Turun Minum Serba-Serbi

Barisan Tokoh Suporter Legendaris di Liga Indonesia (Bagian 1)

Pemain ke-12 alias suporter memang tak bisa dilepaskan begitu saja dari dunia lapangan hijau. Beragam bentuk dukungan yang mereka berikan di saat tim kesayangannya bertanding menjadi bumbu tersendiri yang semakin memeriahkan olahraga sebelas lawan sebelas ini.

Di Indonesia sendiri, ada satu tradisi unik yang sudah lama dilakukan para penduduk tribun stadion, yakni bernyanyi ria meneriakkan yel-yel penyemangat di bawah arahan seorang dirigen suporter. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan tradisi ini dilakukan, tapi berkat tradisi inilah lahir para dirigen suporter legendaris yang sosoknya sangat disegani di blantika sepak bola nasional.

Berikut ini adalah lima dirigen suporter ternama di Liga Indonesia yang namanya tentu tak asing lagi di telinga kalian. Tribes juga bisa mencantumkan nama-nama lain di kolom komentar, yang nantinya akan kami sajikan di bagian kedua.

Kredit: Liputan 6

Yuli Sumpil

Namanya tak hanya terkenal di kalangan Aremania, tapi juga tersohor sampai ke seluruh negeri. Yuli Sumpil yang memiliki nama asli Yuli Sugianto (Sumpil diambil dari nama gang rumahnya), selalu setia memimpin para Aremania mendukung para pemain Singo Edan di atas lapangan, lengkap dengan ciri khasnya yakni tindik telinga, topi, kaos, dan jaket Arema.

Menjadi Aremania sejak kelas 5 SD, perjuangan Yuli untuk menjadi dirigen suporter ternama seperti saat ini menemui berbagai rintangan, salah satunya adalah dana. Ia sempat menjadi calo tiket untuk mencari uang guna menyaksikan Arema bermain di dalam stadion.

“Wilayah kekuasaan” Yuli terletak di tribun yang berada di bawah papan skor. Tak hanya sekadar memimpin sorak sorai para Aremania, Yuli Sumpil juga menciptakan sendiri yel-yel yang digunakannya. Tercatat sudah belasan chants yang telah diciptakan Yuli dan sudah bergaung di setiap pertandingan Arema, baik kandang maupun tandang.

Ayi Beutik (kanan). Kredit: Persib

Ayi Beutik

Memiliki nama asli Ayi Suparman, dirigen suporter Persib Bandung ini merupakan salah satu pendiri Viking. Kecintaannya pada Maung Bandung memang tak dapat diragukan. Usai menikah dengan Mia Dasmawati yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar, ia menamai anak pertamanya Jayalah Persibku dan anak bungsunya, Usab Perning, (bahasa slang di Bandung pada tahun 1980-an yang artinya Persib).

Uniknya, meskipun kecintaannya pada Pangeran Biru sangat mendalam, kabarnya ia tak pernah membayar tiket masuk saat menonton Persib di stadion dan lebih memilih untuk memanjat pagar stadion. Ayi memang termasuk jago dalam hal ini, karena juga memiliki keahlian panjat tebing yang didapatnya saat kuliah di ITB jurusan geodesi.

Sayangnya, Ayi kini tidak lagi memimpin para Bobotoh menyemangati penggawa Persib karena dirinya telah meninggal dunia. Kecelakaan sepeda motor di Bilangan Jalan Dago pada 24 Juli 2014 lalu atau sepekan sebelum Lebaran, membuat dirinya harus dirawat intensif karena penipisan bantalan tulang punggung. Almarhum Ayi kemudian menghembuskan napas terakhirnya pada 9 Agustus 2014 pukul 13.00 di Rumah Sakit Advent.

Kredit: Indosport

Vivi Anjani

Tak selamanya dirigen suporter harus berjenis kelamin laki-laki. Di Persis Solo, ada seorang srikandi Pasoepati yang tak hanya berdiam diri memancarkan pesonanya sebagai bidadari tribun, tapi juga terkenal dengan perannya di atas pagar pembatas. Wanita hebat itu bernama Vivi Anjani.

Dalam empat tahun terakhir, kehadiran Vivi selalu menemani para Pasoepati yang tak kenal lelah memberi dukungannya pada Laskar Sambernyawa. Tribun selatan Stadion Manahan menjadi panggungnya menyerukan yel-yel untuk mendukung Persis Solo.

Vivi mulai berkenalan dengan dunia kulit bulat sejak duduk di bangku SMP. Ia awalnya tidak diperbolehkan oleh keluarganya untuk berangkat ke stadion, tapi setelah Vivi memboyong seluruh keluarganya untuk melihat aksinya di depan puluhan ribu Pasoepati, barulah ia mendapat “restu” untuk melanjutkan rutinitasnya itu.

Kredit: Satoenyali

Andie Peci

Sejatinya, pendukung Persebaya alias Bonek tidak memiliki struktur organisasi khusus, tapi sosoknya kerap dianggap sebagai pemimpin yang menyatukan para suporter. Dengan gaya khasnya yang memakai topi serta celana jeans, Andie Peci merupakan salah satu sosok ikonik di kalangan para suporter Bajul Ijo.

Seperti dilansir dari Satoenyali, selain busana kasual yang dikenakannya, Andie Peci juga memiliki kebiasaan unik, yakni kata “gitu” yang kerap terselip dalam setiap kalimatnya saat diwawancara. Ia juga jarang tertawa, tapi bukan berarti ia jarang bersuara. Ketika berkumpul dengan Bonek Oldies, suara merdu Andie Peci seringkali menghangatkan suasana.

Meski namanya tersohor di Kota Pahlawan, penggemar berat Via Vallen dan Nella Kharisma ini ternyata baru pertama kali menginjakkan kaki di scaffolding saat memimpin koreo para Bonek di semifinal Piala Dirgantara antara Persebaya kontra Persibo Bojonegoro, awal Maret lalu.

Di sela-sela loyalitasnya mendukung Persebaya dan Internazionale Milano, pria yang merupakan penggemar berat kerupuk ini juga memiliki jiwa sosial tinggi. Salah satunya ia salurkan dengan membangun sekolah untuk balita yang berlokasi di dekat rumahnya.

Kredit: Bobotoh ID

Daeng Uki

Nama aslinya adalah Uki Nugraha, tapi di kalangan para suporter PSM Makassar ia lebih terkenal dengan nama Daeng Uki. Dengan rambut mohawk-nya yang khas, Daeng Uki bagaikan personil band rock ‘n roll yang mengomandoi para suporter Juku Eja dari atas pagar pembatas.

Ia merupakan dirigen dari Laskar Ayam Jantan (LAJ), kelompok suporter PSM yang lahir pada tahun 2010, dan kabarnya beberapa minggu yang lalu berhasil mempersatukan berbagai kelompok suporter PSM seperti LAJ, The Maczman, KVS, dan lain-lain.

Saking cintanya pada PSM, Daeng Uki bahkan sempat menetap di Surabaya, tepatnya di dekat Stadion Gelora Bung Tomo, untuk mengupayakan persatuan antara suporter PSM dan Persebaya Surabaya. Dulu, kedua kubu suporter tersebut memang sering bertikai dan tak jarang memakan korban jiwa. Namun, meskipun pengorbanannya ini dapat membuahkan hasil bagi persaudaraan kedua suporter, ada harga mahal yang harus dibayar.

Ia diceraikan istri pertamanya karena tidak setuju dengan keputusan Uki yang menetap di ibu kota Jawa Timur itu. Padahal, keduanya telah dikaruniai dua orang anak yang salah satunya bernama Jayalah PSM Reski Ilahi. Setelah perceraian itu, Uki kemudian menikah lagi, tapi berselang seminggu kemudian ia kembali diceraikan karena istri keduanya tak sanggup mengimbangi kecintaan Uki pada PSM.

Daeng Uki sendiri memang sangat memegang teguh prinsip loyalitas tanpa popularitas. Ia juga beberapa kali mengungkapkan keprihatinannya pada klub tertua di Indonesia ini, yang salah satunya menyinggung tentang pembangunan stadion baru PSM.

Dalam sebuah unggahan di Instagram, ia mengungkapkan betapa PSM sudah sangat butuh stadion baru yang lebih besar, seperti Patriot Chandrabhaga yang saat itu digunakan Persija untuk menjamu PSM.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.