Eropa Italia

Dongeng Mbah Budi tentang Gianni Rivera, Si Anak Emas AC Milan

Pada tahun 18 Agustus 1943 di Alessandria, sebuah kota di wilayah barat laut Italia dan bersamaan dengan gejolak Perang Dunia II yang tengah melanda, lahirlah seorang anak laki-laki yang lucu dari keluarga pekerja kereta api. Bayi lucu itu diberi nama Giovanni Rivera, tapi berselang dua dekade, publik lebih mengenalnya dengan nama Gianni Rivera.

Sedari belia, Rivera kecil telah menunjukkan ketertarikannya kepada sepak bola. Dirinya seringkali memainkan bola sepak di jalanan bersama rekan-rekannya. Menyadari bakat sang putra, ayah Gianni lantas mendaftarkannya ke sebuah klub lokal di Alessandria bernama ASD Don Bosco.

Bersama Don Bosco, talenta Rivera ditempa sedemikian rupa agar semakin matang dan ciamik. Hingga beberapa saat kemudian, asisten pelatih kesebelasan Alessandria yang ketika itu mentas di Serie A, bernama Franco Pedroni, mencium bakat hebatnya.

Pedroni merasa bahwa Rivera muda mempunyai potensi luar biasa. Mantan penggawa I Rossoneri itu juga menganggap jika Rivera bakal menjadi megabintang lapangan sepak bola di masa yang akan datang. Wajar bila kemudian Alessandria merekrutnya dan mendidiknya di akademi L’Orso, julukan Alessandria yang bermakna Si Beruang.

Bareng klub dari kota kelahirannya tersebut, Rivera ketiban rezeki dan sukses mencicipi debut profesionalnya di dunia sepak bola. Tak main-main, umur Rivera pada saat itu baru menyentuh angka lima belas tahun! Menjadikannya sebagai pemain termuda kedua setelah Amadeo Amadei yang melakoni debut di Serie A (sebelum kemudian digeser ke peringkat ketiga oleh Pietro Pellegri, penggawa Genoa pada Desember 2016 kemarin).

Walau cuma sekali turun membela panji L’Orso di musim 1958/1959, kesebelasan raksasa yang tengah berupaya menancapkan dominasinya di tanah Italia. AC Milan, sepakat untuk memboyongnya. Rivera diplot sebagai calon suksesor dari kapten Milan saat itu, Juan Schiaffino, untuk mengisi pos playmaker.

Kendati tenaga Rivera telah diamankan, kubu I Rossoneri masih menaruh kekhawatiran perihal kondisi fisik rekrutan anyarnya. Namun Schiaffino yakin jika perkembangan tubuh Rivera muda belum usai dan hanya butuh sedikit sentuhan. Dirinya pun bersedia menjadi mentor bagi sosok setinggi 175 sentimeter tersebut. Terlebih Rivera memiliki skill, teknik dan kegeniusan yang dinilai Schiaffino sebagai modal berharga untuk berkembang menjadi gelandang serang jempolan masa depan.

Kepercayaan Schiaffino dan kesabaran manajemen Milan pada akhirnya membuahkan hasil yang teramat manis. Rivera sanggup menjadi pemain utama dan menjadi pilar utama I Rossoneri selama hampir dua dasawarsa. Rivera juga begitu populer sebagai pemain yang kerap menyihir penonton dengan aksi-aksi cantiknya di atas lapangan karena memiliki kontrol bola, kecepatan, keseimbangan tubuh, dan kelincahan luar biasa.

Bermain di 658 partai pada seluruh ajang yang diikuti Milan, Rivera sukses menciptakan 164 gol. Sebuah torehan fantastis yang menjadikannya sebagai pencetak gol terbanyak ketiga I Rossoneri sepanjang sejarah, hanya tertinggal dari dua penggawa legendaris Milan yang lain yaitu Gunnar Nordhal dan Andriy Shevchenko.

Harus diakui bila Rivera adalah simbol kegemilangan I Rossoneri di era 1960-an dan 1970-an yang bergelimang prestasi gemilang. Antara lain berupa tiga buah Scudetto, empat Piala Italia, sepasang Piala Champions (kini Liga Champions), dua buah Piala Winners, dan satu titel Piala Interkontinental. Dengan segenap pencapaian hebat itu, rasanya pantas bila Milanisti, pendukung setia Milan, lantas memberinya julukan Si Anak Emas.

Baca juga: Liga Champions adalah Harga Mati bagi AC Milan

Nereo Rocco, pelatih yang mempunyai durasi terlama menangani Rivera di Milan pun menyebut bahwa sang pemain merupakan senjata andalannya ketika membesut I Rossoneri dahulu.

“Rivera bukanlah pemain yang gemar berlari di atas lapangan. Tapi bila aku menginginkan pertunjukan dari sepak bola berupa kreativitas dan seni guna membalikkan situasi-situasi sulit dalam tempo 90 menit laga, Rivera jadi satu-satunya pemain yang bisa memberikannya. Aku tak mengada-ada namun inilah realitanya karena Rivera adalah seorang genius”.

Tatkala masih aktif bermain dahulu, Rivera bersama kompatriotnya di lapangan hijau semisal Giacomo Bulgarelli, Sergio Campana, Ernesto Castano, Giancarlo De Sisti, Giacomo Losi, dan Sandro Mazzola, juga menggagas sebuah organisasi yang menaungi pesepak bola profesional Italia bernama Associazione Italiana Calciatori (AIC). Organisasi ini dibentuk dengan tujuan melindungi para pesepak bola profesional di Negeri Pizza dari segala sesuatu yang berpotensi merugikan kehidupan dan karier mereka.

Menariknya, setelah pensiun sebagai pesepak bola, Rivera yang sempat menduduki jabatan wakil presiden Milan justru memutuskan untuk mundur begitu Silvio Berlusconi mengakuisisi I Rossoneri pada tahun 1986 silam. Dirinya kemudian banting setir dengan terjun ke ranah politik dan sempat duduk di parlemen Uni Eropa.

Meski sudah begitu lama meninggalkan lapangan hijau, tapi nama Rivera yang hari ini merayakan ulang tahun ke-74, akan selalu dikenang sebagai Si Anak Emas oleh seluruh Milanisti di penjuru Bumi.

Tanti auguri, legenda!

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional