Kolom

Reinkarnasi Ansar Razak dalam Diri Muhammad Arfan

Pada 17 Mei 2017 lalu, para pendukung PSM Makassar mengenang hari lahir kapten mereka di era 1990-an, yaitu almarhum Ansar Razak. Sang petarung di lini tengah yang pernah memperkuat tim nasional Indonesia di Piala Asia 1996 tersebut berpulang ke hadapan Yang Mahakuasa pada penghujung tahun 1998. Delapan belas tahun setelah kepergian Ansar, para pendukung setia PSM seolah dibuat déjà vu oleh kehadiran anak muda bernama Muhammad Arfan.

Ketika almarhum Ansar meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada tanggal 30 Desember 1998, Arfan belum genap berusia satu tahun. Meski demikian, nama Ansar Razak pasti lekat dalam ingatan orangtua Arfan, maupun semua penggemar PSM yang menyaksikan kehebatan Juku Eja pada dekade 1990-an.

Bersama rekan setimnya yang juga bernama depan ‘Ansar’, yaitu penjaga gawang Ansar Abdullah, Ansar Razak merupakan bagian penting Pasukan Ramang yang dua tahun berturut-turut tampil di pertandingan penting di Stadion Utama Senayan. Pada tahun 1996, ia memperkuat PSM di pertandingan final ketika takluk di tangan Mastrans Bandung Raya. setahun setelahnya, pada tahun 1997, almarhum juga membawa PSM ke Senayan sebelum takluk di semifinal menghadapi Persebaya.

Ansar Razak merupakan salah satu pemain tengah terbaik yang pernah dihasilkan oleh PSM. Kemampuannya sebagai gelandang bertahan yang sukar dilewati lawan tak lepas dari pantauan tim nasional Indonesia. Bersama rekan setimnya, Yeyen Tumena, Ansar dipanggil untuk memperkuat Merah-Putih di Piala Asia 1996 yang berlangsung di Uni Emirat Arab.

Namun, rencana Tuhan Yang Mahakuasa memang di luar kuasa para umat-Nya. Ansar tidak sempat mengangkat trofi juara Liga Indonesia pada tahun 2000. Pada suatu dini hari ketika bulan Ramadan tahun 1998, kecelakaan lalu lintas merenggut nyawanya. Namanya pun abadi di antara para legenda PSM lainnya yang telah berpulang.

Salah satu ciri fisik yang selalu dikenang para pecinta PSM adalah kumis tebalnya, yang membuat Ansar mudah dikenali di lapangan. Nah kebetulan, ciri-ciri berupa kumis yang cukup khas juga dimiliki oleh Muhammad Arfan. Selain itu, keduanya berposisi sebagai gelandang bertahan, atau di Indonesia sering memperoleh sebutan ‘gelandang pengangkut air’.

Siapa sebenarnya Muhammad Arfan? Pertanyaan bagus, karena sumber-sumber di media-media daring masih sangat sedikit yang membahas secara mendalam profil pemain kelahiran 22 Januari 1998 ini. Namun, sudah saatnya memasang mata untuk mengamati aksi-aksi pemain muda yang baru bergabung pada awal musim Go-Jek Traveloka Liga 1 tersebut.

Berbeda dengan beberapa pemain muda PSM yang merupakan jebolan PON Sulsel, Arfan baru saja dipromosikan ke tim utama PSM pada bulan Desember 2016 lalu. Penampilannya di seleksi awal musim membuat pelatih Robert Rene Alberts terpukau dan menariknya dari tim PSM U-21. Ketika Liga 1 mengeluarkan regulasi bahwa setiap klub harus diperkuat tiga pemain U-23, jalan Arfan pun semakin mulus untuk mencicipi tim utama.

Dalam enam pertandingan pertama yang dijalani tim Juku Eja, Arfan tak pernah absen. Pemain bernomor punggung 15 ini juga sudah menjadi pemain inti di lima pertandingan. Kemampuannya berduel di lini tengah benar-benar mengingatkan pencinta PSM terhadap sosok Ansar Razak!

Meski demikian, andai saja berkesempatan untuk diwawancarai langsung, sepertinya Arfan akan memilih jadi dirinya sendiri. Usianya yang baru menginjak 19 tahun masih menyisakan waktu banyak baginya untuk bermain seperti Ansar Razak, Syamsul Chaeruddin, atau bahkan Gennaro Gattuso dan Pavel Nedved.

Yang jelas, PSM pernah beruntung memiliki almarhum Ansar Razak, dan sekarang mereka beruntung memiliki Muhammad Arfan.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.