Dua tahun lalu mungkin tidak banyak yang mengenal namanya. Tapi kini Zalnando dikenal sebagai bek kiri muda dengan potensi luar biasa. Banyak yang menyebutkan ia punya skill set yang lengkap. Ia tangguh ketika bertahan, dan juga handal ketika naik membantu serangan. Juga soal kekuatan yang menjadi ciri khasnya: Zalnando tidak pernah berhenti berlari.
Cerita bermula bagaimana Zalnando yang kala itu masih remaja, kemudian memberanikan diri untuk berpetualang ke Jakarta. Karena di daerah tempat tinggalnya, Cimahi, sebuah kota satelit yang tidak begitu jauh dari Bandung, kala itu tidak banyak memiliki SSB yang berkualitas baik.
“Saya pertama kali tertarik main bola gara-gara nonton Piala Dunia 2002 (yang digelar di Korea-Jepang). Waktu itu kalau tidak salah saya masih kelas 3 SD. Saya dan orang tua kemudian berniat cari SSB (sekolah sepak bola). Tapi karena di Cimahi sana tidak ada yang bagus, jadi terpaksa harus cari di Bandung,” ungkap pemuda yang akrab disapa Nando ini memulai obrolan.
“Tapi di Bandung juga rasanya tetap kurang. Akhirnya waktu kelas 1 SMP saya kemudian memberanikan diri buat cari SSB di Jakarta. Waktu itu setiap minggu saya sama orang tua harus pulang pergi Cimahi-Jakarta cuman buat antar saya main bola. SSB pertama saya di Jakarta waktu itu Asian Soccer Academy. Setelah itu pindah ke Arsenal Soccer School, lalu ke Indonesia Football Academy.”
Di akademi sepakbola bentukan PSSI tersebut yang kemudian membuka jalan untuk karier sepak bola Nando. Dari sana ia kemudian lolos seleksi Timnas U-16 yang berlaga di AFF U-16 di Laos. Di tim tersebut ia tergabung dengan calon-calon bintang masa depan lain seperti Muhammad Hargianto, Septian David Maulana, Terens Puhiri, dan Hanif Sjahbandi.
“Habis dari U-16 terus lanjut ke SAD Indonesia. Saya sempat berangkat ke Uruguay. Saya di sana cuma setahun. Soalnya program SAD-nya kemudian diberhentikan.”
“Sriwijaya FC (SFC) U-21 saat itu punya target juara di ISL U-21. Akhirnya mereka ambil sembilan pemain SAD, dan salah satunya adalah saya. Teja (Paku Alam, kiper utama SFC saat ini) juga waktu itu termasuk bareng saya alumnus SAD yang ditarik ke SFC U-21. Tapi, saya mulai naik waktu main untuk tim Pra-PON Sumatera Selatan. Dari sana tim pelatih senior SFC kemudian baru promosikan saya.”
“Debut tim senior saya di Piala Jenderal Sudirman tahun 2015 lalu. Waktu itu karena memang awalnya ada regulasi pemain muda, jadinya saya dapat kesempatan. Nah, dari sana alhamdulillah bersyukur sekali sampai sekarang bisa main terus.” Ujarnya.
Nando bersama Manda Cingi, Yogi Triana, dan Ichsan Kurniawan serta beberapa pemain muda lain kemudian mendapatkan kesempatan berlaga di tim senior SFC. Nando yang berposisi sebagai bek kiri ini kemudian justru lebih banyak dipasang oleh pelatih Widodo C. Putro ketimbang pemain-pemain yang lebih senior. Tentu sebuah pencapaian hebat bagi seorang pemuda berusia 20 tahun untuk mengisi posisi inti di tim sebesar Sriwijaya FC.
Soal posisi yang kini ia tempati, Nando bercerita pada awalnya ia justru bukan bertugas di lini pertahanan. Posisi tersebut bisa dibilang baru, karena ia baru bermain di posisi bek kiri ketika membela Sriwijaya U-21.
“Awal karier sih saya sebenarnya main sebagai penyerang. Tapi ketika SSB di Jakarta, saya kemudian dipindahkan ke posisi gelandang kiri oleh pelatih. Katanya, saya punya kemampuan buat main di posisi itu. Kata pelatih waktu itu, lari saya cepat untuk pemain seusia saya. Beberapa kali sempat dimainkan jadi bek kiri tapi itu hanya ketika tim sedang dalam keadaan genting saja. Akhirnya di tim SFC U-21 saya kemudian turun ke posisi bek kiri.”
Sudah hampir dua tahun Nando bermain di level tertinggi sepak bola Indonesia. Tentu ia punya lawan yang selalu diingat. Lawan yang sulit ditaklukkan. Baik tim maupun pemain dari kesebelasan tertentu.
“Kalau lawan yang sulit, kalau lawan tim Persipura Jayapura. Semua tahu kualitas tim Persipura. Apalagi kalau mereka sedang main di kandang. Semakin sulit dikalahkan. Penyerang mereka juga bagus-bagus. Sampai sekarang main, tim yang paling sulit dikalahkan ya Persipura.”
“Kalau pemain buat saya lawan yang paling sulit itu Rizky Pora (kapten tim Barito Putera). Dia lengkap sekali. Larinya cepat, umpannya bagus, dan bisa cetak gol juga. Bawa bolanya juga bagus. Kadang kalau meleng sedikit saja dia tiba-tiba sudah melesat jauh. Bang Rizky lawan yang paling sulit yang pernah saya hadapi,” ujar pemuda kelahiran 25 Desember 1996 ini.
Menyoal kariernya kedepan, Nando lebih memilih fokus dan berusaha memberikan yang terbaik untuk timnya saat ini, Sriwijaya FC. Bahkan soal panggilan ke timnas U-22 yang akan berlaga di SEA Games akhir tahun 2017 nanti, ia anggap sebagai bonus dari penampilan terbaiknya untuk tim.
“Buat saya yang penting main bagus dan memberikan yang terbaik setiap diberi kesempatan oleh pelatih. Target jangka pendek saya ya bawa SFC jadi juara di Piala Presiden kali ini. Soal katanya pelatih timnas memantau buat SEA Games, ya saya anggap kalau nantinya dipanggil itu lebih sebagai hasil karena saya sudah melakukan yang terbaik untuk SFC.”
Terus Berlari, Zalnando!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia
Kredit foto: Indra Prabu