Nasional Bola

Terlalu Dinikah Pemecatan Pelatih Liga 1?

Baru memasuki pekan ketiga, tiga klub Go-Jek Traveloka Liga 1 telah meminta korban. Bali United, PS TNI dan Persiba Balikpapan telah tidak lagi ditukangi pelatih-pelatihnya. Tren ini sepertinya juga akan berlanjut jika melihat tekanan Bobotoh terhadap Djadjang Nurdjaman yang tak begitu impresif bersama Persib Bandung.

Manajemen Serdadu Tridatu adalah yang pertama melakukan pemecatan. Hans Peter Schaller didepak dari kursi setelah kalah di dua laga pertama. Sementara ini posisinya digantikan oleh sosok yang selama ini menjabat sebagai asisten pelatih, Eko Purdjianto.

Langkah yang lebih mengejutkan diambil PS TNI. Mereka memecat Laurent Hatton dan menggantinya dengan pelatih yang memiliki banyak pengalaman di sepak bola negeri ini, Ivan Kolev.

Pasalnya tim ini berhasil menang untuk pertama kali setelah mengalahkan Bhayangkara FC. Sebelumnya pun mereka berhasil menahan imbang dua tim kuat, Borneo FC dan Persib Bandung (masing-masing dengan skor 2-2). Padahal Hatton baru ditunjuk di awal kompetisi setelah mereka memecat manajer sebelumnya, Mustaqim.

Langkah yang agak berbeda dilakukan pelatih Persiba Balikpapan, Timo Scheunemann. Coach Timo, panggilan akrabnya, memilih untuk mengundurkan diri. Ini dilakukannya setelah Beruang Madu selalu mengalami kekalahan di tiga laga perdana Liga 1. Mereka ditaklukkan Persija Jakarta, Perserui Serui, dan Arema FC.

Dari ketiga peristiwa ini, tentu timbul pertanyaan: terlalu dinikah keputusan pergantian pelatih ini?

Selain baru seumur jagung, Liga 1 bergulir dengan format yang cukup berbeda. Selain itu, liga adalah format kompetisi yang sering diibaratkan sebagai lomba lari maraton, bukan adu sprint.

Berkenaan dengan hal ini, analisis statistik juga telah memberikan jawabannya. Sue Bridgewater, seorang profesor di Warwick Business School mengatakan bahwa tim-tim yang melakukan pergantian pelatih hanya akan mengalami fase bulan madu (“honeymoon period”).

Bridgewater menganalisis pemecatan pelatih-pelatih Liga Primer Inggris sejak 1992 hingga 2008. Pelatih baru bisa saja mendongkrak performa tim, tetapi itu hanya terjadi sesaat seperti seks dahsyat di bulan madu. Menurutnya, tiga bulan setelah pemecatan klub tersebut akan kembali ke fase sebelumnya. Hasil-hasil impresif setelah melantik pelatih baru bisa saja disebabkan oleh suatu dorongan yang ada di benak pemain untuk mengesankan pelatih baru.

Penelitian yang terdapat di buku Simon Kuper dan Stefan Szymanski (2009) ini juga menjabarkan bahwa alih-alih di tangan pelatih, kiprah suatu tim lebih bergantung pada para pemainnya. Oleh karena itu, para juara biasanya adalah klub yang dengan nilai rata-rata gaji pemain tertinggi.

Analisis kedua bersumber dari seorang ekonom Belanda, Dr. Bas ter Weel. Meski hanya meneliti pergantian pelatih di Liga Belanda (sejak musim 1984 sampai 2004), ia meyakini bahwa temuannya juga berlaku untuk liga-liga lain. Tim-tim yang mengalami penurunan performa bisa bangkit entah mereka mengganti pelatihnya atau tidak.

Penilaian Weel bahkan mengatakan bahwa dilakukan atau tidaknya pemecatan, hal yang sama akan dapat diraih suatu klub.

“Keterpurukan yang singkat bukanlah alasan bagi Anda untuk memecat pelatih,” tulisnya seperti dikutip dari BBC (17/8/2013). Analisisnya secara mencolok berlaku untuk fenomena pemecatan di Liga 1 karena liga baru berjalan tiga pekan.

Contoh paling gamblang tentu saja dialami Swansea City di Liga Primer Inggris. Sepanjang musim 2016/2017, The Swans telah mengganti pelatih sebanyak tiga kali. Francesco Guidolin hanya menukangi tim tersebut sampai Oktober 2016, lalu digantikan pelatih asal Amerika Serikat, Bob Bradley. Di paruh kedua musim Bradley digantikan Paul Clement.

Hasilnya? Hingga kini Swansea masih terpuruk dan terancam terdegradasi ke Championship musim depan. Swansea berada di urutan ke-18, terpaut dua angka dari penghuni posisi 17, Hull City.

Meski begitu, ketergesaan tiga klub ini bisa pula mencerminkan hal sebaliknya: bahwa klub tak ingin hasil buruk berjalan terlalu lama karena mereka ingin mendapat hasil optimal di kompetisi paling bergengsi di negara ini.

Ancaman pemecatan juga dirasa pantas dialamatkan kepada coach Djanur karena ia diberkahi skuat mewah di Persib. Begitu pula tim Liga 2, Persebaya Surabaya, yang selain mengawali liga dengan buruk, pelatih bermulut besar Iwan Setiwan kini telah diskors dan didenda sebesar 100 juta rupiah akibat tindakan tidak terpujinya. Iwan mengacungkan jari tengah kepada Bonek saat bus klub meninggalkan Stadion Demang Lehman, Martapura.

Bagaimana menurut Tribes: sudah tepatkah kebijakan Bali United, PS TNI, dan Persiba memecat pelatihnya?

Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com