Eropa Spanyol

Alaves, Enam Belas Tahun Kemudian

Pada final Piala Raja Spanyol atau Copa del Rey 2017, perhatian bukan tertuju kepada klub raksasa Catalunya, FC Barcelona, yang telah menjuarai trofi tersebut sebanyak 28 kali. Yang menjadi sorotan adalah finalis yang satu lagi, yaitu Deportivo Alaves.

Klub dari wilayah Basque ini tampil mengejutkan dengan melewati Celta Vigo di semifinal. Jika Alaves menjuarai Copa del Rey 2017, mereka bisa tampil di Liga Europa 2017/2018. Tak pelak, itu mengingatkan banyak orang kepada sensasi yang pernah mereka ciptakan di ajang yang sama pada musim 2000/2001.

Musim sensasional itu terjadi hanya dua tahun setelah klub dari kota Vitoria-Gasteiz ini kembali berlaga di kasta tertinggi Liga Spanyol dalam 48 tahun. Bermula ketika mereka sukses promosi ke La Liga pada musim panas 1998, El Glorioso merasakan musim tersukses sepanjang sejarah mereka pada musim 1999/2000.

Di bawah pelatih Jose Manuel Esnal yang akrab disapa ‘Mane’, Alaves sukses menduduki peringkat enam klasemen akhir musim tersebut. Bahkan, Antonio Karmona dan kawan-kawan hanya terpaut satu poin di bawah Real Madrid yang menduduki posisi lima. Inilah awal perjalanan legendaris Alaves di musim selanjutnya.

Di awal musim 2000/2001, Alaves mendapatkan suntikan moral dengan mendatangkan Jordi Cruyff, putra dari legenda sepak bola dunia asal Belanda, Johan Cruyff. Jordi memang selama ini berada di bawah bayang-bayang karir fenomenal sang ayah. Namun kedatangan mantan pemain Manchester United ini membawa inspirasi bagi penampilan Alaves, terutama di kompetisi antarklub Eropa.

Anak-anak asuh Mane memang tak sanggup mengulangi prestasi bersaing di papan atas pada musim 2000/2001, tapi kejutan besar mereka catatkan di Piala UEFA (sebelum berubah nama menjadi Liga Europa). Mereka mengungguli wakil-wakil dari negara-negara lapis bawah Eropa, antara lain Gaziantepspor (Turki), Lillestrom dan Rosenborg (Norwegia). Di babak enam belas besar, mereka dihadang klub raksasa Italia, Internazionale Milan.

Alaves seolah bukan tandingan Nerazzuri ketika pertemuan pertama di kandang mereka berakhir imbang 3-3. Namun di laga kedua, dengan gagah berani Alves mencuri kemenangan di kandang Inter melalui gol-gol Jordi Cruyff dan Ivan Tomic.

Di perempat-final, Alaves mengungguli rekan senegara mereka, Rayo Vallecano. Lalu, di semifinal mereka melewati wakil Jerman, Kaiserslautern, dengan agregat skor cukup telak, 9-2. Final akhirnya mempertemukan Alaves dengan Liverpool.

Partai final yang berlangsung di Westfalenstadion, Dortmund, bisa dibilang merupakan salah satu laga sepak bola terbaik sepanjang masa. Lagi-lagi, Alaves menjungkalkan prediksi sebagian besar pengamat dengan menyulitkan Liverpool. Delapan gol tercipta di waktu normal dengan masing-masing empat gol tercipta untuk kedua kubu.

Gol-gol Liverpool dicetak Markus Babbel, Steven Gerrard, Gary McAllister dan Robbie Fowler. Sementara Alaves membalas lewat dua gol Jaime Moreno, serta masing-masing satu dari Jordi Cruyff dan Ivan Alonso.

Yang hebat dari perlawanan Alaves di pertandingan tersebut adalah mereka dua kali ketinggalan dengan selisih dua gol, 0-2 dan 1-3, sebelum menyamakan kedudukan menjadi 3-3. Di menit-menit akhir pertandingan, mereka kembali ketinggalan 3-4 sebeum gol Jordi Cruyff kembali menyamakan skor di menit ke-88.

Sayang, perlawanan itu menemui akhir menyesakkan ketika pemain Alaves, Delfi Geli, mencetak gol ke gawang sendiri ketika pertandingan memasuki perpanjangan waktu. Liverpool pun menang 5-4 berkat aturan golden goal yang masih diterapkan pada saat itu. Meski demikian, perjalanan El Glorioso pada musim 2000/2001 tersebut membuat para pendukung mereka bangga hingga sekarang

Enam belas tahun setelah malam ajaib di Dortmund, Alaves kembali menghadapi sebuah final turnamen penting. Untuk sebuah klub kecil dari wilayah Basque, prestasi ini sangat membanggakan, apa pun hasil akhirnya nanti.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.