Nasional Bola

Menanti Kiprah Carlos De Mello Bersama PSGC Ciamis

Saya masih ingat, perkenalan saya dengan tayangan sepak bola terjadi pertama kali di penghujung tahun 90-an yang lalu. Jujur saja, semasa kecil saya memang lebih akrab dengan rivalitas klasik Damon Hill-Michael Schumacher di ajang Formula 1 atau kedigdayaan Michael Doohan di balap motor.

Laga sepak bola yang saya saksikan pertama kali melibatkan kesebelasan asal kota kelahiran saya, Persebaya Surabaya. Namun jujur, saya tidak ingat dengan pasti siapa lawan Bajul Ijo ketika itu. Hingga beberapa waktu kemudian, saya sekali lagi menyaksikan laga Persebaya di televisi bersama ayah.

Laga itu tak lain tak bukan adalah final Liga Indonesia musim 1996/1997 yang mempertemukan Bajul Ijo dengan wakil kota kembang, Bandung Raya. Bertanding dihadapan puluhan ribu pasang mata yang memadati stadion Gelora Bung Karno (dulu bernama Senayan), Persebaya yang saat itu diasuh oleh Rusdy Bahalwan sukses membungkam perlawanan tim besutan Albert Fafie dengan skor 3-1. Persebaya pun menahbiskan diri menjadi klub terbaik di tanah air.

Sebagai arek Suroboyo, tentu saya gembira menyaksikan klub asal kota kelahiran saya menjadi kampiun liga. Namun sayangnya, saya tak bisa menjadi saksi pesta juara yang dilakukan Persebaya sekembalinya mereka ke kota pahlawan, lantaran ketika itu saya sudah tinggal di Bojonegoro. Melalui televisi, untuk sekali lagi, saya mencari tahu dan melihat berita-berita tentang perayaan tersebut. Sebuah memori tak terlupakan bagi saya.

Membahas tim Persebaya di periode tersebut, terdapat satu sosok yang aksi-aksinya di atas rumput hijau menarik perhatian bocah ingusan seperti saya.

Bukan Agus Murod yang kerap melentingkan badan demi membuat penyelamatan gemilang atau Jacksen F. Tiago yang sering menjadi aktor utama kemenangan Bajul Ijo via gol-gol yang dibuatnya.

Tubuhnya tambun dan pergerakannya cenderung lamban tapi punya umpan-umpan yang sangat luar biasa. Dialah kompatriot Jacksen sesama pemain asing asal Brasil, Carlos De Mello.

Melihat Carlos menggiring bola di sektor tengah kemudian meneruskannya kepada Jacksen atau Reinold Pieters yang saat itu jadi andalan di lini depan Persebaya adalah sebuah kenikmatan yang paripurna.

Sampai sekarang pun saya kerap berpikir, betapa nyamannya para penyerang yang dilayani pria kelahiran Rio De Janeiro ini.

Selepas membela Persebaya, Carlos sempat hijrah ke Sulawesi Selatan untuk membela klub kebanggaan warga Makassar, PSM. Bersama klub berjuluk Juku Eja tersebut, Carlos berhasil mempersembahkan titel juara Liga Indonesia musim 1999/2000.

Seperti langkah yang diambil Jacksen, Carlos pun memutuskan untuk menjadi pelatih setelah pensiun sebagai pemain. Salah satu klub yang pernah dilatih Carlos adalah PSM, yakni di Liga Indonesia musim 2005/2006.

Akan tetapi, kegemilangan karier Carlos sewaktu jadi pemain tak menular saat dirinya bertindak sebagai pelatih. Di penghujung musim tersebut Carlos dicopot dari jabatannya lantaran dinilai gagal oleh pihak manajemen.

Setelah itu perjalanan Carlos sebagai pelatih di Indonesia bak hilang tanpa jejak. Beberapa selentingan menyebut jika Carlos sempat berpetualang di Liga Singapura serta melatih kesebelasan-kesebelasan minor di negeri kelahirannya.

Barulah pada Sabtu (4/2) kemarin, sosok yang kini tampak semakin “makmur” ini kembali muncul di berbagai pemberitaan media dalam negeri. Carlos resmi kembali ke Indonesia setelah didaulat menjadi pelatih anyar kesebelasan asal Ciamis, PSGC.

Meski riwayat kepelatihannya tak mentereng, kehadiran Carlos sebagai pelatih anyar tim yang berkandang di stadion Galuh ini diharapkan bisa memberi dampak positif bagi perjalanan PSGC saat berlaga di Liga 2, nama baru Divisi Utama, musim 2017 nanti.

Kontrak Carlos dan kubu Laskar Singa Cala sendiri berdurasi setahun, Walau terbilang singkat, namun Carlos tetap merasa gembira mendapat kepercayaan untuk membesut PSGC.

Tugas tak ringan pun tengah menanti Carlos. Ia diharapkan mampu sesegera mungkin membentuk kerangka tim dan membangun sistem permainan yang pas dengan karakter tim dan sumber daya yang dimilikinya sehingga PSGC dapat tampil kompetitif di Liga 2 dan memperoleh kesempatan untuk meraih tiket promosi ke Liga 1 di musim berikutnya.

Glad to see you back, Carlos!

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional