Saya masih ingat dengan cukup jelas laga final Liga Europa 2011 yang saat itu diselenggarakan di stadion Aviva, Dublin, Irlandia. Pertandingan itu sendiri mempertemukan dua wakil Portugal, F.C Porto dan Sporting Braga.
Bagi penggemar sepak bola di Indonesia, nama Porto tentu lebih familiar dibanding sang lawan. Tradisi dan histori Os Dragoes yang cukup gemilang di kompetisi Eropa juga membuat mereka lebih diunggulkan menjadi kampiun.
Terlebih, Porto yang saat itu ditangani oleh pelatih muda yang tengah naik daun, Andre Villas-Boas, punya materi skuat yang jauh lebih berkelas walau saat itu nama mereka belum begitu menjulang. Namun kini, siapa yang tak kenal sosok Radamel Falcao, Fredy Guarin, Hulk, James Rodriguez, Joao Moutinho hingga Nicolas Otamendi?
Bermodalkan pemain-pemain dengan bakat dan kemampuan mumpuni macam mereka, AVB, panggilan akrab Villas-Boas, diyakini tidak akan kesulitan untuk membendung permainan Os Arcebispos yang dimotori Alan, Custodio dan Hugo Viana.
Namun faktanya, hitung-hitungan di atas kertas tak selamanya menentukan. Laga ketika itu tetap berjalan cukup alot. Kehati-hatian yang diperlihatkan masing-masing kubu, minimnya peluang yang berhasil diciptakan dan tempo yang cenderung lambat juga membuat partai ini cenderung menjemukan.
Sampai akhirnya, Falcao berhasil mencatatkan namanya di papan skor pada menit ke-44 guna membawa Porto unggul. Gol itu sendiri pada akhirnya menjadi satu-satunya gol yang tercipta hingga waktu normal 90 menit berakhir. Porto pun berhak membawa pulang trofi Eropanya yang kelima.
Gelar ini sendiri membuat Porto mendapatkan treble winners di musim 2010/2011 karena beberapa pekan sebelumnya juga berhasil mengunci titel Liga Primera Portugal dan Piala Portugal.
Penampilan gemilang Falcao bersama Porto tersebut berhasil mencuri atensi klub-klub yang jauh lebih mapan di benua biru. Adalah klub dari ibu kota Spanyol, Atletico Madrid, yang berhasil mengamankan tanda tangan Falcao di musim panas 2011. Klub berjuluk Los Rojiblancos tersebut sampai harus mengirim cek sebesar 40 juta euro untuk memboyong penyerang yang sempat membela River Plate ini.
Adaptasi kilat penyerang berjuluk El Tigre atau Si Harimau ini membuat dirinya cepat menjadi pujaan baru publik stadion Vicente Calderon yang ditinggal oleh Sergio Aguero ke Manchester City. Selayaknya performa gemilangnya di Porto, gol-gol dari kaki dan kepala Falcao pun terus mengalir. Selama dua musim membela panji Atletico, Falcao berhasil menorehkan 70 gol di seluruh kompetisi.
Namanya pun semakin harum dan makin banyak kesebelasan-kesebelasan raksasa Eropa berminat untuk memboyongnya dari Atletico. Tapi sebuah keputusan yang agak mengejutkan justru dibuat Falcao dengan hengkang menuju Prancis, tepatnya ke AS Monaco pada musim panas 2013. Biaya yang mesti dikeluarkan Monaco pun kabarnya tak main-main, 60 juta euro!
Sayangnya, penampilan yang cukup baik dari Falcao di awal musim harus terhenti lebih cepat akibat deraan cedera ACL (Achilles Cruciate Ligament) yang menimpanya pada Januari 2014. Cedera ini pula yang menyebabkan dirinya mesti absen di Piala Dunia yang dilangsungkan pada tahun yang sama di Brasil. Turnamen yang seakan menjadi berkah terselubung karena kompatriotnya sekaligus rekan setimnya di Monaco, James Rodriguez, mencuri perhatian khalayak luas sebagai sumber gol Kolombia waktu itu.
Pascasembuh dari cedera tersebut, Falcao pun mulai berlatih kembali demi bertempur bersama Monaco di Ligue 1 musim 2014/2015. Namun tanpa diduga, perjalanan karier Falcao berubah. Nasib membawanya terbang ke Inggris guna mencicipi keras dan ketatnya Liga Primer Inggris. Di awal musim tersebut, Manchester United menghubungi pihak Monaco guna meminjam tenaga penyerang Kolombia tersebut. Dan Falcao tampak begitu bersemangat jelang mentas di Inggris.
The Red Devils sendiri harus mengeluarkan dana tak kurang dari 6,5 juta paun buat membawa Falcao ke stadion Old Trafford dengan opsi peminjaman selama satu musim. Falcao pun diberi nomor 9, khas penyerang klasik, tanda bahwa United dan Louis van Gaal, pelatih United kala itu, berharap banyak pada ketajaman El Tigre.
Namun sayang, selama satu musim membela panji The Red Devils, penampilan Falcao jauh dari kata memuaskan. Si Harimau cuma mampu mencetak 4 gol dari 29 partai yang dijalaninya bersama United. Kondisi ini menyebabkan manajemen Setan Merah memilih untuk mengembalikan Falcao ke Monaco kala musim 2014/2015 usai.
Hampir selangkah lagi kembali ke klub berjuluk Les Monegasques tersebut, tim Liga Primer Inggris lain asal London, Chelsea, mengontak manajemen Monaco dan menyatakan minatnya untuk menggunakan jasa Falcao di Liga Primer 2015/2016 bergulir. Hal itu pada akhirnya membuat Falcao bertahan di Inggris.
Klub milik Roman Abramovich itu sendiri mesti melayangkan dana sebesar 6 juta paun agar Monaco bersedia melepas sang pemain ke London kembali dengan status pinjaman.
Tapi malang bagi Falcao, dia tak mampu merebut hati Jose Mourinho yang saat itu membesut The Blues. Bahkan saat lelaki asal Setubal itu dipecat dan digantikan pelatih gaek asal Belanda, Guus Hiddink, Falcao tetap tak jadi pilihan utama. Kondisi fisik yang kerap bermasalah jadi salah satu alasan mengapa Si Harimau selalu ditepikan pelatih Chelsea musim itu. Secara keseluruhan, Falcao hanya turun ke lapangan sebanyak 12 kali dan hanya mampu menciptakan 1 gol.
Media-media Inggris pun memberondong Falcao dengan beraneka macam kritikan. Ia bahkan dicemooh sebagai harimau gaek yang telah habis ketajamannya dalam memangsa gawang lawan. Perjalanan karier yang berantakan di Inggris membuat Falcao memilih pulang ke Prancis per musim 2016/2017. Harapannya jelas, mengembalikan performanya seperti saat memperkuat Porto dan Atletico dahulu.
Gayung pun bersambut lantaran manajer Monaco saat ini, Leonardo Jardim, memberi kepercayaan lebih kepadanya. Falcao menjadi salah satu andalan Jardim di sektor depan Les Monegasques musim ini. Ia pula yang memberikan jabatan kapten tim pada penyerang Kolombia ini. Jardim yang gemar memainkan pola dasar 4-4-2 kerap memasang duet Falcao dengan Valere Germain sebagai juru gedor utama.
Ditopang gelandang-gelandang lugas dan terampil semisal Fabinho, Thomas Lemar dan Bernardo Silva, membuat taji duo Falcao-Germain begitu beringas kala mendapat peluang emas di depan gawang lawan.
Khusus untuk Si Harimau, sejauh ini ia telah menyumbangkan 14 gol di Ligue 1 untuk Monaco. Jumlah tersebut membuatnya jadi top skor klub yang berdiri pada tahun 1924 itu sekaligus menempatkannya di posisi ketiga pencetak gol terbanyak di Ligue 1 di bawah Edinson Cavani (Paris Saint-Germain) dan Alexandre Lacazette (Olympique Lyon) yang masing-masing sudah mengemas 22 dan 18 gol sejauh ini.
Apa yang ditunjukkan Falcao bersama Monaco musim ini memang begitu menjanjikan walau sempat dihantam cedera hamstring pada awal musim. Klaim media-media Inggris yang sempat menyebutnya habis beberapa waktu lalu mulai bisa dikikisnya. Sedikit demi sedikit, Falcao mulai kembali menampakkan kebuasannya di depan gawang lawan seperti beberapa tahun silam.
Bila Falcao sanggup mempertahankan performa briliannya hingga penghujung musim nanti, bukan tidak mungkin anak asuh Leonardo Jardim ini bisa menghentikan dominasi Paris Saint-Germain di liga. Dan bonus besarnya, tentu saja membawa langkah Monaco melaju lebih jauh lagi di Liga Champions Eropa musim ini, mengulang apa yang pernah mereka ukir oleh Dado Prso dan kawan-kawan di Liga Champions edisi 2003/2004 lalu.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional