Jika boleh memilih, barangkali mempunyai murid yang badung dan susah diatur jadi salah satu hal yang tak diinginkan guru manapun. Begitupun dengan pelatih-pelatih sepak bola yang mayoritas ogah mempunyai anak asuh dengan tipe serupa. Alasannya jelas, dengan perilaku seperti itu, harmonisasi dalam tim bisa saja terganggu.
Namun dalam realitanya, pesepakbola nan badung dan susah diatur tetaplah eksis di lapangan hijau. Salah satunya bernama Mario Balotelli. Sejak pertama kali mencuat bersama Internazionale Milano di tahun 2007 yang lalu, Balotelli lekat dengan predikat bad boy yang sering membuat ulah.
Tindakan indisipliner seolah jadi hal yang wajib dilakukan sosok yang identik dengan nomor punggung 45 ini. Mulai dari aksi-aksi bodoh diatas lapangan, berseteru dengan rekan setim dan staf pelatih sampai berpesta hingga larut malam. Problem-problem tersebut pada akhirnya memicu pihak klub yang memakai jasa Balotelli melayangkan sanksi demi sanksi.
Padahal, pencinta sepak bola juga tahu bahwasanya Super Mario, julukannya, punya skill dan talenta yang menawan. Dirinya bahkan digadang-gadang bisa menyamai level seorang Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi yang jadi ‘wajah’ sepak bola masa kini.
Tifosi Inter dan AC Milan jelas takkan lupa gol-gol berkelas dari kaki dan kepala Super Mario yang berhasil memenangkan tim. Begitu juga dengan fans Manchester City yang akan selalu mengenang jargon “Why Always Me” kala Balotelli melakukan selebrasi dengan membuka kaus pasca menceploskan gol ke gawang Manchester United dalam kemenangan bersejarah 6-1 di Stadion Old Trafford. Last but not least, sepasang gol Balotelli ke jala Manuel Neuer di semifinal Piala Eropa 2012 pastinya juga awet dalam memori para penikmat sepak bola.
Balotelli pernah menampilkan aksi-aksi luar biasa sebagai pesepakbola, khususnya sebagai predator ulung di kotak penalti. Sayangnya, itu semua kerap terkubur oleh tingkah negatif yang diperbuatnya. Hal ini juga yang kemudian berimbas pada kariernya. Sejak dibeli Liverpool pada musim panas 2014 yang lalu, performa Balotelli menukik drastis. Dua pelatih yang hadir semasa ia merumput di Stadion Anfield, Brendan Rodgers dan Juergen Klopp juga kurang menyukainya.
Saat Milan membawanya kembali dari tanah Inggris ke Stadion Giuseppe Meazza lewat status pinjaman pada 2015 kemarin, Balotelli juga gagal mengepakkan sayapnya lagi. Orang-orang pun mulai menjustifikasi kalau Balotelli sudah habis dan kariernya berada di ujung tanduk.
Melihat kegaduhan-kegaduhan yang pernah dibuatnya, banyak kalangan yang pasti merasa geram. Akan tetapi dengan segala potensi yang dimilikinya, pensiun dini jelas sebuah hal yang juga tak serta merta diinginkan publik.
Dan diawal musim 2016/2017, klub kecil dari semenanjung selatan Prancis, OGC Nice, secara mengejutkan merekrut Super Mario dengan status bebas transfer usai kontraknya. Tim berjuluk Les Aiglons ini memberinya kontrak berdurasi semusim, tentunya dengan harapan sang striker bakal merekah lagi. Di sisi lain, publik merasa jika Nice sedang berjudi.
Skeptisme yang merebak usai kedatangan Balotelli pelan-pelan justru berubah jadi pujian. Pasalnya penampilan Super Mario bersama tim besutan Lucien Favre itu malah memikat perhatian. Dari dua kesempatan yang diperolehnya untuk berlaga diatas lapangan, Balotelli sukses mengemas empat gol. Gol-gol yang diciptakannya juga berperan penting terhadap kemenangan yang diperoleh Nice atas Olympique Marseille dan AS Monaco.
Bahkan, Nice yang notabene bukan kekuatan tradisional di Ligue 1 Prancis kini sedang asik duduk di puncak klasemen sementara usai mengoleksi empat kemenangan dan sepasang hasil imbang dari enam laga. Empat belas angka yang dipunyai Balotelli cs. berselisih sebiji dengan perolehan sang juara bertahan, Paris Saint-Germain, yang menguntit di peringkat kedua.
Meski begitu, saya meyakini jika ada beberapa pertanyaan yang beranak pinak di kepala para pencinta sepak bola. Khususnya perihal Balotelli yang memang begitu fenomenal sekaligus kontroversial.
Apakah Super Mario bisa menjaga performa apiknya diatas lapangan? Dan apakah kebadungannya takkan muncul lagi?
Barangkali hanya Balotelli sendiri yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tapi yang pasti, bila penyerang berumur 26 tahun itu dapat memberi impresi positif dari sekian tanda tanya yang mengarah padanya, jangan heran jika Nice dapat berbuat sesuatu di Ligue 1 musim ini.
Ihwal kembalinya Super Mario mengenakan seragam Gli Azzurri yang kini ditukangi Giampiero Ventura juga tidak mustahil. Mengingat dalam waktu dekat Italia akan kembali berjibaku dalam lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2018.
Segera tentukan nasibmu sendiri, Super Mario!