Nasional Bola

Rumor Pemecatan Indra Sjafri dan Sesat Pikir PSSI tentang Sepak Bola Usia Muda

Timnas Indonesia U-19 tengah mengalami hari yang buruk usai kegagalan yang cukup memalukan di ajang kualifikasi Piala Asia U-19 yang diadakan di Korea Selatan (Korsel). Tergabung bersama Brunei Darussalam, Timor Leste, tuan rumah Korsel, dan tetangga sekaligus rival abadi, Malaysia, Garuda Nusantara hanya mampu finis ketiga di bawah dua negara yang terakhir disebutkan.

Melawan Korsel yang bertindak sebagai tuan rumah serta memiliki kualitas yang memang di atas timnas kita memang tidak mudah, namun kalah melawan Malaysia dengan skor mencolok 4-1 adalah persoalan lain. Tabu bagi Indonesia, di ajang apapun terlebih sepak bola, kalah apalagi dengan perbedaan yang cukup besar oleh tetangga sebelah kita.

Meskipun ajang kualifikasi ini tidak penting karena Garuda Nusantara sudah pasti akan berkompetisi di putaran final sebab berstatus sebagai tuan rumah, kegagalan di babak kualifikasi ini sempat menghembuskan isu bahwa coach Indra Sjafri akan dipecat.

Rumor ini beredar menyusul hasil rapat Executive Committee (Exco) PSSI hari Kamis (09/11) lalu. Dilansir dari IndoSport, salah seorang sumber menyatakan bahwa apabila sang pelatih gagal dan dibiarkan, akan ada preseden buruk. Selain itu, sumber tersebut menambahkan bahwa langkah tegas ini harus diambil demi mengingatkan bahwa pelatih yang menangani timnas apapun level umurnya harus lebih serius lagi. Apabila tak terjadi pemecatan, kemungkinan kontrak coach Indra yang akan habis bulan Desember nanti tidak akan diperpanjang.

Apabila benar ini alasan mengapa Indra Sjafri posisinya tengah dirisak, tentu saja alasan ini adalah hasil sesat pikir dari PSSI. Sepak bola level junior tidak seharusnya berorientasi terhadap hasil akhir. Yang terpenting dalam sepak bola di bawah level senior adalah persoalan perkembangan masing-masing pemainnya, mulai dari teknik, taktik, dan tentunya mental.

Hal ini disampaikan langsung oleh pelatih timnas Brasil U-17, Carlos Amadeu. Sebagai negara yang sangat sukses sepak bolanya, patut juga kita berkaca kepada Brasil, yang kondisi negaranya, baik secara ekonomi maupun politik, sebenarnya tak berbeda jauh dengan Indonesia. Meskipun begitu, pola pikir mereka yang menyatakan bahwa sepak bola usia muda tak seharusnya memikirkan hasil adalah hal yang patut kita tiru.

Amadeu yang berhasil mengepalai Brasil U-17 menjadi juara di Amerika Selatan berkata kepada GOAL bahwa yang terpenting bagi anak-anak muda Selecao adalah mempelajar dan memahami filosofi dasar sepak bola Brasil, dan menjadi juara hanya sekadar bonus.

“Saya percaya bahwa seorang pelatih tim usia muda harus memastikan bahwa memenangkan kompetisi bukanlah tujuan utamanya, melainkan mengembangkan pemain-pemainnya agar siap bermain di level senior.”

“Saya ingat dalam sebuah turnamen di Jerman ketika saya membawa Vitoria bertemu Barcelona U-20 di babak semifinal. Setelah laga ia berkata bahwa ia senang melihat permainannya meskipun mereka kalah, bahwa hasil yang ia capai tidak penting karena anak asuhnya bermain sesuai filosofi sepak bola mereka.”

Poinnya adalah, sepak bola level junior harus berfokus pada pengembangan pemainnya untuk siap menuju level senior. Menyoal filosofi, sulit rasanya mengatakan filosofi seperti apa yang sepak bola Indonesia jadikan fondasi, namun, menyangkut pengembangan pemain muda, rasanya Indra Sjafri adalah salah satu yang terbaik.

Coba tengok hasil jebolan timnas U-19 empat tahun lalu hasi asuhannya, hampir semua menjadi tumpuan di klub maupun di level yang lebih senior. Ada nama Evan Dimas Darmono, yang merupakan playmaker terbaik Indonesia saat ini. Selain itu, masih ada Hansamu Yama Pranata yang tampil apik di Piala AFF 2016 lalu, ada Hargianto yang merupakan salah satu holding midfielder muda terbaik, lalu ada Putu Gede Juni Antara, Septian David Maulana, dan masih banyak lagi.

Untuk masa sekarang, coach Indra berhasil menelurkan bakat-bakat seperti Rafli Mursalim, Witan Sulaeman, Saddil Ramdani, Rachmat Irianto, dan tentunya, Egy Maulana Vikri yang kemungkinan besar akan segera bergabung bersama klub Eropa.

Berdasarkan indikator kesuksesan yang diungkapkan Amadeu, Indra Sjafri tentu berhasil karena ia mampu menghasilkan pemain yang secara kualitas mampu bermain bagi timnas senior Indonesia.

Di lain pihak, ada bahaya yang mengintai jika sepak bola usia muda berorientasi terhadap trofi, menurut tulisan di sini. Menurut tulisan yang dipublikasikan di Yahoo Sports tersebut, menyatakan bahwa tak ada jaminan kesuksesan di level junior berarti kesuksesan di level senior.

Berkaca kepada apa yang terjadi pada Nigeria, yang menjadi peraih gelar juara terbanyak Piala Dunia U-17, namun sering kali gagal di level senior. Berfokus kepada hasil akhir akan membebankan mental pemain muda terlalu berat, serta mengacaukan pengembangan aspek lainnya seperti fisik dan teknik. Mengenai masalah ini, Indra Sjafri pernah menyatakan bahwa ia tak akan pernah puas meski sudah meraih trofi, karena yang terpenting baginya adalah perkembangan pemain asuhannya. Mentalitas seperti itulah yang dibutuhkan oleh pelatih usia muda sepak bola.

Indra Sjafri memang bukan tanpa cela. Menurut beberapa orang, termasuk manajer Pusamania Borneo, Iwan Setiawan, coach Indra tidak memiliki dasar taktik yang mumpuni. Ia tak mampu mengatur tempo permainannya dan terlalu mengandalkan aspek fisik di lapangan. Tak hanya itu, ia juga kerap kali kurang adaptif apabila skemanya sudah menemui jalan buntu.

Untungnya, menurut pengakuan coach Indra, beliau masih akan menjadi manajer timnas U-19 setidaknya hingga kontraknya usai. Ia menyatakan bahwa isu yang beredar sekarang ini hanya sekadar gosip, dan masa depannya bukan ia yang menentukan. Meskipun begitu, apabila memang benar, tak pantas rasanya Indra Sjafri kembali dipecat oleh PSSI.

Ini menunjukkan bahwa sesat pikir mengenai sepak bola U-19 masih ada, dan apabila pola pikir seperti ini masih berlanjut, jangan harap Indonesia mampu melangkah lebih jauh lagi di level sepak bola dunia.

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket