Kolom

Sepak Bola Indonesia: 50% Rusuh, 40% Dagelan, 10% Hiburan

Dua minggu ke belakang, media ramai memberitakan cerahnya masa depan sepak bola Indonesia. Mulai dari Timnas U-16 yang mencuri perhatian lewat Sutan Zico dan kolega, Timnas U-19 yang tampil atraktif dengan poros utamanya bersama Egy Maulana Vikri, serta mekarnya banyak pemain muda yang semakin matang di Timnas U-22 kala mentas di SEA Games 2017.

Nyatanya, cerita manis di atas itu bak euforia yang lenyap dalam satu kedipan mata.

Selepas hiburan yang ditawarkan pemain-pemain muda kita dalam seragam timnas, PSSI dan PT. Liga Indonesia Baru (LIB) ‘menggebrak’ dan mengambil sorotan utama. Panggung utama yang selama ini mengarah kepada Sutan Zico, Egy Maulana hingga Rezaldi Hehanusa, diambil alih oleh pengurus sepak bola kita dalam sekejap. Luar biasa!

Untuk mengawalinya, PSSI memulai dengan dagelan utamanya dalam wujud ‘play-off khusus’ yang ‘diberikan’ untuk laga antara PSBK Blitar melawan Persewangi Banyuwangi. Latar belakang munculnya dagelan ini bisa kamu temukan di artikel kami di sini. Karena diawali dengan dagelan yang ngawur, laga ‘play-off khusus’ ini kembali berakhir dengan dagelan lain yang sialnya, tidak pernah benar-benar lucu.

Kerusuhan antar-pemain terjadi di jelang babak kedua berakhir, dan hebatnya, wasit selaku pemimpin pertandingan, meninggalkan lapangan pada menit ke-86 dan membuat laga selesai begitu saja tanpa kejelasan dan tanpa peluit panjang. Aneh, hampa, dan memalukan. Tidak ada drama, hanya rusuh. Tidak ada cerita, hanya ada baku hantam. Sepak bola macam apa ini?

Kerusuhan di laga antara Persita Tangerang kontra PSMS Medan

Seperti bangsa barbar yang tak pernah puas dengan satu tindak kekerasan, tingkah laku pra-sejarah ini dilanjutkan di akhir laga yang mempertemukan Persita dan tamunya dari Sumatera Utara, PSMS Medan, dalam lanjutan babak 16 besar.

Di laga yang berakhir untuk kemenangan PSMS, sekaligus memastikan klub kebanggaan Medan ini lolos ke babak 8 besar, terjadi kerusuhan yang melibatkan suporter kedua tim. Tepat di akhir laga, barisan suporter Persita yang kecewa dengan permainan anak asuh Bambang Nurdiansyah, turun ke lapangan lalu menghampiri para pemain untuk melancarkan protes langsung kepada pemain dan manajemen.

Sialnya, ketika turun ke lapangan, kerusuhan kemudian terjadi antara suporter tuan rumah melawan suporter tim tamu yang mayoritas adalah rombongan tentara yang datang menonton PSMS. Belum dapat dipastikan melalu sumber yang pasti, siapa yang menyulut kekerasan atau siapa yang melakukan provokasi terlebih dahulu. Tapi dilansir dari rekaman video akun @fikrilubis di Twitter, tampak banyak dari suporter PSMS yang mayoritas adalah anggota TNI, melakukan tindak barbar yang memalukan di dalam stadion.

Dalam video berdurasi 45 detik tersebut, tampak beberapa suporter berseragam tentara melakukan pelemparan batu dan tindak perusakan fasilitas di stadion. Di video lain, berdasarkan dokumentasi lainnya dari akun @dennyseft di Twitter, tampak beberapa aparat tentara yang datang mendukung PSMS, memukuli suporter tuan rumah.

Hal-hal seperti ini kembali menunjukkan wajah sebenarnya bagaimana sepak bola Indonesia dimainkan dan ketidaktegasan dari PSSI dan PT. LIB, membuat akar kekerasan suporter masih terus ada dan susah dicabut dari dalam. Ketika negara seperti Panama dan Islandia sukses merebut satu tiket otomatis lolos ke Piala Dunia, Indonesia, masih berkutat dengan hal-hal primitif seperti ini.

Saat anak-anak muda di timnas junior berjuang mati-matian menghibur rakyat dengan upaya meraih prestasi, di dalam negeri sendiri, nyatanya, beberapa pihak semakin menunjukkan bahwa kita tidak pernah beranjak maju. Kita masih di sini saja, stagnan, dan cenderung berjalan mundur ke belakang secara perlahan.

Bagaimana ini jalan keluarnya, PSSI?

Author: Isidorus Rio Turangga (@temannyagreg)
Tukang masak dan bisa sedikit baca tulis