Dibandingkan dengan sepak bola di luar negeri, sebenarnya kualitas atlet sepak bola Indonesia juga tak kalah jauh. Saat pencalonan Ketua PSSI pada 2016 lalu, Jenderal Moeldoko pernah membandingkan potensi sepak bola Indonesia dengan luar negeri yang sebenarnya tidak jauh berbeda dari segi teknik. Namun, ia menganggap bahwa emosi atlet sepak bola Indonesia memang perlu dibenahi. Emosi pemain di lapangan menjadi perhatian tersendiri bagi banyak pihak, karena tak jarang justru membuat pertandingan sepak bola menjadi semakin panas dan akhirnya berujung pada kericuhan.
Ada banyak kasus mengenai emosi pemain dalam sepak bola Indonesia. Contohnya, Diego Michiels yang menantang pemain Persib Bandung saat diberi kartu merah oleh wasit pada QNB League musim 2015 lalu. Kartu merah yang didapatkan menjadi konsekuensi Diego Michiels setelah menantang pemain lawan disaat bertanding sebagai bentuk ekspresi dari emosinya. Kemudian kasus Patrick Da Silva yang kedapatan meludahi pemain Persib ketika pertandingan antara Persib Bandung dan Persegres Gresik United di Torabika Soccer Championship (TSC) lalu. Saat itu, Patrick sempat mengatakan bahwa ia kesal karena kakinya beberapa kali diinjak lawan dan tidak pernah mendapat teguran wasit.
Hal ini kemudian membuat Persegres harus kehilangan Patrick selama 3 pertandingan. Ada pula yang masih hangat dalam ingatan adalah ekspresi kemarahan Abduh Lestaluhu pada saat final Piala AFF 2016 lalu yang sempat membuat heboh netizen karena menendang bola ke arah bench timnas Thailand di laga leg kedua final Piala AFF 2016. Final yang, kita semua tahu kemudian, menjadi titik sendu pamungkas untuk menutup tahun dengan kesedihan dan kemarau gelar yang semakin panjang.
Emosi sederhananya, diartikan sebagai reaksi dari stimulus baik aktual maupun imajinasi yang melibatkan perubahan pada organ dan otot seseorang, sifatnya subyektif dan diungkapkan dengan perubahan wajah atau kecenderungan tindakan serta dapat menengahi atau memberikan energi pada pelaku selanjutnya. Salah satu yang acapkali mempengaruhi naik-turunnya emosi pemain, adalah atmosfer pertandingan. Atmosfer dalam setiap pertandingan akan terasa berbeda, contohnya ketika Persija Jakarta akan bertanding melawan Persib Bandung. Persija dan Persib sama-sama tim besar di kancah persepak bolaan Indonesia. Sejarah kedua tim membuat selalu ada gengsi yang muncul pada tiap kesempatan mereka bertanding. Selain itu, head-to-head kedua tim juga akan semakin menentukan atmosfir pertandingan.
Bukan hanya itu, jika melihat track record tim-tim di Indonesia, kebanyakan mereka merupakan tim yang jago kandang. Sering mendapat kemenangan ketika bermain di kandang dengan dukungan beribu-ribu suporternya, namun kalah ketika bermain di kandang lawan. Hal ini dapat disebabkan banyaknya suporter yang hadir dalam pertandingan di luar kandang, kebanyakan merupakan suporter lawan yang juga menjadi tuan rumah.
Suporter yang hadir pada setiap pertandingan di luar kandang tentu saja menjadi tekanan tersendiri, karena mereka akan memberikan sorakan-sorakan untuk mendukung tim kesayangannya agar mampu menang di kandang. Liestiadi saat masih melatih Persegres, mengatakan bahwa sorakan suporter lawan dapat membuat pemain tegang yang kemudian akan membuat mereka tertekan sepanjang pertandingan. Meningkatnya stres menghadapi pertandingan juga akan menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, mulai fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Atlet dapat menjadi tegang yang ditandai dengan denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingan, hingga kemudian sulit berkonsentrasi.
