklukkan Hamburg dengan skor 3-0. Enam hari setelahnya, Pulisic mencetak dua gol, yang menjadikannya pemain paling muda yang berhasil mencetak dwigol dalam satu laga di Bundesliga.

Musim lalu dilalui Dortmund dengan skuat keropos. Tiga pemain andalan di musim 2015/2016, Henrikh Mkhitaryan, Mats Hummels dan Ilkay Gündogan, cabut dari Signal Iduna Park.

Jika kita mempertimbangkan hal di atas, maka apa yang telah dicapai Tuchel musim lalu bisa dibilang memuaskan. Posisi 3 dan trofi DFB-Pokal bisa menjadi fondasi mental di tim yang banyak dihuni pemain muda.

Kepercayaan Tuchel kepadanya semakin nyata. Pulisic menjadi pemain nomor empat yang paling banyak diturunkan Tuchel di 1.Bundesliga musim kemarin. Catatannya hanya kalah dari Ousmane Dembele, Pierre-Emerick Aubameyang, dan Julian Weigl. Ia sanggup menyumbang 5 gol dan 8 asis di seluruh ajang kompetitif yang ia jalani bersama klub.

Selain diberkahi kecepatan dan kemampuan membawa bola yang baik, Pulisic juga mampu bermain di kedua sisi sayap. Kejeliannya melihat ruang membuat Pulisic kerap mencetak gol dari lini kedua (second line).

Ini merupakan sesuatu yang mencengangkan bagi bocah yang di masa kecilnya sering dinilai terlalu kecil untuk bermain bola. Pulisic selalu bermain dengan orang-orang yang secara usia lebih tua di level junior.

Pemain bernomor punggung 10 di USMNT ini diberkahi kedua orang tua yang juga berprofesi sebagai pesepak bola. Mark dan Kelley Pulisic bersyukur anaknya bisa menjelma menjadi harapan bagi sekian banyak orang. Meski berasal dari dunia sepak bola, keduanya tidak memaksa Pulisic untuk menekuni olahraga ini. Memang benar kiranya, buah jatuh takkan jauh dari pohonnya. Kiprah Pulisic melebihi ekspektasi ayah dan ibunya yang cuma menggeluti sepak bola tingkat universitas.

Kelley, sang ibu, pernah mendapat beasiswa pertukaran pengajar ke Inggris, sehingga ia membawa Pulisic yang waktu itu masih berusia 6 tahun. Di sebuah kota di Oxford, ayah Pulisic meladeni hasrat sang anak bermain bola, sehingga memasukkannya ke sebuah tim lokal.

Karena menggeluti sepak bola di aspek manajemen, pihak Dortmund merekrut Mark untuk menjadi salah satu scout, sehingga Pulisic tidak sendirian merantau di Jerman. Namun tetap saja, ia masih merindukan sang ibu. Di suatu wawancara, Kelley merasa sedih saat anaknya menelepon bahwa di sekolah ia tak tahu pelajaran apa yang sedang diajarkan oleh guru Jermannya.

***

Penggemar bola Amerika sayangnya tidak akan bisa menyaksikan Pulisic berlaga di Piala Emas yang berlangsung pada 7-26 Juli 2017.

Tapi bukankah Piala Emas menjadi santapan empuk dua negara saja, Amerika dan Meksiko? Ajang ini begitu timpang sehingga didominasi kedua negara tersebut. Publik Amerika lebih membutuhkan jasa Pulisic di partai-partai kualifikasi Piala Dunia 2018. Di enam laga yang telah mereka jalani, Amerika masih bertengger di posisi 3 klasemen sementara dengan Meksiko sebagai pemuncak dan Kosta Rika di urutan kedua.

Laga kualifikasi masih menyisakan delapan laga, sehingga jalan menuju Rusia masih teramat panjang. Segalanya masih bisa berubah.

Sementara di Dortmund, Pulisic memang baru saja kehilangan sosok yang dulu memberinya kesempatan debut, Tuchel. Tetapi penggantinya adalah eks pelatih Ajax Amsterdam, Peter Bosz, yang musim lalu menghentak di Liga Eropa dengan skuat belia.

Bersama Weigl dan Dembele, bukan tidak mungkin ketiganya menjadi trio gelandang yang semakin padu musim depan. Dalam diri Dembele dan Pulisic, Bosz memiliki tunas muda yang bisa beroperasi di kedua sisi sayap. Dortmund musim depan akan semakin menarik bila mereka mampu mempertahankan Dembele (yang luar biasa mencengangkan musim ini), serta mencari pengganti sepadan untuk Aubameyang yang santer diberitakan akan segera pindah.

Perjalanan karier Pulisic masih membentang panjang. Dari kota kecil yang kerap dijuluki Chocolatetown, kiprahnya akan menyisakan rasa manis bagi para penggemarnya, terutama publik Amerika yang dulu pernah begitu membenci sepak bola.

Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com