Kolom Eropa

KEBANGKITAN DIEGO COSTA

Entah melalui kaki ataupun kepala, mencetak gol merupakan tugas utama seorang penyerang dalam sebuah tim sepak bola. Publik akan dengan sangat mudah memberi cap buruk kepada seorang striker apabila dirinya tidak produktif. Tak percaya? Coba tanyakan hal tersebut kepada Nicklas Bendtner.

Nama lain yang pernah didera persoalan serupa, meski tak separah Bendtner adalah penyerang naturalisasi Spanyol kelahiran Brasil yang kini membela Chelsea, Diego Costa. Diboyong The Blues dengan harga 32 juta poundsterling dari Atletico Madrid diawal musim 2014/2015, Costa secara menakjubkan langsung menjadi idola baru fans Chelsea.

Gol-gol yang diciptakannya secara signifikan membantu Chelsea yang ketika itu masih ditukangi gaffer asal Portugal, Jose Mourinho, untuk memenangkan titel Liga Primer Inggris dan Piala Liga di musim tersebut.

Namun sial, di musim berikutnya produktivitas Costa menurun drastis. Hal ini diperparah dengan gangguan cedera dan skorsing yang kerap didapatkannya. Belum lagi sederet konflik internal yang muncul akibat ulah Mourinho, yang kemudian dipecat dan digantikan Guus Hiddink, sehingga kondisi tim jauh dari kata stabil. Alhasil sepanjang musim 2015/2016 Costa hanya bisa menceploskan 12 gol di Liga Primer Inggris dan tim yang dibelanya mesti tercecer di papan tengah klasemen akhir.

Dirinya pun kerap dijadikan kambing hitam atau sasaran kritik, baik dari media maupun pendukung Chelsea, karena kehilangan taring saat berada di depan gawang lawan. Disadari atau tidak, kondisi itu mengganggu psikis seorang Costa.

Sadar bahwa Chelsea tidak dalam kondisi yang baik, manajemen The Blues pun bergerak cepat dengan mencomot Antonio Conte sebagai pelatih mereka yang baru. Kebetulan, kontrak Conte bersama tim nasional Italia berakhir setelah Piala Eropa 2016. Sosok yang satu ini juga dikenal memiliki kemampuan man management yang bagus.

Dibawah asuhan Conte, manajemen berharap jika Chelsea bisa bangkit untuk kembali bersaing di perebutan gelar juara liga. Lebih dari itu, Conte juga diharapkan sanggup membuat pemain-pemain Chelsea kembali beringas seperti saat meraih titel juara di musim 2014/2015. Salah satu nama yang diharapkan bisa “direparasi” Conte tak lain tak bukan adalah Costa.

Akan tetapi berurusan dengan Costa jelas bukan perkara mudah sebab pemain dengan wajah boros ini punya perangai yang meledak-ledak. Sang allenatore anyar jelas butuh pendekatan yang berbeda untuk menangani Costa.

Namun pelan tapi pasti, apa yang diharapkan manajemen dan fans The Blues terhadap timnya dan Costa mulai menampakkan hasil. Pasca dua kekalahan beruntun dari Arsenal dan Liverpool, Conte yang kembali ke pakem favoritnya, 3-4-3, sukses membuat Chelsea tampil superior dan sulit dikalahkan. Disisi lain, ketajaman Costa pun terkatrol dan punya andil cukup tinggi atas hasil-hasil positif yang direngkuh Chelsea.

Kemenangan 1-3 yang didapat The Blues atas Manchester City (3/12) menjadi catatan apik yang paling aktual. Prestasi ini juga memperpanjang rentetan kemenangan Chelsea menjadi delapan laga secara beruntun sehingga tim yang punya koleksi satu gelar juara Liga Champions ini duduk dengan nyaman di puncak klasemen sementara Liga Inggris.

Lebih jauh, kontribusi Costa atas performa gemilang yang ditunjukkan timnya juga amat besar. Di delapan laga tersebut, striker berusia 28 tahun ini berhasil merobek jala lawan sebanyak enam kali plus menyumbang empat assist. Total, hingga pekan ke-14 Liga Primer Inggris musim 2016/2017, Costa telah menggelontorkan 11 gol dan 5 assist sekaligus menempatkan dirinya sebagai top skorer sementara.

Maka pantas bila pendukung Chelsea kembali sumringah lantaran penyerang andalan tim kesayangan mereka kembali menampakkan kengeriannya. Meski begitu, khalayak seolah tak henti-hentinya bertanya mengenai resep rahasia yang digunakan Conte guna membuat Costa tampil lebih tajam dan juga kalem.

“Di awal musim aku berbicara langsung dengannya secara personal. Ketika itu, aku hanya memintanya untuk tampil lebih tenang di atas lapangan hijau dan menjadi dirinya sendiri yang selalu lapar akan gol. Dia tak perlu membuang-buang tenaga buat memprovokasi lawan atau memprotes wasit,” papar Conte seperti dilansir metro.co.uk.

Perlahan-lahan, Costa mulai bangkit dari keterpurukannya musim kemarin. Bila terus bisa menjaga produktivitasnya seperti saat ini dan jauh dari gangguan fisik, tak perlu heran jika Costa bakal keluar sebagai pencetak gol terbanyak Liga Primer Inggris musim 2016/2017 sekaligus membawa pulang titel juara liga ke kubu London Biru. Who knows?

#KeepTheBlueFlagFlyingHigh