Salah satu hal yang menarik dari fenomena naik turunnya performa tim dapat dilihat dari salah satu jenis pengaturan diri, yakni regulasi emosi. Setiap pertandingan sepak bola selalu memliki tempo dan atmosfir yang berbeda-beda, bergantung pada kondisi tim yang bertanding. Hal ini juga berhubungan dengan kondisi emosi setiap pemain, bagaimana mereka mengatur emosi masing-masing dalam kondisi bertanding. Regulasi emosi mengacu pada tiap proses yang mempengaruhi awal, akhir, durasi intensitas, maupun kualitas salah satu atau lebih dari aspek respon emosional. Gross dan Thompson dalam salah satu penelitiannya menjelaskan bahwa regulasi emosi merupakan proses otomatis atau strategi yang digunakan untuk memulai, mempertahankan, memodifikasi atau menampilkan emosi.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kinerja olahraga dapat diprediksi melalui emosi, dan hal tersebut juga dipengaruhi oleh regulasi emosi. Terdapat hubungan antara regulasi diri dengan pelaksanaan keterampilan dan pengambilan keputusan saat berada di bawah tekanan yang kemudian juga mempengarui hasil kinerja dalam olahraga. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana penampilan atlet di lapangan yang sering terlihat emosional ketika mendapat kartu maupun setelah mencetak gol ke gawang lawannya. Emosi atlet akan naik turun seiring dengan tekanan dan kondisi atlet itu sendiri mengikuti alur pertandingan.
Asisten pelatih Persegres, Sasi Kirono pernah menyatakan bahwa ketegangan pemain membuat pemain terbawa alur permainan lawan, sehingga kemudian mengakibatkan sering terjadinya miskomunikasi yang berujung salah umpan dan blunder fatal yang acapkali berujung gol. Hal ini menjelaskan bagaimana emosi negatif seperti kecemasan dan kemarahan dapat mempengaruhi penampilan atlet. Miskomunikasi juga menjadi salah satu bentuk respon regulasi emosi. Emosi dan performa memiliki hubungan selaras dengan intensitas dan arah individu untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan sebuah tugas.
Catatan dari penelitian ilmiah Gross dan Thompson kemudian menjelaskan bahwa atlet cenderung akan mengatur emosinya jika mereka merasa bahwa hal tersebut dapat meningkatkan kinerja mereka. Hal ini perlu dipahami oleh atlet maupun pelatih. Banyak pelatih yang mengeluhkan pengaturan emosi pemainnya ketika berada dalam kondisi pertandingan yang bertempo tinggi. Ketika berada dalam posisi terdesak baru berusaha mengatur emosi mereka.
Ada banyak strategi psikologi yang digunakan untuk mengatur emosi atlet, di antaranya adalah relaksasi, self-talk, pengalihan perhatian. Penggunaan strategi regulasi emosi ini bergantung pada tujuan dan sasaran. Selain itu, juga ada program pelatihan manajemen stres kognitif-afektif, bermain peran dengan melihat efek pembelajaran model, teknik reframing, imagery atau visualisasi, serta storytelling atau metafor. Pengembangan strategi regulasi emosi juga dapat dilakukan dengan menggabungkan beberapa teknik yang efektif digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Adanya pelatihan regulasi emosi pada atlet dapat membantu atlet untuk lebih memahami pentingnya peranan pengaturan emosi mereka, terutama ketika bertanding, sehingga akan memberikan dampak positif pada perkembangan mereka secara individu dan tentu saja pada tim.
Sudahkah tim sepak bola lokal kesayanganmu memperhatikan dan mengajarkan manajemen emosi yang baik bagi pemain-pemainnya?
Author: Dianita Iuschinta Sepda (@siiemak)
Mahasiswi program magister psikologi di Universitas Airlangga Surabaya. Pecinta kajian psikologi olahraga dan Juventus.