Kolom

Sepak Pojok: Seperti Mengasah Pedang

Gol dari permainan terbuka dipandang sebagai gol yang ideal. Proses yang sistematis, para pemain berada di ruang yang tepat, bola dialirkan dengan cepat. Kejadian yang memuaskan mata dan menjadi alasan juego de posicion ala Pep Guardiola sempat dipuja. Sementara itu, sepak bola direct dan mengandalkan bola mati ala Tony Pulis dan Sam Allardyce menuai cibiran.

Dua pelatih ortodok dari Inggris tersebut tak jarang memanfaatkan bola mati sebagai senjata, apalagi ketika melawan tim-tim yang lebih baik. Serangan balik biasanya menjadi menu kedua yang mereka latih untuk mendukung skema bola mati. Salah satu senjata yang terus mereka asah adalah memaksimalkan sepak pojok.

Suporter Arsenal tentu masih ingat betul dengan laga memilukan di The Hawthorns, rumah dari West Bromwich Albion. The Gunners kalah dengan skor 3-1 dan dua gol yang dicetak West Brom semuanya berawal dari sepak pojok. Sebuah kesempatan yang apabila dilatih dengan tekun, dapat dimaksimalkan menjadi senjata yang ampuh.

Musim 2016/2017 sendiri diwarnai banyak gol yang diciptakan lewat skema sepak pojok. Rataan gol dari sepak pojok cukup tinggi, hingga mencapai 13,9 persen. Bahkan, gol pembuka musim ini pun diciptakan lewat skema sepak pojok. Penyerang Hull City asal Norwegia, Adama Diomande, melepaskan tendangan salto yang membentur mistar gawang bagian bawah sebelum menjadi gol.

Mengapa sepak pojok adalah aspek yang perlu dipikirkan setiap pelatih di liga besar di Eropa, terutama di Inggris? Jika dirata-rata, perbedaan angka setiap pertandingan yang dikumpulkan setiap tim di Inggris sangat tipis. Misalnya, antara West Brom di posisi delapan, dengan Hull City di posisi 18 hanya dibedakan 0,3 poin per pertandingan. Oleh sebab itu, meski tak terlihat cantik, gol dari bola mati sangat tinggi nilainya.

Setiap gol tentu sangat tinggi nilainya. Namun, ketika pembaca melatih tim kecil dan semenjana, mendapatkan gol dari permainan terbuka ketika melawan tim besar adalah sebuah kemewahan. Jadi, untuk kadar tertentu, gol bunuh diri pun akan sangat melegakan bagi tim kecil. Apalagi gol dari sepak pojok yang sudah dilatih selama berjam-jam di lapangan latihan.

Maka tak mengherankan apabila West Brom yang dilatih Tony Pulis adalah klub dengan rataan gol dari sepak pojok paling tinggi di Liga Inggris. The Baggies sudah mencetak 15 gol (dari total 41 gol) berasal dari sepak pojok. Sebuah catatan yang impresif, meski tak mengagetkan ketika kita tahu Pulis yang melatih West Brom.

Di bawah West Brom, West Ham United menjadi klub kedua yang rajin membuat gol dari skema sepak pojok. Musim ini, West Ham mencetak 11 gol, atau dua kali lebih banyak dibandingkan musim lalu. Salah satu alasan di balik angka ini cukup menarik.

Kepindahan West Ham ke London Stadium, yang lebih luas dibanding stadion lama mereka menjadi alasan. Luasnya lapangan justru membuat tim lawan dapat mengantisipasi umpan jauh dari situasi permainan terbuka yang diarahkan ke juru gedor mereka yang tinggi. Oleh sebab itu, Slaven Bilic kemudian memaksimalkan setiap sepak pojok yang mereka dapatkan.

Lantas, siapa yang menjadi tim dengan catatan gol dari sepak pojok paling rendah? Mereka adalah Manchester City. Tak mengagetkan juga bukan, apabila kita melihat siapa yang melatih mereka. Melihat pola pikir Guardiola sejak di Barcelona, tim yang menguasai bola lebih banyak akan mendapatkan lebih banyak kesempatan mencetak gol. Ya, meskipun tak selalu membuahkan kemenangan juga.

Tiang dekat

Bagaimana cara mencetak gol dari sepak pojok dengan (lebih) mudah? Arahkan ke tiang dekat. Mengapa tiang dekat? David Preece, mantan kiper Sunderland memberikan penjelasan.

The six yard box bukan area yang besar bagi kiper. Jika melihat lagi banyaknya umpan lambung yang dilepaskan di area tersebut, Anda akan tahu bahwa kiper dapat dengan mudah mengantisipasinya, karena jaraknya dekat. Namun, ketika sepak pojok, banyaknya pemain di dalam kotak tersebut membuat situasi semakin sulit bagi kiper,” ungkapnya kepada Sunderland Echo.

Banyaknya pemain di area tersebut membuat kiper kesulitan untuk melangkah maju (diagonal) guna memotong (menangkap) bola. Lawan akan dengan mudah mendahului kiper untuk menyundul bola, yang biasanya “diganggu” secara sengaja oleh pemain lawan. Perhatikan grafis di bawah ini:

Sumber: thetimes.co.id

Tim, yang mampu memenuhi “kotak kecil” dengan banyak pemain seperti West Brom sangat diuntungkan. Namun, bukan berarti skema tersebut mudah dilakukan. Perlu persiapan, siapa berlari ke arah mana, dan siapa yang menutup bek lawan. Tentu, lawan juga sudah berlatih bertahan ketika sepak pojok.

Oleh sebab itu, melatih sepak pojok tidak berbeda dengan usaha mengasah pedang. Harus rajin dilakukan dengan kedisiplinan. Pun harus dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat, tidak boleh acak. Jika lalai, pedang yang seharusnya menjadi senjata, justru menjadi tumpul dan tidak bisa diandalkan. Padahal, sepak pojok, “senjata itu”, adalah satu-satunya harapan Anda ketika meladeni tim yang lebih baik.

Disclaimer: Artikel ini disarikan dan ditulis ulang dari tulisan James Gheerbrant yang berjudul, “Why the perfect corner is an inswinger to the near post”, yang bisa Anda baca di sini.

Author: Yamadipati Seno
Koki @arsenalskitchen