Kolom

Sudah Waktunya Memanggil Egy Maulana Vikri ke Tim Nasional Senior

Usai bersinar terang di Turnamen Toulon, berlanjut dengan merengkuh gelar top skor di Piala AFF U-19 tahun 2017, hingga akhirnya, bersiap go international menyusul karier Agnez Mo, Egy Maulana Vikri tak henti menuai sensasi.

Sekuat apapun media berusaha ‘menjaga’ harapan untuk pemuda kelahiran Medan ini, Egy selalu menemukan cara untuk menarik perhatian lebih. Terbaru, SL Benfica, tim papan atas Portugal, mengirimkan surat resmi untuk mengundang sang wonderboy guna melakoni seleksi.

Sudah bersinar terang bersama Timnas U-19 di usia yang masih 17 tahun, ada banyak puja-puji yang kemudian mengiringi karier Egy di usia yang masih sangat muda. Pemilik nomor punggung 10 di timnas Garuda Nusantara ini juga tengah mempertimbangkan jejak karier selanjutnya di luar Indonesia dan bermimpi memulai karier di Eropa.

Walau tak banyak yang mulai mengulas kemungkinan ini, saya akan mencoba memulai wacana: Bagaimana jika Egy, pemain kidal sensasional itu, mulai dilibatkan secara perlahan di tim nasional senior Indonesia?

Egy Maulana Vikri
Kredit: Instagram Egy Maulana Vikri

Dari Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, hingga Neymar dan Kylian Mbappe

Bagi saya, pemanggilan anak-anak muda di timnas senior terlalu sering diliputi ketakutan tertentu seperti, “Bagaimana jika ia akan menjadi The Next Syamsir Alam?”

Wacana ini juga yang kemudian membuat Evan Dimas Darmono, sedikit ‘terlambat’ kala dipanggil ke tim senior Indonesia. Evan, wonderboy asal Surabaya itu, mengecap debut di timnas pada 2014 atau ketika usianya 19 tahun. Padahal, eks kapten Timnas U-19 ini memiliki karier junior yang sangat mengilap bahkan di usianya yang belum genap 18 tahun.

Tapi dari Evan juga, kita sebaiknya punya harapan baru, bahwa Egy, dengan bakat dan talenta besarnya, tentu tak akan mengikuti jejak Syamsir Alam atau beberapa pemain muda yang gagal mekar sempurna di Indonesia. Evan, yang juga masuk dalam skuat Piala AFF 2016 itu, semakin matang ketika bermain di tim SEA Games U-22 di Malaysia beberapa bulan lalu. Bahkan, tahun depan, bukan tidak mungkin Evan-lah yang akan menjadi tulang punggung utama timnas di Piala AFF 2018 dan Asian Games pada tahun yang sama.

Apakah itu semua terkesan memberi harapan yang terlampau tinggi bagi pemain muda?

Wacana ini tentu tidak bisa seratus persen dijawab ‘ya’ atau ‘tidak’. Tapi, sikap berhati-hati berlebihan kita terhadap bibit-bibit pemain muda, acapkali membuat mereka tak berkembang dengan baik. Saya punya sedikit solusi, bagaimana jika wacana melibatkan Egy ke timnas senior, kita pandang sebagai upaya positif baginya untuk perlahan mencecap pengalaman bermain dengan pemain-pemain yang jauh lebih tua darinya dan sudah berkarier di level profesional?

Baca juga: Apakah Daftar ‘Guardian Next Generation’ Jaminan Sukses Egy

Untuk memperkuat argumen di atas, saya coba mengambil contoh dari beberapa bintang sepak bola dunia yang sudah dipanggil ke timnas senior di usia muda. Kita mulai dari Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, dua pionir sepak bola dunia saat ini.

Ronaldo, memulai debut di tim senior Portugal pada 2003 atau saat usianya 18 tahun. Setahun berselang, di usia yang masih 19 tahun, Ronaldo, yang sudah pindah ke Manchester United, masuk dalam skuat Portugal, yang masih diperkuat Luis Figo dan Manuel Rui Costa, saat berlaga di Piala Eropa 2004 di rumah sendiri. Walau gagal secara menyakitkan di partai puncak, di mana Ronaldo muda juga main di partai final itu, nyatanya, ia berkembang pesat menjadi salah satu legenda hidup olahraga populer ini. Bahkan, 12 tahun berselang, saat usianya sudah 31 tahun, ayah angkat Martunis ini memenangkan Piala Eropa perdananya di tanah Prancis.

Lain Ronaldo, lain pula Lionel Messi. Memulai debut di timnas senior pada usia 18 tahun, La Pulga justru mendapati dirinya menerima kartu merah. Si Kutu, memasuki kamar ganti dengan tersedu-sedu, ujar pelatihnya kala itu, Jose Pekerman. Tapi Pekerman juga, yang keukeuh memanggil Messi ke dalam skuatnya di Piala Dunia 2006 Jerman, saat usianya masih 19 tahun!

