Kolom Eropa

Kisah Petualangan Stoke City di Eropa

Apa yang terlintas di benak Anda ketika berbicara soal klub asal Inggris, Stoke City? Kebanyakan akan memberikan jawaban bahwa Stoke merupakan tim yang mengutamakan kekuatan fisik. Mereka menyerang dengan bola-bola lambung dan memiliki pertahanan yang kuat. Bahkan di Inggris sana, Stoke City sering disamakan dengan tim rugbi karena kebiasaan mereka memanfaatkan lemparan ke dalam untuk menjadi sebuah peluang gol di masa Rory Delap dulu.

Bahkan ketika kini mereka memiliki pemain-pemain dengan teknik seperti Xherdan Shaqiri, Marko Arnautovic, dan “Welsh Pirlo”, Joe Allen, tetap saja bola lambung dan memanfaatkan tinggi badan pemain menjadi opsi serangan tim. Padahal, Tony Pulis sudah tidak lagi berada di sana. Kini bahkan mereka ditangani oleh pelatih yang pada masa berkariernya dikenal sebagai penyerang handal, Mark Hughes.

Stoke adalah salah satu kesebelasan unik dengan segala latar belakangnya. Klub ini begitu dibenci oleh Aaron Ramsey karena kapten mereka, Ryan Shawcross sempat membuat sang pemain cedera begitu lama. Pemilihan pemain pun selalu unik. Setelah Tony Pulis mereka memilih Mark Hughes yang sempat begitu tidak disukai di Manchester City.

Tetapi tahukah Anda bahwa Stoke City sempat menjajal kompetisi Eropa? Bahkan sebenarnya bisa dibilang petualangan mereka di Eropa cukup mengesankan.

Kita kembali ke Liga Inggris musim 2010/2011. Ini adalah musim ketiga Stoke bertahan di kompetisi level tertinggi sepak bola Inggris setelah mereka promosi pada tahun 2008. Mereka sebenarnya mengakhiri musim di posisi yang tidak terlalu baik. Setelah rentetan kekalahan di sepuluh laga terakhir, Stoke harus puas duduk di posisi ke-13 klasemen akhir Liga Inggris musim tersebut.

Namun kemudian mereka seakan mendapatkan durian runtuh. Melaju ke final Piala FA, mereka memang dikalahkan oleh Manchester City dengan skor tipis 1-0. Tapi beruntungnya Stoke, karena pembagian jatah tiket ke Eropa di sepak bola Inggris bisa dengan memenangkan kompetisi domestik seperti Piala FA maupun Piala EFL (dulu Piala Liga), maka Stoke berhak mendapatkan satu tiket ke kompetisi Liga Europa untuk musim selanjutnya. Karena sang juara Manchester City sudah mendapatkan tiket otomatis ke Eropa melalui posisi mereka di klasemen akhir kompetisi sebab City mengakhir musim di peringkat empat besar.

Sang pemilik klub, Peter Coates sadar bahwa klub mereka akan berlaga di kompetisi Eropa. Meskipun hanya kompetisi level kedua, ia tidak ingin klubnya tampil memalukan. Karena itulah ia mendaratkan beberapa pemain baru. Termasuk Peter Crouch yang ia angkut dari Tottenham Hotspur dengan biaya transfer sebesar 10 juta paun. Ia juga mendatangkan Jonathan Woodgate dan Matthew Upson secara gratis untuk membantu Roberth Huth guna memperkuat lini pertahanan tim.

28 Juli 2011 menjadi tanggal di mana Stoke memainkan laga perdana mereka di Eropa. Klub asal Kroasia, Hajduk Split menjadi lawan perdana mereka. Debut mereka di Eropa berakhir manis dengan berhasil memenangkan pertandingan. Lesakan Jonathan Walters pada menit ketiga menjadi gol tunggal kemenangan Stoke pada pertandingan perdana mereka di Eropa.

Laga kedua yang digelar di Kroasia berakhir horor memang. Banyak sekali tekel keras dan kartu. Meskipun Stoke kemudian berhasil mengakhiri hari dengan kemenangan. Kali ini giliran Ryan Shotton yang mencetak gol tunggal kemenangan tim.

Hanya tinggal satu langkah lagi sebelum memasuki fase grup, Stoke kemudian bisa dengan mudah melewati hadangan dari kesebelasan asal Swiss, FC Thun. Skuat yang kala itu ditangani oleh Tony Pulis melaju ke babak utama Liga Europa musim 2011/2012 dengan kemenangan agregat 5-1 atas tim asal Swiss tersebut.

Hasil undian fase grup kemudian menempatkan Stoke bersama tim-tim yang sudah punya banyak pengalaman di Eropa. Yaitu Langganan juara Liga Ukraina, Dynamo Kiev, tim legendaris sepak bola Turki, Besiktas, dan klub raksasa Israel, Maccabi Tel Aviv. Stoke tentu awalnya tidak diunggulkan. Jangankan untuk melaju dari fase grup, untuk tidak berakhir di dasar klasemen saja rasanya sudah cukup baik untuk Stoke yang baru tiga musim berada di kompetisi level tertinggi.

Seperti yang sering mereka lakukan di Liga Inggris, Stoke juga kemudian tampil mengejutkan di fase grup Liga Europa musim tersebut. Mereka berhasil mengimbangi Dynamo Kiev di kandang mereka di laga perdana, bahkan sebenarnya Stoke bisa saja menang, andai Ongjen Vukojevic tidak menyamakan kedudukan bagi tuan rumah.

Tiga kemenangan, dua kali imbang dan sekali kalah membawa Stoke ke peringkat kedua klasemen akhir Grup E Liga Europa musim 2011/2012. Salah satu kemenangan terbaik tentunya ketika mereka berhasil menghajar Maccabi Tel-Aviv dengan skor 3-0 padahal mereka harus bermain dengan 10 pemain setelah Cameron Jerome mendapatkan kartu merah.

Posisi mereka di klasemen akhir fase grup kemudian membawa mereka ke babak 32 besar. Undian kemudian mempertemukan mereka dengan juara kompetisi tahun 2002 ketika masih bernama Piala UEFA, Valencia. Perjalanan Stoke berakhir di tangan klub asal  Spanyol tersebut. Ryan Shawcross dan kawan-kawan mesti takluk dengan agregat 2-0 dari dua pertandingan kandang dan tandang.

Petualangan Stoke di Eropa sebenarnya menghasilkan catatan yang cukup bagus. Apalagi kala itu mereka baru tiga musim berada di kompetisi level tertinggi. Padahal lawan-lawan yang mereka hadapi rata-rata adalah kekuatan klasik di negara masing-masing. Ketika lolos dari fase grup pun Stoke merupakan satu-satunya tim Inggris yang berhasil melaju ke babak 32 besar. Mengalahkan Tottenham dan Fulham yang lebih berpengalaman. Valencia pun bisa dibilang susah payah untuk menyingkirkan Stoke ketika keduanya bertanding di babak 32 besar.

Total 17 gol dan 32 kartu kuning serta 1 kartu merah  menjadi catatan dari petualangan perdana Stoke di Eropa. Bukan hanya Peter Coates dan para penggemar Stoke yang berharap timnya bisa kembali ke Eropa, tapi para penikmat sepak bola yang mengutamakan fisik tentu berharap Stoke City bisa bertualang ke Eropa sekali lagi. Demi apa? Demi melestarikan keabsahan adagium sepak bola Inggris: kick and rush.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia