Kolom

Jatuh Bangun Lukas Podolski Meraih Mimpi

Bundesliga, spieltag 31, musim 2003/2004. Seorang pemain muda bernomor punggung 36 mendapat sodoran bola dari rekannya di sepertiga akhir lapangan. Dengan cepat ia memutar badan mencari posisi yang nyaman untuk melakukan tendangan. Tak disangka, sebelum memasuki kotak penalti ia melakukan eksekusi, sebuah tendangan yang melengkung indah. Gol!

Apa istimewanya gol ini? Pertama, sang pencetak gol saat itu baru berusia 18 tahun dan baru menjalani musim pertamanya di Bundesliga. Kedua, gol tersebut dicetak ke gawang Oliver Kahn, kiper legendaris Jerman dan Bayern München. Sang pencetak gol kemudian terkenal dengan nama Lukas Podolski.

Podolski sebenarnya memiliki kesempatan untuk menggandakan keunggulan namun dua peluang emasnya dimentahkan oleh tangan sakti Kahn. Pertandingan itu sendiri berakhir pahit bagi Köln, mereka kembali takluk usai wonderkid tim tamu, Bastian Schweinsteiger, mencetak gol kemenangan Bayern. Skor 2-1 bertahan hingga usai.

Di akhir musim, Köln musti terdegradasi karena menempati posisi terbawah di klasemen. Podolski kala itu menjadi top skor klub dengan koleksi 10 gol dari 19 pertandingan. Torehan yang termasuk membanggakan bagi pemain muda, apalagi ini musim debutnya di tim senior. Podolski kemudian mendapat panggilan memperkuat timnas Jerman di Piala Eropa 2004.

Meskipun Jerman gagal total di turnamen itu, bakat Podolski membuat sejumlah klub besar tertarik merekrutnya. Namun di luar dugaan, Poldi (sapaan akrabnya) memutuskan untuk tetap bertahan di Köln untuk membawa tim masa kecilnya itu promosi ke 1.Bundesliga.

Keputusan yang terbukti tepat. Di musim 2004/2005 2.Bundesliga, Poldi menjadi top skor dengan 24 gol. Uniknya, di masa-masa ia bermain di kasta kedua, Podolski tetap mendapat panggilan membela timnas Jerman. Singkat cerita, Köln bersama Podolski kembali nampang di 1.Bundesliga, tetapi hanya semusim.

Die Geissböcke kembali terdegradasi di musim 2005/2006 dan Podolski enggan turun kasta untuk yang kedua kalinya. Pemain yang juga dijuluki “Prince Poldi” ini lalu bergabung dengan tim papan atas Jerman, Bayern München.

Memang, semua pemain Jerman akan Bayern pada waktunya, tapi tidak semua pemain Jerman dapat tampil maksimal bersama FC Hollywood. Hal yang kemudian dialami oleh Prince Poldi. Kedatangan Luca Toni pada 2007 membuat peluang bermain Podolski semakin sedikit. Pelatih Bayern kala itu, Ottmar Hitzfeld, lebih sering menduetkan Toni dengan Miroslav Klose.

Peruntungan pemain berkaki kidal ini juga tak lebih baik kala Bayern ditangani eks pelatih timnas Jerman yang telah meroketkan namanya, Jürgen Klinsmann.

Tak kunjung mendapat tempat, Podolski memutuskan pulang kampung ke Köln dan cerita unik mewarnai kepindahannya kali ini. Bayern menebus Podolski dari Köln seharga 12 juta euro. Ketika Podolski mudik, nominal transfernya tak berubah. Tapi karena Köln kala itu bukan klub kaya seperti Bayern, mereka membuat situsweb khusus yang digunakan untuk mengumpulkan dana guna menambah pemasukan Köln yang baru saja menghabiskan dana besar demi memulangkan Podolski.

Situsweb itu berisi barang dagangan berupa foto berbingkai bergambar Podolski dan tiap foto dibanderol seharga 25 euro. Pembalap Formula 1 yang juga merupakan suporter Köln, Michael Schumacher, diberitakan membeli sejumlah bingkai seharga 875 euro.

Periode kedua Podolski bermain di Köln tak berjalan mulus. Di musim perdananya comeback, Podolski hanya mencetak tiga gol dalam semusim. Catatan golnya terus membaik di musim berikutnya hingga ia on fire di musim ketiganya, menjaringkan bola 18 kali ke gawang lawan. Torehan yang membuat Arsenal kepincut dan meriam kaki kiri Podolski pun bersatu dengan Meriam London dalam kurun waktu 2012 sampai 2015.

Tiga musim bermain di bawah asuhan Arsene Wenger, Podolski sukses menjuarai Piala FA 2013/2014. Ia sempat dipinjamkan ke Internazionale Milan di pertengahan musim 2014/2015, namun sinarnya meredup di Italia. Hanya satu gol yang dicetaknya dari 17 penampilan.

Juli 2015, Podolski merantau ke Turki membela Galatasaray. Ia menjadi pemain inti di sana dan turut membawa Avrupa Fatihi (julukan Galatasaray) menjuarai satu Piala Turki dan dua Piala Super Turki. Kini, usai dua musim yang menyenangkan di Turki, Podolski memulai kembali perantauannya dengan hijrah ke Jepang, berseragam Vissel Kobe per 1 Juli 2017.

Duet maut dengan Miroslav Klose

Bicara tentang Podolski tak lengkap jika tidak menyertakan tandem Slavik-nya, Miroslav Klose. Seperti yang kita tahu, Podolski dan Klose yang sama-sama kelahiran Polandia dan tampil kompak di timnas Jerman. Mereka menjadi tumpuan di lini depan Jerman di Piala Dunia 2006 dan 2010.

Klose dan Podolski memang duet yang komplet dan saling melengkapi. Klose yang lebih berpengalaman di timnas Jerman melengkapi Podolski yang tujuh tahun lebih muda darinya. Dari sisi permainan, kemampuan Podolski melesatkan tendangan keras dari luar kotak penalti melengkapi kelihaian Klose sebagai predator kotak penalti.

Satu hal yang sangat disayangkan dari kombinasi duo legiun Polandia ini adalah gelar Piala Dunia yang tidak diraih ketika sama-sama berada di lapangan. Jerman memang berhasil menjadi juara dunia pada 2014 lalu, namun Podolski hanya tampil dua kali ketika melawan Amerika Serikat dan Portugal, sedangkan Klose menjadi andalan di babak gugur hingga babak final.

Lukas Podolski merupakan satu dari segelintir pemain favorit banyak orang karena tidak berulah neko-neko dan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi timnya. Namanya bahkan dijadikan sebuah lagu yang mirip dengan chant Manchester United.

Tepat pada hari ini, Prince Poldi merayakan ulang tahunnya yang ke-32. Untuk memperingati hari jadinya, bolehlah kita menyanyikan lagu Lukas Podolski bersama-sama sembari berjingkrak ria.

Goldi Poldi Hallelujah….

Goldi Poldi Hallelujah…

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.