Eropa Jerman

Kisah Tragis Robert Enke, Kiper Jerman yang Bunuh Diri Akibat Depresi

Pada tahun 2017 ini, cukup banyak kasus bunuh diri public figure yang menghebohkan dunia, mulai dari vokalis Soundgarden, Chris Cornell, hingga vokalis Linkin Park, Chester Bennington. Namun jauh sebelum itu, sepak bola Jerman lebih dulu berduka atas kasus bunuh diri pemain mereka, Robert Enke.

Sewaktu memutuskan untuk mengakhiri nyawanya pada 10 November 2009, Enke masih berusia 32 tahun. Andai penjaga gawang tim nasional Jerman ini masih hidup, ia akan genap berusia 40 tahun pada tanggal 24 Agustus 2017. Enke yang menabrakkan dirinya ke sebuah kereta api yang sedang melaju kencang, meninggalkan seorang istri dan seorang putri.

Momen-momen kunci dalam hidup Enke itu terekam apik dalam buku biografi berjudul ‘A Life Too Short: A Tragic Story of Robert Enke’. Buku ini ditulis oleh jurnalis Jerman, Ronald Reng, dan terpilih sebagai buku olahraga terbaik pada tahun 2010 versi William Hill.

Alur di buku A Life Too Short menempatkan kisah hidup pria kelahiran Jena ini sebagai seorang individu penderita depresi berkepanjangan yang mengundang simpati. Cara bertutur Reng tak ubahnya sebuah novel sedih tentang seorang pria yang dipuja-puji publik tapi sebenarnya jauh di lubuk hati ia merasa kesepian.

Depresi berkepanjangan yang melanda hidup Enke disinyalir bermula dari hari-hari buruknya ketika memperkuat Barcelona. Klub Catalunya ini merekrutnya pada musim panas 2002, setelah tertarik melihat performa sang penjaga gawang semasa memperkuat Benfica selama tiga tahun, dari 1999 hingga 2002. Namun, ternyata keputusan pindah ke Barcelona adalah mimpi terburuk dalam kariernya.

Berdasarkan penuturan Reng, Enke gagal beradaptasi dengan gaya bermain yang pada saat itu mulai dikembangkan Barcelona, yaitu serangan yang dibangun dari kaki ke kaki dimulai dari penjaga gawang. Kebutuhan Barca terhadap sesosok portero yang lihai memainkan bola dengan kakinya tidak mereka temukan dalam diri Enke. Mantan pemain Borussia Mönchengladbach ini tak ubahnya penjaga gawang klasik Jerman yang menunggu di bawah gawang dan melakukan penyelamatan spektakuler.

Konsep sweeper-keeper sebelum kemunculan Manuel Neuer memang masih asing di Jerman dan konsep yang dikembangkan Barcelona ini membuat Enke depresi. Dipicu oleh penampilan buruknya ketika Blaugrana kalah memalukan dari Novelda di Copa del Rey dengan skor 2-3, pelatih Louis van Gaal marah besar dan memarkir Enke sebagai kiper saat itu juga sampai musim selesai. Pemain Jerman ini harus puas lebih banyak menjadi penonton ketika van Gaal lebih memilih mempromosikan anak ingusan yang akhirnya menjadi salah satu kiper terbaik Barcelona, yaitu Victor Valdes.

Enke akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran peminjaman dari Fenerbahce untuk musim keduanya. Namun ternyata di Turki keadaan tidak jauh lebih baik. Satu-satunya pertandingan yang dijalaninya bersama Fenerbahce adalah kekalahan 0-3 melawan Istanbulspor. Para pendukung Fenerbahce yang kesal melempari Enke dengan botol kosong. Kejadian ini membekas lama di benak sang pemain dan pada akhirnya menjadi pemicu depresi.

Beruntung, klub Jerman, Hannover 96, memberinya kesempatan untuk memulihkan karier. Enke pun kembali ke Jerman pada tahun 2004, tepat setelah menjalani masa peminjaman di klub kecil, Tenerife. Seolah tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan, sang penjaga gawang menunjukkan performa gemilang yang membuatnya menjadi kiper utama Hannover selama lima musim berturut-turut.

Berbagai kalangan sudah memprediksi bahwa Enke akan menjadi kiper utama Jerman di Piala Dunia 2010 berkat penampilan konsistennya. Sampai pada akhirnya terjadilah hari nahas itu, yaitu 10 November 2009. Pria ini memarkir mobilnya di pinggir jalan lalu melompat ke rel kereta api. Nyawanya pun direnggut oleh kereta api yang melaju dengan kecepatan tinggi.

Di A Life Too Short akhirnya sedikit terungkap bahwa selama ini almarhum Robert Enke sudah memendam depresi akibat putri pertamanya meninggal dunia pada tahun 2006, tiga tahun sebelum almarhum mengambil keputusan mengakhiri nyawanya. Ditambah memori kariernya yang cukup kelam di Spanyol dan Turki, depresinya pun semakin menjadi lebih hebat. Pemakaman sang penjaga gawang sekaligus kapten Hannover ini dihadiri 40 ribu suporter yang memadati stadion AWD Arena pada 15 November 2009.

Sekarang, nama Robert Enke diabadikan menjadi sebuah jalan di kota Hannover. Klub Hannover 96 juga meluncurkan sebuah yayasan yang dinamakan Robert Enke Foundation. Yayasan ini bertujuan untuk mendampingi para atlet yang terkena depresi, agar tak ada lagi yang bernasib seperti Enke.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’