Eropa Prancis

Laurent Blanc, Presiden di Dalam dan Luar Lapangan

Dalam satu tim, sangat penting untuk memiliki satu orang pemimpin yang punya nilai-nilai dasar kepemimpinan. Dalam sepak bola, atribut inilah yang harus dimiliki seorang kapten, yang menjadi pemimpin tim di lapangan. Bagi pemain yang ditunjuk sebagai kapten, memiliki sifat kepemimpinan adalah hal yang paling esensial, meskipun skill di atas lapangan tak boleh dipinggirkan mengingat pemimpin yang baik adalah yang bisa memberikan contoh yang baik.

Ada beberapa contoh kapten sekaligus pemimpin yang hebat di sepak bola, mulai dari Paolo Maldini, Carles Puyol, Steven Gerrard, dan tentunya, Laurent Blanc. Terkhusus nama terakhir, ia membuktikan bahwa ia tak hanya menjadi sosok pemimpin saat masih menjadi pemain, namun kala menjadi manajer, kepemimpinannya tak memudar sedikitpun. Julukan Le President pun melekat ke pemain bertahan tangguh ini berkat kepemimpinannya.

Blanc mengawali kariernya bersama klub Prancis yang pernah menjadi juara Ligue 1 di musim 2011/2012, Montpellier. Tergabung bersama tim junior Montpellier sejak 1981, Blanc akhirnya berhasil menembus tim utama dua tahun kemudian. Menariknya, Blanc mengawali kariernya sebagai seorang gelandang serang, namun, selang beberapa tahun, ia akhirnya mematenkan posisisnya sebagai bek tengah karena ia terlalu lambat untuk menjadi gelandang serang, dan posturnya yang besar dan menjulang terbukti menguntungkan apabila ia berperan sebagai pemain bertahan.

Pemain yang terkenal dengan perannya sebagai seorang sweeper ini bertahan selama sepuluh tahun di Montpellier, sebelum akhirnya mencoba peruntungan di klub raksasa Italia, Napoli, pada tahun 1991. Sayang, kariernya di kota Naples tak berjalan lancar karena Sang Presiden tak merasa kerasan di kota tersebut. Akhirnya, ia kembali pulang ke Prancis setelah hanya satu musim di Napoli, dan bergabung bersama Nimes.

Revelasi Blanc untuk yang pertama kalinya dimulai setelah ia tampil cemerlang bersama Nimes. Tampil cemerlang di musim 1992/1993, ia direkrut oleh klub yang lebih besar, Saint-Ettiene. Dua tahun bersama rival berat Olympique Lyon tersebut, performa Blanc mampu memikat manajer legendaris, Guy Roux, di Auxerre. Auxerre yang kala itu merupakan tim kuat di Ligue 1, terbantu dengan kehadiran Blanc, dan berhasil meraih gelar liga di musim 1995/1996. Kegemilangan Blanc bersama Auxerre ketika menjadi juara itu menarik minat Manchester United (MU) dan Barcelona, namun sang libero memantapkan hati untuk pindah ke Catalonia di musim berikutnya.

Disinyalir, Johann Cruyff, yang kala itu menjabat sebagai manajer Blaugrana yang menjadi faktor utama Blanc memilih Barcelona ketimbang MU. Meskipun begitu, keputusan yang diambil ini terbukti tak menyenangkan bagi Blanc karena ketika ia tiba di Camp Nou, Cruyff diturunkan dari jabatannya oleh manajemen Barca.

Oleh karena itu, waktunya di Catalonia berlangsung kurang memuaskan. Beberapa kali ia didera cedera, hingga akhirnya harus tersingkir dari tim utama. Blanc pun hanya bertahan selama satu musim di Barcelona, dan ia pun kembali pulang ke Prancis.

Di musim 1997/1998, Blanc direkrut oleh Marseille, yang saat itu tengah terpuruk. Saat itu, kepemimpinan Blanc benar-benar pada puncaknya, dan julukan Le President melekat kepadanya. Ia berhasil mencetak 11 gol di musim itu, dan membawa Marseille setidaknya finis di posisi empat.

Musim berikutnya, Blanc berhasil membawa Marseille tampil lebih impresif lagi, meski secara spektakuler, harus mengakhiri musim tanpa gelar hanya karena kalah satu poin dengan Bordeaux di League 1 dan kaah di final Piala UEFA oleh Parma. Namun, sekali lagi, performa gemilang bek timnas Prancis ini membuatnya diminati klub besar Eropa.

Beruntung bagi Internazionale Milano, klub Italia tersebut yang menjadi pelabuhan Blanc selanjutnya. Blanc tampil cukup solid bersama Inter, namun ia hanya bertahan semusim setelah akhirnya berlabuh ke MU, yang tetap menjadi pengagum setianya. Blanc mengalami awal yang buruk bersama Setan Merah, namun akhirnya berhasil membuktikan diri menjadi bagian integral dari skuat Sir Alex hingga akhirnya pensiun di tahun 2003.

Sebagai pemain, karier Blanc terhitung sangat sukses. Ia berhasil menjuarai berbagai trofi, baik di level klub atau pun tim nasional. Bersama timnas Prancis, ia berhasil menjadi juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000. Kepemimpinannya menjadi salah satu faktornya, mengingat hampir di semua klub yang ia bela, termasuk timnas Prancis, ia pernah didapuk menjadi kapten. Namun, kiprahnya sebagai manajer tak kalah mengagumkan.

Blanc mengawali karier manajerialnya bersama Girondins Bordeaux di tahun 2007, dan berhasil menciptakan kejutan bersama kota pelabuhan tersebut. Di musim 2008/2009, Bordeaux berhasil menjadi juara Ligue 1 di bawah asuhan manajer anyarnya, dan menciptakan rekor kemenangan beruntun di Ligue 1 sebanyak 11 kali di 11 laga mereka.

Bermodalkan pemain-pemain muda seperti Yoann Gourcuff, Marouane Chamakh, dan Yoann Gouffran, Bordeaux berhasil mematahkan perlawanan Marseille dan Lyon di liga. Di musim berikutnya, Blanc berhasil membawa klubnya menjadi juara grup di Liga Champions, meskipun grup tersebut dihuni oleh klub-klub raksasa seperti Bayern München dan Juventus.

Baca juga: Yoann Gourcuff, Suksesor Zinedine Zidane yang Mengecewakan

Ia pun melanjutkan kariernya bersama timnas Prancis, karier yang terhitung biasa-biasa saja, sebelum akhirnya berlabuh ke Paris Saint-Germain. Tiga gelar Ligue 1 ia persembahkan, namun kegagalan di Liga Champions membuatnya dipecat, dan kini ia tengah menganggur, meskipun rumor berbicara bahwa ia akan menjadi penerus Bruce Arena sebagai manajer timnas Amerika Serikat.

Blanc yang kala itu digantikan oleh Unai Emery sempat menyatakan bahwa pemecatannya di awal musim2016/2017 terhitung brutal. Beberapa pundit juga menyatakan bahwa Blanc seharusnya tak diberhentikan. Benar saja, musim lalu PSG harus kalah dari Monaco dalam perebutan juara liga, dan kembali gagal di Liga Champions.

Padahal, ketegasan Blanc mungkin sangat cocok bagi skuat PSG saat ini, mengingat bagaimana ia mampu bersikap pada pemain bermasalah. Saat itu, Serge Aurier berbicara buruk mengenai klub dan manajernya, namun karena ketegasan Blanc, Aurier kembali jinak dan meminta maaf ke publik, serta memperbaiki performanya.

Blanc menjadi contoh bagaimana cara menjadi pemimpin yang mampu menginspirasi rekan-rekan maupun anak buahnya. Inilah yang menjadikannya seorang presiden, tak hanya di dalam lapangan tapi juga di luar lapangan.

Happy birthday, Laurent Blanc!

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket