Ketika Arema Malang menjuarai Copa Dji Sam Soe 2005, ada sosok lain yang mencuri perhatian selain Firman Utina. Dia menjaga sisi kanan pertahanan Arema dengan sangat baik, lugas dan tanpa kompromi. Sosok itu adalah rekrutan anyar Arema musim itu bernama Alexander Pulalo, yang kelak menjadi kapten legendaris tim.
Musim 2005 adalah musim pertamanya membela Arema. Ia didatangkan dari Persib Bandung dan langsung menjadi andalan Benny Dollo di sektor bek sayap. Kemampuannya untuk bermain di kedua sisi sayap menjadi nilai plus di mata Bendol, sapaan akrab Benny Dollo.
Kembali ke final Copa Dji Sam Soe 2005, Alex Pulalo menjadi starter di posisi bek sayap kanan dalam formasi 3-5-2 yang diusung Bendol. Alex membayar kepercayaan Bendol dengan baik, ia memberi asis pada gol pertama Firman Utina. Akan tetapi, di pertandingan yang dihelat di Stadion Mahahan, Solo, itu Alex tidak bermain hingga peluit panjang dibunyikan.
Ia menerima kartu kuning kedua akibat melanggar keras Ortizan Solossa. Beruntung, Arema mampu menang 4-3 lewat hattrick Firman Utina. Setahun setelahnya, Alex membayar tuntas kesalahannya di Solo. Ia membawa Arema mempertahankan gelar setelah mengalahkan Persipura Jayapura 2-0 di Stadion Delta, Sidoarjo.
Lahir di Papua, berjaya di Jawa
Alex Pulalo merupakan pemain kelahiran Jayapura. Layaknya kebanyakan pemain Papua, ia memiliki karakter keras. Hebatnya, ia tetap dapat menjaga emosinya. Pemain berkaki kidal ini adalah bagian dari generasi emas PSSI Primavera 1993-1995 bersama dengan Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, dan Kurnia Sandy.
Baca juga: Lima Pemain Papua yang Sukses di Luar Pulau
Alex memulai karier seniornya di Semen Padang di akhir 1990-an bersama dengan saudara kandungnya, Herman Pulalo. Empat musim membela Kabau Sirah, ia lalu pindah ke Pelita Jaya (1998/1999) dan dilanjutkan ke PSM Makassar (1999), PSIS Semarang (2000), Persija Jakarta (2001-2003), dan Persib Bandung (2004) sebelum membela Arema selama empat tahun sejak 2005 hingga 2009.
Bersama Laskar Mahesa Jenar, ia mendapat julukan “Spesialis Kartu” karena selama bergulirnya Liga Indonesia VIII, Alex mendapat dua kartu merah dan tiga kartu kuning. Di Macan Kemayoran ia menjadi andalan dan selalu bermain di tiap pertandingan Persija. Namun setahun berselang ia membuat kontroversi dengan kepindahannya ke rival abadi, Persib Bandung.
Di Persib, Alex gagal menampilkan performa terbaik. Trofi Liga Indonesia 2004 pun melayang dan ia kemudian merantau ke Jawa Timur bersama Arema Malang. Keputusan yang tepat karena di Malang ia meraih puncak prestasi.
Saat membela Arema, Alex meraih dua gelar juara Copa Dji Sam Soe 2005 dan 2006. Berkat penampilan konsistennya, ia mendapat kepercayaan sebagai kapten Arema Malang di era kepelatihan Miroslav Janu pada Liga Indonesia XIII 2007 untuk menggantikan I Putu Gede yang hijrah ke Persita Tangerang mengikuti jejak Benny Dollo.
Karier Alex di Arema kemudian melonjak. Selama empat tahun ia mengisi pos bek kiri Singo Edan. Tandemnya di sisi seberang berganti-ganti mulai dari Erol FX Iba, Ortizan Solossa, hingga Zulkifli Syukur, namun Alex Pulalo tetap setia menjelajah sisi kiri lapangan Arema.
Sang kapten tampil spartan mengawal lini belakang Singo Edan. Popularitasnya juga meningkat. Kaus dan tandatangan pria murah senyum ini selalu diburu ketika pertandingan usai. Setiap bulan, Alex mengaku dapat mengantongi honor sebesar 40 juta rupiah. Alex juga berteman baik dengan almarhum Ahmad Kurniawan yang membuat mereka selalu berada satu kamar ketika membela Arema.
Hingga akhirnya ia tiba di garis finis. Di awal musim 2009/2010, Arema kedatangan dua bek muda potensial, Benny Wahyudi dan Ahmad Johan Alfarizie. Dengan usia yang semakin menua, sang kapten pun “pulang kampung” ke Semen Padang. Hal yang sangat disayangkan mengingat musim itu Arema berhasil merengkuh trofi juara Indonesia Super League (ISL). Apabila Alex tetap bertahan di Arema, tentu lemari pialanya akan semakin lengkap.
Usai semusim membela Semen Padang, Alex turun kasta untuk membela Mitra Kukar. Hebatnya lagi, Naga Mekes ia bawa promosi ke ISL, namun itulah klub profesional terakhirnya.
Banting setir jadi supir
Setelah pensiun, namanya tenggelam oleh pemain-pemain baru yang lebih segar. Hampir tak ada kabar terbaru soal keberadaan Alex hingga tersiar kabar pada 2015 lalu bahwa Alex beralih profesi menjadi supir di salah satu perusahaan televisi swasta ternama di Jakarta.
Alex sebenarnya masih mendapat tawaran bermain di klub-klub kasta kedua, namun tidak adanya jaminan finansial dari calon klub membuatnya memilih jalur aman dengan menjadi driver.
“Mau gimana lagi, saya pikir daripada saya menganggur. Apalagi pemerintah kan tidak ada memerhatikan atlet-atlet yang sudah berjasa membawa bangsa dan negara,” tutur Alex pada merdeka.com.
17 tahun merupakan perjalanan karier yang panjang bagi Alex Pulalo. Apapun profesinya saat ini, pria berkepala plontos itu akan selalu dikenang sebagai kapten garang pemimpin armada Arema Malang.
Salam satu jiwa, Kapten!
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi