Turun Minum Serba-Serbi

Mengenal Dunia Syal Sepak Bola Indonesia

Banyak cara yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk mengidentifikasikan dirinya sebagai pendukung suatu klub. Cara paling sederhana adalah dengan memakai atribut dengan warna yang sama dengan warna kostum klub yang didukung. Lebih lanjut dengan memakai jersey yang sama dengan yang dipakai para pemain.

Memasuki era teknologi informasi, cara masyarakat Indonesia mendukung klubnya mengalami perubahan. Derasnya arus informasi yang masuk ke Indonesia ikut serta membawa pengaruh cara masyarakat Eropa mendukung klub kebanggaannya. Salah satu budaya pendukung klub Eropa yang saat ini cukup populer di kalangan pendukung klub di tanah air adalah syal sepak bola.

Syal sepak bola mulai dikenal sejak awal 1900-an. Budaya memakai syal ke stadion pertama kali populer di Inggris. Inggris memiliki budaya sepak bola yang kental dan juga musim dingin yang menusuk tulang. Permaslahan datang saat kompetisi bergulir di musim dingin. Para pendukung tersebut ingin tetap mendukung klubnya sembari melawan hawa dingin yang menusuk. Maka, syal menjadi sahabat untuk menghangatkan badan.

Dari yang awalnya hanya sebagai penghangat badan, syal kemudian berevolusi menjadi identitas sebuah klub.  Pemilihan warna syal disesuaikan dengan warna identitas klub. Penambahan aksen lain seperti nama dan logo klub ke dalam syal semakin memperkaya fungsi syal. Dari yang awalnya hanya sebagai penghangat badan menjadi sebuah atribut wajib setiap kali datang ke stadion.

Jenis syal sepak bola

Secara garis besar, jenis syal sepak bola ada dua. Syal rajut dan syal printing. Sesuai dengan namanya, syal rajut dibuat dari benang yang dirajut baik secara manual maupun digital dengan mesin. Sedangkan syal printing dibuat dengan mencetak gambar atau tulisan langsung pada selembar kain yang sudah dibentuk menyerupai syal.

Dari kedua jenis syal tersebut, semuanya sama-sama bagus. Tergantung preferensi masing-masing. Namun, yang paling banyak ditemui beredar di pasaran adalah jenis syal rajut. Mulai dari pedagang atribut kualitas biasa di sekitaran stadion hingga ke official merchandise shop klub. Syal rajut dianggap lebih memiliki nilai estetika dibandingkan syal printing.

Kualitas syal rajut dinilai dari tingkat kerapatan rajutannya yang disimbolkan dengan GET. Semakin tinggi angka GET-nya, maka semakin rapat rajutannya. Semakin rapat rajutannya, semakin detail gambar atau tulisan yang ada dalam syal tersebut. Di Indonesia, syal yang cukup banyak beredar adalah syal dengan kerapatan 7 GET, 9 GET, dan 14 GET.

Jenis syal rajut dari berbagai tingkat kerapatan (dari atas ke bawah): 14 GET, 9 GET, dan 7 GET.

Perkembangan syal sepak bola di Indonesia

Seperti yang telah disebutkan di awal, Indonesia juga ikut terdampak budaya syal sepak bola. Setiap klub sepak bola profesional di Indonesia  yang memiliki basis pendukung besar, setidaknya memiliki syalnya masing-masing. Paling tidak syal kualitas 7 GET.

Secara geografis, Indonesia bukan wilayah yang cocok dengan keberadaan budaya syal. Fungsi utama syal untuk menghangatkan badan jelas tidak cocok untuk iklim Indonesia yang cenderung panas sepanjang tahun. Beberapa kawan saya dari Eropa selalu menunjukkan ekspresi keheranan saat saya ajak ke stadion menonton pertandingan. Bagi mereka, adalah hal aneh bagi orang memakai syal di siang terik sambil berteriak memberikan dukungan.

Lupakan soal syal untuk menghangatkan badan. Di Indonesia hal itu tidak akan berlaku. Fungsi syal yang utama di sini adalah murni sebagai atribut untuk menonton sepak bola. Bagi orang Eropa mungkin kebiasaan itu akan dianggap aneh. Tapi, budaya menggunakan syal di stadion telah kita serap dan bercampur dengan kearifan lokal menjadi sebuah fenomena yang selalu menarik untuk dinikmati lebih dari sepak bola itu sendiri.

Kurang lengkap rasanya jika menonton sepak bola ke stadion tanpa membawa syal. Jika jersey adalah identitas sebuah klub sepak bola, maka syal adalah identitas bagi pendukungnya. Sama seperti pemain yang kerap bertukar jersey seusai pertandingan, beberapa pendukung juga kerap saling bertukar syal dengan pendukung yang sedang away ke kandang mereka.

Di saat sepak bola kerap kali menjadi ajang permusuhan, syal hadir hadir sebagai jembatan perdamaian. Seiring semakin banyaknya orang yang antusias dengan syal, lahirlah komunitas kolektor syal di Indonesia yang meniadakan permusuhan di dalamnya. Adalah Indonesia Football Scarves Collectors yang sukses mempertemukan berbagai macam kelompok suporter, bahkan kelompok suporter yang kerap bermusuhan, dalam satu meja. Duduk bersama meniadakan rivalitas dan melupakan permusuhan.

Salah satu kegiatan kopdar Indonesia Football Scarves Collectors bersama anak-anak SSB Petrokimia

Komunitas ini sudah berdiri sejak tahun 2012 dan sudah memiliki ribuan anggota yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dalam komunitas ini, syal sudah tidak dianggap sebagai atribut klub semata. Syal telah menjadi bentuk representasi kecintaan mereka kepada sepak bola Indonesia. Perbedaan klub kebanggaan ditiadakan, persatuan yang lebih diutamakan.

Jadi, jika Anda sudah muak dengan perpecahan suporter di tanah air, mungkin Anda bisa mulai mengoleksi syal dan bergabung dengan komunitas ini. Salam racun berajut menyatukan kita.

Author: Arif Dimas (@esoensamid)