Dunia Afrika

Mutiara Hitam Bernama George Weah

Dalam konstelasi sepak bola Afrika, nama Liberia sudah pasti tidak masuk sebagai salah satu negara kuat. Popularitas dan kualitas sepak bola di negara yang terletak di bagian barat Afrika serta memiliki ibu kota di Monrovia ini, tentu masih kalah jika dibandingkan dengan Kamerun, Mesir, Nigeria maupun Pantai Gading.

Walau tak selevel dengan kuartet raksasa tersebut, namun Liberia tetap sanggup menelurkan satu pesepak bola kelas wahid yang namanya harum di muka bumi medio 1990-an silam. Dialah George Tawlon Manneh Oppong Ousman Weah alias George Weah.

Mengawali karier di beberapa klub lokal Liberia, Weah mulai mencuri perhatian tatkala membela tim asal Kamerun, Tonnerre Yaounde, di pengujung tahun 1980-an. Bakat luar biasa Weah ditemukan oleh pelatih berkebangsaan Prancis yang hingga kini memang banyak menghabiskan kariernya di tanah Afrika, Claude Le Roy.

Pria dengan rambut pirang itulah yang lantas merekomendasikan nama Weah kepada Arsene Wenger yang menangani AS Monaco pada rentang 1987-1994. Tepat di musim panas 1988, Weah pun secara resmi berlabuh ke Les Monegasques sekaligus memperoleh kontrak pertamanya bersama klub asal Eropa.

Di bawah bimbingan Wenger, Weah berhasil memperlihatkan talenta ciamik yang dimilikinya. Pemain dengan bangun tubuh kekar ini langsung muncul sebagai andalan baru di lini depan Monaco. Selama empat musim membela tim yang bermarkas di Stadion Louis II tersebut, Weah berhasil mencetak lebih dari 30 gol. Weah juga mampu menyumbang satu trofi Piala Prancis di musim 1990/1991.

Kemampuan prima Weah itu juga yang bikin klub Prancis lain, Paris Saint-Germain (PSG), terpikat. Dana sebesar 5,85 juta euro digelontorkan demi memboyong sosok kelahiran 1 Oktober 1966 ini ke Stadion Parc des Princes. Bareng tim ibu kota tersebut, performa Weah justru semakin meningkat. Dua pelatih yang berperan besar terhadap perkembangan Weah saat itu adalah Artur Jorge dan Luis Fernandez.

Di era tersebut, Weah mendapat kesempatan untuk bermain bareng David Ginola, Paul Le Guen, dan gelandang genius asal Brasil, Rai. Lewat kolaborasi tersebut, PSG pun berhasil menggondol beberapa gelar prestisius antara lain titel Liga Prancis 1993/1994, Piala Prancis 1992/1993 dan 1994/1995 serta Piala Liga 1994/1995.

Berkat penampilan gemilang itu, manajemen klub raksasa asal Italia, AC Milan, menaruh hati kepada Weah. Pada musim panas 1995, Weah secara resmi didatangkan ke Stadion San Siro. Tak butuh waktu lama bagi sosok yang mencatat 60 caps dan 22 gol untuk tim nasional Liberia ini agar dicintai Milanisti.

Bersama Roberto Baggio, Marco Simone, dan Dejan Savicević yang menjadi andalan di barisan depan I Rossoneri, Weah langsung menghadiahi Milan dengan gelar Scudetto di musim perdananya.

Lebih hebatnya lagi, pada musim pertama membela Milan, Weah pun berhasil mencatatkan diri sebagai pemain pertama sekaligus satu-satunya pesepak bola dari Afrika yang dianugerahi gelar Ballon d’Or serta Pemain Terbaik Dunia versi FIFA di tahun yang sama. Khayalak pun menyebut Weah sebagai mutiara hitam baru yang lahir dari benua Afrika pada saat itu.

Pada musim-musim berikutnya, konsistensi Weah dalam mencetak gol pun membuat dirinya senantiasa jadi pilihan di sektor depan seiring dengan kepergian Baggio dan Savicević. Bahkan di saat I Rossoneri juga mengalami pergantian pelatih, mulai dari Fabio Capello, Oscar Tabarez, Giorgio Morini, Arrigo Sacchi, kembali ke Capello, dan Alberto Zaccheroni.

Meski Weah mendapat satu titel Scudetto lagi di musim 1998/1999, dirinya tetap gagal mengantar I Rossoneri berprestasi di kancah Eropa seperti awal periode 1990-an. Prestasi terbaik Milan di kompetisi antarklub Eropa semasa dibela Weah hanyalah perempat-final Piala UEFA 1995/1996.

Tatkala Olivier Bierhoff dan Andriy Shevchenko didatangkan oleh manajemen Milan, perlahan tapi pasti, esensi Weah di dalam tim mulai berkurang. Terlebih kedua pemain itu berusia lebih muda ketimbang Weah.

Usai berpetualang di Serie A, Weah lantas mencicipi glamornya kompetisi Liga Primer Inggris. Ada dua klub yang pernah dirinya perkuat yakni Chelsea dan Manchester City. Sayangnya, performa Weah tak begitu optimal di tanah Britania. Kepala dan kedua kakinya tak lagi produktif dalam mendulang gol.

Menyadari bila dirinya sudah tak lagi kompetitif, Weah pun memutuskan untuk ‘mudik’ ke Prancis buat bergabung dengan Olympique Marseille di musim 2000/2001. Di sana ia sanggup mencetak 5 gol dari 19 penampilan di Ligue 1.

Setelah berlaga semusim untuk tim dari wilayah selatan Prancis tersebut dan mengetahui bahwa kontraknya tidak diperpanjang, Weah kemudian terbang ke timur jauh untuk mengenakan seragam Al Jazira di Liga Uni Emirat Arab. Bersama klub yang disebut terakhir ini pula, Weah pensiun di tahun 2003 silam.

Sedikit trivia, meski lama membela Milan dan dianggap sebagai salah satu pemain legendaris I Rossoneri, Weah mengaku jika klub favoritnya di Italia adalah Juventus. Hal ini diungkapkan Weah dalam wawancaranya harian olahraga terkemuka asal Prancis, L’Equipe.

Alasan Weah mengidolakan Juventus adalah keberadaan sosok Michel Platini, pesepak bola hebat dari Prancis, yang membela klub tersebut di era 1980-an silam. “Semasa kecil, saya senang memakai kostum Juventus setiap kali bermain bola. Melihat Platini mengenakan kostum hitam-putih kepunyaan La Vecchia Signora adalah hal yang sangat menggembirakan”, paparnya.

Dirinya bahkan menyebut andai PSG tak lebih dulu meminangnya dari Monaco pada bursa transfer musim panas 1992, Weah ingin sekali memilih Juventus sebagai pelabuhan barunya untuk melanjutkan karier.

“Saya ingin sekali bermain untuk mereka. Namun sayangnya hal itu tidak pernah terwujud”.

Setelah pensiun sebagai pesepak bola, Weah lantas hijrah ke panggung politik. Dirinya bahkan pernah mencalonkan diri sebagai Presiden Liberia di tahun 2005. Namun nahas, lelaki yang sekarang genap berumur 51 tahun ini kurang mendapat kepercayaan publik pada saat itu.

Sampai akhirnya di tahun 2014 kemarin, Weah didapuk sebagai senator dari Montserrado County. Dirinya pun menjadi mantan atlet pertama dari Liberia yang berhasil memperoleh kursi legislatif.

Punya karier mengilap di dunia sepak bola sekaligus memiliki karier apik di dunia politik. Weah benar-benar seperti mutiara hitam yang berkilau dari Liberia.

Bon anniversaire!

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional