Eropa Inggris

Mesut Özil, Kemewahan yang Sering Terlupakan oleh Arsenal

Arsenal adalah tim yang (sempat) terkenal dengan permainan sepak bola yang memanjakan mata sejak ditangani oleh Arsene Wenger. Membangun serangan dengan cantik melalui kaki ke kaki, permainan Arsenal ini dikenal dengan nama Wengerball. Untuk memaksimalkan skemanya tersebut, Wenger tentu membutuhkan pemain-pemain yang lihai bermain cantik, lebih mengedepankan nilai-nilai estetis ketimbang determinasi.

The Gunners sempat memiliki nama-nama seperti Dennis Bergkamp, Robert Pires, Thierry Henry, Cesc Fabregas, hingga Samir Nasri yang memang terkenal pandai dalam mengolah bola dan cocok dengan taktik Wenger. Hebatnya, pelatih asal Prancis tersebut tak pernah menggelontorkan uang banyak untuk menebus pemain-pemain mewah tersebut. Bahkan, beberapa dikembangkan sendiri oleh Wenger hingga menjadi pemain bertaraf dunia.

Sayangnya, pemain-pemain tersebut harus hengkang. Bergkamp, Pires, dan Henry mungkin sudah menua saat meninggalkan Arsenal dan pensiun, namun Fabregas dan Nasri yang didapuk menjadi penerus, pindah setelah melihat rumput tetangga yang lebih segar di tahun 2011. Sejak saat itu, Arsenal kekurangan pemain yang tergolong estetik dan mewah.

Hingga di tahun 2013, tepat saat tenggat waktu bursa transfer musim panas berakhir, Wenger memutuskan untuk merogoh kocek lebih dalam. Nama Mesut Özil yang ternama sebagai playmaker terbaik di dunia ia datangkan dari klub yang juga dapat dikatakan terbaik di dunia, Real Madrid.

Saat itu, Özil didatangkan dengan biaya sebesar 42,5 juta paun, dan saat itu menjadi pemain termahal yang didatangkan oleh Arsenal sepanjang sejarah. Pembelian Özil ini terhitung mengejutkan, mengingat rumor Özil baru menghangat beberapa hari sebelum transfer direalisasikan, meskipun Wenger memang sudah tertarik pada gelandang Jerman ini saat ia masih berada di Werder Bremen.

Selain itu, akuisisi Özil juga terlihat berlawanan dengan filosofi yang dianut Wenger, mengingat manajer berusia 67 tahun ini terhitung pelit untuk membelanjakan pemain, dan lebih memilih untuk membeli pesepak bola yang profilnya bukan seorang megabintang.

Özil sendiri langsung membuktikan kelasnya. Pria yang memiliki darah Turki ini langsung memberikan asis, hal yang memang selalu diharapkan darinya, di debutnya kala menghadapi Sunderland. Uniknya, asis yang Özil berikan terjadi di menit 11, sama dengan nomor punggung yang ia kenakan di Arsenal.

Menciptakan impresi bagus di pertandingan pertamanya, wajar apabila para Gooners, sebutan bagi pendukung Arsenal, berharap banyak kepada mantan pemain Schalke O4 ini. Musim pertamanya pun berakhir dengan gemilang, setelah ia berhasil berkontribusi dalam berakhirnya puasa gelar Arsenal selama sembilan tahun setelah menjuarai Piala FA di akhir musim dengan mengalahkan Hull City.

Meskipun sempat tersendat di pertengahan akhir musim, Özil berhasil mengakhiri tahun debutnya di Arsenal dengan menciptakan 13 asis dan 7 gol dari 40 pertandingan yang ia jalani.

Sayangnya, di musim-musim berikutnya, Özil seolah tidak mampu mengulangi performa bagusnya di musim pertamanya. Kritikan-kritikan pun datang kepadanya, tidak hanya dari para pendukung, melainkan juga dari mantan pemain Arsenal yang kini menjabat sebagai komentator sepak bola.

Sebut saja kritikan yang datang dari Paul Merson, yang menyebutkan Özil adalah pemain malas. Memang, Özil tentu layak mendapatkan sebagian dari kritik-kritik tersebut. Di beberapa laga, terlihat pemain yang sering dipanggil Nemo akibat matanya ini, terlihat malas mengejar bola, dan kehilangan bola terlalu mudah tanpa ada determinasi untuk mengambilnya kembali.

Selain itu, ia juga beberapa kali salah umpan. Meskipun begitu, pada kenyataannya, Özil adalah pekerja keras di lapangan. Musim lalu, ia tercatat berlari sebanyak 9,86 kilometer per laga, jauh dari kata malas. Tak hanya itu, Özil juga rajin menciptakan peluang bagi rekan-rekannya.

Ia beberapa kali menciptakan rekor dalam urusan menciptakan peluang saat bermain bagi Arsenal. Dalam laga melawan Sunderland musim lalu, Özil berhasil menciptakan 12 kesempatan di satu laga, menciptakan rekor terbaru sepanjang sejarah Liga Primer Inggris. Tak hanya itu, di musim 2015/2016, pemain berusia 28 tahun ini berhasil menciptakan 137 peluang dalam satu musim, terbanyak di Liga Primer Inggris sejak tahun 2003/2004. Catatan-catatan ini hanya sebagian yang mengindikasikan bahwa Özil adalah pemain yang tak seperti dikatakan orang.

Lalu, apa yang salah?

Saat di Madrid, Özil dikelilingi oleh pemain-pemain yang memiliki ketajaman luar biasa di depan gawang, seperti Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema. Sementara, Arsenal tidak benar-benar memiliki seorang finisher mematikan di depan gawang selain Olivier Giroud (dan musim ini mungkin akan berubah berkat kehadiran Alexandre Lacazette).

Wenger sepertinya juga tak memanfaatkan playmaker andalannya dengan maksimal, karena terlihat beberapa kali di akhir-akhir ini, peran Özil semakin terbatas. Padahal, Özil adalah pemain yang terhitung sangat mewah, sebuah harta berharga yang sangat diinginkan klub manapun di dunia ini. Jika diberi kebebasan, ia mampu melakukan hal-hal yang tidak terduga untuk membantu timnya.

Wenger sendiri baru-baru ini menyatakan bahwa Özil masih menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Namun, ia sendiri harus mencari cara bagaimana memanfaatkan kemewahan yang ia miliki dalam diri Özil.

Saat ini, Arsenal sedang dilanda situasi yang tidak mengenakkan perihal kontrak Özil (dan Alexis Sanchez). Klub asal London Utara tersebut tentu tidak ingin kehilangan kedua bintangnya secara gratis di akhir musim, namun apabila menjualnya di Januari, sulit rasanya untuk mencari pengganti dengan profil sepadan.

Namun setidaknya, hingga Januari atau di akhir musim, mari berharap Özil dapat mereplika kembali performa menawannya di musim pertamanya bersama Arsenal, sebagai hadiah terakhir yang ia tinggalkan sebelum ia benar-benar pergi.

Happy birthday, Mesut!

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket