Eropa Spanyol

Casemiro: Ketika Zinedine Zidane Belajar dari Masa Lalu

Boleh dibilang, skuat Real Madrid saat ini sudah cukup sempurna. Pertahanan yang solid, gelandang-gelandang yang tangguh sekaligus kreatif, hingga lini depan yang efektif. Mengombinasikannya di atas lapangan, ditambah taktik Zinedine Zidane yang tepat, Madrid menjadi kekuatan yang sulit dihentikan.

Selain soal taktik dan komposisi pemain, wajah skuat juara juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Ketika seorang pelatih atau pemain belajar dari masa lalu, ia punya bekal yang cukup untuk menjadi lebih baik. Dalam hal ini, Zidane, manajer asal Prancis tersebut, belajar dari kepahitan masa lalu yang pernah ia rasakan bersama Madrid.

Tepatnya ketika Zidane masih menjadi pemain Madrid, dan menjadi salah satu pemain bintang yang didatangkan Florentino Perez menjadi bagian dari ambisi Galacticos yang hambar itu. Selain Zidane, menyusul David Beckham, Michael Owen, Nazario Ronaldo, hingga Luis Figo. Mendatangkan banyak pemain menyerang, Madrid justru melepas pemain kunci mereka.

Seorang penyeimbang, yang hampir selalu melakukan pekerjaan kotor, memastikan Zidane dan pemain menyerang lainnya, bisa melakukan kerja kreatif mereka. Florentino Perez justru melepas Claude Makelele, gelandang bertahan, yang bekerja di balik layar dan justru menjadi kunci keseimbangan skuat mewah Madrid.

Los Blancos menjadi limbung. Lini depan mereka menjadi yang paling menakutkan. Namun, lini tengah dan pertahanan mereka seperi mentega diiris menggunakan pisau panas. Mudah terbelah dan dirusak. Untuk mengatasi kebocoran lini tengah, Madrid mendatangkan Thomas Gravesen dari Everton. Namun sayang, gelandang sangar tersebut hanya menjadi bahan olok-olok. Ia bukan Makelele. Ia tak punya kecerdasan pemain asal Prancis tersebut.

Oleh sebab itu, dua musim ke belakang, ketika sudah menjadi pelatih Madrid, Zidane mempertahankan salah satu pemain pentingnya di lini tengah. Ia berasal dari Brasil, sempat dipinjamkan ke FC Porto untuk belajar menjadi pivot yang handal. Casemiro, kepingan penting dari lini tengah Madrid, lini tengah terbaik di dunia. Casemiro melengkapi kreativitas Luka Modric dan Toni Kross.

Lebih dekat dengan Casemiro

Sebagai gelandang bertahan, salah satu kekuatan utama Casemiro adalah mesinnnya yang penuh tenaga. Stamina dan daya tahan pemain bernomor punggu 14 ini bisa diandalkan. Daya jelajahnya sangat berguna ketika Modric atau Kroos membutuhkan opsi umpan. Casemiro akan menyediakan diri di ruang-ruang yang ideal untuk menerima umpan pendek.

Ia bukan gelandang bertahan yang sering menjatuhkan diri untuk melakukan tekel. Namun ketika melakukannya, Casemiro melakukannya dengan keakuratan yang memuaskan. Cara Casemiro menghentikan progresi lawan adalah membaca arah umpan untuk melakukan intersep. Atau, ia akan berdiri di jalur umpan untuk memaksa lawan mengumpan ke belakang.

Casemiro juga bukan gelandang bertahan tradisional, yang kemampuan bertahannya jauh lebih menonjol. Pemain berusia 25 tahun ini juga mampu mempertahankan bola dan tak jarang menggiring menembus lini lawan. Dibantu fisiknya yang kokoh, Casemiro bisa melindungi bola di kakinya dengan baik.

Pemain dengan tinggi 184 sentimeter ini juga berbahaya ketika ikut menyerang. Ia bisa dengan tiba-tiba muncul di kotak penalti untuk menyelesaikan peluang. Golnya di ajang Piala Super Eropa ke gawang Manchester United menjadi wujud kemampuan berharga ini. Pun, Casemiro juga berbahaya dari jarak menengah dan jarak jauh.

Tendangan jarak menengahnya sangat berbahaya. Keakuratannya tidak kalah dengan pembidik ulung seperti Kroos atau Modric sendiri. Gol di final Liga Champions ke gawang Juventus musim lalu adalah buktinya. Dengan penempatan diri yang baik, Casemiro bisa menjadi opsi bagi Madrid ketika kesulitan menembus pertahanan lawan.

Gelandang bertahan modern yang lengkap, dengan kemampuan menjaga keseimbangan, Casemiro menjadi bagian yang harus ada.

Previous
Page 1 / 2