Hebatnya, ia beruntung bisa merasakan sensasi bermain dengan nama-nama hebat seperti Hernan Crespo, Juan Roman Riquelme, Esteban Cambiasso, hingga bek legendaris, Roberto Ayala. Jalan karier Messi kemudian berlanjut seperti yang kita tahu sampai sekarang, walau hingga detik ini, prestasi terbaiknya bersama timnas baru medali emas Olimpiade Beijing 2008, di mana ia masih satu tim dengan sang legenda, Riquelme.

Sampai di sini, apakah Anda merasa dua contoh pemain hebat tersebut terasa cukup klise? Kalau ya, sebaiknya saya ambil contoh pemain yang masih sedikit lebih muda lagi, Neymar Junior dan Kylian Mbappe.

Neymar, sang pemain termahal dunia tersebut, memulai karier di timnas senior Brasil pada usia 18 tahun. Ia sempat membuat geger publik ketika petisi yang memuat 14 ribu tanda tangan warga Brasil dan meminta Neymar dimasukkan ke skuat Piala Dunia 2010, ditolak mentah-mentah oleh Dunga, pelatih timnas kala itu.

Tapi, pesona sang bintang muda kala itu memang terlalu terang. Di tahun yang sama, 2010, Neymar kemudian meraih debut perdananya di asuhan pelatih baru, Mano Menezes. Keterlibatan Neymar di timnas senior pada usia muda yang membuat dalam tujuh tahun saja, caps-nya sudah berada di angka 77 dengan catatan gol mencapai 52 buah saat usianya baru menginjak 25 tahun.

Beralih dari Neymar, kita lanjut ke Kylian Mbappe Lottin, pemain termahal dunia nomor dua sekaligus rekan Neymar di Paris Saint-Germain. Memulai debut profesional di AS Monaco pada musim 2015/2016, sinar Mbappe bersinar terang ketika Monaco menjalani musim terbaik mereka di tahun 2016/2017. Gelontoran golnya di usia muda dan keterlibatan penuh di tim senior Monaco asuhan Leonardo Jardim, membuat Mbappe dilirik Didier Deschamps untuk debut di tim senior pada Maret 2017.

Dengan performanya yang masih stabil di Paris dan posisinya sebagai wonderkid terbaik dunia tahun 2017, jalan Mbappe untuk menyegel satu tempat di skuat Les Bleus untuk Piala Dunia 2018 terasa lapang.

Sampai di sini, Anda sudah bisa memahami kenapa saya mengapungkan wacana pemanggilan Egy ke timnas senior Indonesia?

Indonesia U-19

Egy sangat layak dicoba di timnas senior

Dengan mulai menuanya Boaz Solossa, pemain gelandang bertipe menyerang seperti Irfan Bachdim dan Stefano Lilipaly, tentunya akan menjadi tumpuan baru di lini serang. Yang menjadi soal, siapa penopang dari duo pemain blasteran Belanda-Indonesia tersebut?

Dari skuat SEA Games 2017 lalu, ada nama Febri Hariyadi dan Septian David Maulana yang namanya sudah dipanggil ke tim senior oleh Luis Milla, bersama Hansamu Yama Pranata, Rezaldi Hehanussa, dan tentu saja, Evan Dimas. Ditambah Egy, yang masih 17 tahun, lini penyerangan timnas akan terasa penuh talenta dan pastinya, sedap dipandang. Ditambah lagi, Luis Milla punya penanganan pemain yang cukup baik dan profesional, sama seperti yang ditunjukkan Alfred Riedl saat menangani Evan Dimas di Piala AFF 2016 lalu.

Memang, masih ada nama semisal Ilham Udin Armayn yang bersinar bersama Bhayangkara FC musim ini, atau Andik Vermansyah, yang masih stabil performanya bersama Selangor. Tapi, itu justru alasan yang paling pas untuk memanggil Egy ke timnas senior.

Dengan bercokolnya dua nama yang terhitung seniornya tersebut, Egy tak akan memiliki beban besar untuk tampil dengan ekspektasi lebih. Ia bisa dilibatkan secara bertahap, bergantian dengan Andik, misalnya, untuk pelan-pelan mengasah mental bertandingnya di tim senior.

Sebagai penutup, dengan segala bakat dan sinarnya yang berkilau sangat terang di tahun 2017 ini, sudah saatnya mencoba Egy Maulana Vikri di tim senior. Kita perlu bersikap lebih permisif soal pemain muda di Indonesia, sebab tak ada yang tabu dengan memainkan pemain berusia belasan tahun di tim senior, dan dunia, sudah memberikan banyak contohnya.

Isidorus Rio Turangga – Editor Football Tribe Indonesia