Nasional Bola

Saat Sang Singa Berharap pada Pemburu dari Kolombia

Singa itu duduk terdiam. Dipandanginya alam sekitar dengan seksama, mencari mangsa demi mengobati rasa laparnya sekaligus memenuhi tujuan hidupnya sebagai raja hutan. Beberapa kali ia mencoba berlari, tapi tak bisa jauh. Beberapa kali ia mencoba mengaum untuk menunjukkan keperkasaannya, tapi taringnya tak lagi tajam.

Suatu hari, seekor sapi lewat di depannya dengan santai, seakan-akan menggodanya untuk melakukan duel satu lawan satu. Sang singa pun bangkit, merasa sudah waktunya untuk mendapat mangsa setelah sekian lama ia selalu kesulitan menaklukkan lawannya. Ia berlari menghampiri sapi tersebut.

Tak disangka, sapi yang juga tinggal tak jauh dari kediaman singa tadi dapat memberikan perlawan sengit. Hewan bertanduk itu bahkan melukai sang singa lebih dulu sebelum ia mendapat serangan balik, sebuah cakaran tepat di atas punggungnya. Serangan yang telak dan menyakitkan bagi si sapi, karena ia hampir menang.

Sapi itu kemudian tak bisa berbuat banyak. Sadar jika ia sedang melawat ke habitat sang singa, ia mundur perlahan, menyelamatkan diri dan mengincar pembalasan suatu hari nanti. Sebaliknya, sang singa tertunduk lesu. Lagi-lagi ia gagal menaklukkan mangsanya.

Catatan pedih ini semakin bertambah panjang kala sang raja hutan nan gila itu dipecundangi seekor ayam jantan yang datang dari timur, tak sanggup mengalahkan dua macan besar dari daerah barat, bahkan dikalahkan seekor kerbau dan tak mampu menangkap seekor ikan pesut yang sedang linglung.

Sebuah rekor yang sangat menyedihkan bagi seekor hewan yang mendaku diri sebagai raja hutan. Akibat serentetan hasil buruk itu, sang singa pun mulai kehilangan kepercayaan diri. Ia memang masih jago di daerah kekuasaannya, tapi ketika pergi berburu ke daerah lain, keganasannya tiba-tiba menguap entah kemana.

Batinnya berkecamuk, berbagai macam cara ia coba untuk memulihkan kembali statusnya sebagai penguasa hutan rimba. Mulai dari memindah habitatnya yang semula berada di pinggiran menjadi lebih ke tengah, hingga mengajak para singa cilik untuk ikut berburu. Hasilnya? Terkadang positif tapi juga belum efektif.

Sang singa tak menyerah. Ia terus berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahannya seraya berharap pada Sang Pencipta agar Dia memberikan bantuan-Nya. Beberapa minggu kemudian, ternyata doa sang singa didengar oleh-Nya.

Seorang pria datang jauh-jauh dari Kolombia. Ia sebenarnya sudah hidup di hutan itu sejak empat bulan yang lalu dan sempat tinggal bersama sang Singa di awal persinggahannya. Namun, karena pria Kolombia ini tak banyak membantu sang Singa dalam berburu, ia pun kecewa dan beranjak pergi meninggalkannya, walau sesekali ia tetap menguntit si pria Kolombia tadi. Sang singa sepertinya mengharapkan adanya peningkatan kemampuan berburu darinya.

Setelah sekian lama tak berburu bersama, kini mereka berkumpul lagi. Akan tetapi, sang Singa masih belum sepenuhnya yakin kalau pria Kolombia benar-benar dapat membantu hidupnya. Ia harus memberinya sebuah ujian, agar kemampuan berburunya dapat terlihat sehingga ia yakin bahwa pria yang memakai baju biru dengan nomor 20 ini adalah bantuan terbaik yang dikirim oleh Sang Pencipta.

Suatu hari, singa tersebut memberikan ujian bagi pria Kolombia. Ia meminta pria itu untuk melindunginya sekaligus memburu seekor buaya raksasa. Rakyat setempat menamainya The Great Alligator karena reptil buas ini memang sangat berbahaya. Daya dobraknya sangat kuat, kreatif dalam menyerang, dan ia hanya mengenal dua hal dalam pertarungan: menang atau kalah.

Pria Kolombia menyanggupinya. Ia menyiapkan segala strategi untuk membuat buaya raksasa itu tersungkur. Sang buaya pun tak gentar menghadapi pria 30 tahun ini. Dengan sekejap ia berhasil lolos dari pengawalan pria Kolombia, memberikan gigitan yang menyakitkan pada sang singa. Raja hutan pun meringis kesakitan.

Merasa kecolongan, pria Kolombia kemudian melancarkan serangan balasan. Sebuah lemparan tombak yang sangat keras mengenai buaya tersebut, membuatnya sedikit terkejut karena ternyata pria ini juga lihai bertarung. Akan tetapi, pertempuran sengit ini tak berlangsung lama.

Pria Kolombia itu kelelahan dan sang singa memutuskan untuk menariknya keluar dari medan laga dan menghadapi The Great Alligator sendirian. Keputusan yang terbukti salah, karena tanpa pria Kolombia tadi, sang singa semakin kewalahan dan ia pun kembali harus menerima kekalahan dari duelnya melawan reptil buas itu.

Walaupun pria Kolombia belum memberikan banyak kontribusi, namun sang singa tetap memberinya kepercayaan. Dua minggu kemudian mereka kembali ke medan laga, menantang seekor beruang yang kalut karena terluka parah. Meski kelihatannya mudah, namun mereka tetap waspada karena jika lengah sedikit saja, satu cakaran beruang itu dapat membuat luka yang sangat dalam dan ia akan berusaha mati-matian untuk bertahan demi memenangkan pertarungan.

Sang singa dan pria Kolombia ini pun bersiap. Di sisi seberang, beruang yang terluka parah ini juga melakukan ancang-ancang untuk bertarung. Kedua kubu pun saling melancarkan serangan selama satu setengah jam. Di akhir laga, beruang ringkih ini terkapar dengan tiga luka tusuk dan lima luka gores yang sangat menyakitkan.

Auman sang singa pun menggema, begitu pula dengan teriakan pria Kolombia. Mereka saling berpelukan, berbahagia karena setelah sekian lama, akhirnya mereka kembali mendapat insting berburu yang telah lenyap sekian lama. Meski status sebagai raja hutan belum sepenuhnya kembali ke genggaman sang singa, namun keberadaan pria Kolombia tak dipungkiri lagi telah banyak membantu predator kekar ini di tiga perburuan terakhir.

Mereka pun menatap langit dengan optimis, menyambut sisa waktu di hutan yang berisi 18 spesies ini dengan kepercayaan diri tinggi dan bersiap menerkam semua lawan yang tersisa.

***

Selama membaca dongeng fabel di atas, mungkin kamu telah berhasil menebak siapa sebenarnya dua tokoh yang saya maksud di cerita. Sang singa adalah Arema FC dan pria Kolombia itu bernama Juan Pablo Pino.

Sang marquee player secara perlahan mulai menunjukkan performa terbaiknya. Usai berkontribusi dalam gol Cristian Gonzales di pertandingan melawan Bhayangkara FC, Pino juga menunjukkan performa impresif saat Singo Edan bermain imbang 0-0 melawan Persib Bandung di Stadion Kanjuruhan.

Terbaru, seperti yang diceritakan dalam fabel di atas, Pino turut membantu Arema mengalahkan Persiba Balikpapan tiga gol tanpa balas. Di pertandingan itu, ia membuat lima peluang emas, yang empat di antaranya dilakukan melalui bola mati dan sukses berbuah satu asis untuk gol Ahmad Bustomi.

Juan Pablo Pino kini telah kembali menemukan insting berburunya dan kini Arema FC sangat berharap padanya agar di sisa pertandingan Go-Jek Traveloka Liga 1 musim ini ia dapat membawa timnya meraih posisi terbaik.

Di pundak Pino, Singo Edan berharap. Di pundak Pino, Aremania menaruh asa. Tunjukkan terus performa terbaikmu, karena kerja keras tidak akan mengkhianati hasil. Umak mbois ilakes!

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.