Nasional Bola

Seminggu Jelang Menaruh Harapan di Pundak Tegap Luis Milla

Beberapa kali, ia tampak begitu gagah dengan setelan baju dan celana yang melekat rapi di badan tegapnya. Kemeja putih dengan celana kain rapi membalut tubuh tegapnya, membuat ia tampak seperti pialang saham papan atas Wall Street alih-alih sebagai pelatih sebuah tim sepak bola. Wajahnya karismatik, sekilas mirip dengan apa yang menguar dari sosok Quique Sanchez Flores atau Unai Emery. Wajah khas Iberia yang menghanyutkan. Dan tujuh hari dari hari ini, di pundak Luis Milla Aspas, nama pria itu, segenap bangsa ini menumpangkan harapan untuk sebuah medali emas.

Bila melihat setelan kemeja dan celananya yang pas badan, kamu akan langsung ingat Pep Guardiola. Satu yang begitu sedap dipandang dari Pep selain pendekatan taktikalnya adalah setelan yang dipakainya kala pertandingan. Rapi, berkelas dan elegan. Makin mantap ketika Pep melengkapi tampilan fisiknya dengan gelimang trofi yang ia raih di dua tempat, Catalan dan Bavaria. Tapi tak seperti Pep yang bergelimang dana melimpah dan skuat mewah, Milla tak banyak mendapat itu di Indonesia.

Ia datang dengan cita-cita PSSI yang ingin agar, meminjam kutipan mbos Edy Rahmayadi, Indonesia di-Spanyolisasi-kan. Cita-cita menarik, karena di tahun 2017, ketika kiblat sepak bola dunia menjauh dari Spanyol, Indonesia dan PSSI justru merapat ke kutub sepak bola khas Iberia. Postur fisik yang diklaim serupa dan kecocokan iklim tropis di Semenanjung Iberia, mungkin memengaruhi keputusan PSSI terkait hal ini. Tapi, bukankah La Furia Roja hancur lebur di dua turnamen mayor besar dalam tiga tahun terakhir?

Kredit: Instagram Luis Milla

Memendam harap pada Luis Milla

Satu prestasi yang berkesan dari Milla adalah gelar Piala Eropa U-21 tahun 2011 yang dimenanginya bersama salah satu generasi emas terbaik yang dimiliki Spanyol. Di tim itu, bercokol nama-nama pemain yang tidak hanya berkualitas tinggi, tapi waktu jua yang membuktikan bahwa mereka kini adalah bintang papan atas sepak bola dunia.

David de Gea hampir mendekati level Manuel Neuer sebagai penjaga gawang terbaik dunia. Thiago Alcantara dan Juan Mata berkembang menjadi gelandang jempolan di Jerman dan Inggris dengan reputasi harum mereka masing-masing. Untuk membuat tim ini semakin mengerikan, ada nama Ander Herrera hingga Javi Martinez di sana. Generasi terbaik, jauh lebih baik dari yang dimiliki Milla di Negeri Khatulistiwa ini.

Memang, negeri ini berlimpah pemuda-pemuda pilih tanding yang hebat. Dari Hansamu Yama Pranata, hingga Evan Dimas Darmono. Dari Hanif Sjahbandi, hingga Saddil Ramdani dan Marinus Manewar. Tapi, untuk memenangi sebuah kompetisi, walau hanya sebatas SEA Games, kualitas pemuda-pemuda tersebut perlu pendekatan yang berbeda.

Waktu dan sejarah telah membuktikan bagaimana skuat hebat berisikan Patrich Wanggai dan Titus Bonai gagal di 2011. Skuat yang jauh lebih minimalis di tahun 2013 pun bernasib tak lebih baik. Apa perlu kita mengenang memori 2015 lalu, ketika timnas dihajar 4-2 oleh Myanmar, walau kemudian lolos dari grup hanya untuk dikuliti habis Si Gajah Putih dengan angka 5-0 di semifinal?

SEA Games, walau terasa hanya turnamen kasta ketiga bahkan keempat bagi Luis Milla, sang juara Piala Eropa, ia perlu tahu, publik Indonesia membutuhkan medali emas itu. Medali yang sekadar menunjukkan ke 250 juta jiwa lebih di negeri bahwa, ya, setidaknya ada yang bisa kembali kita banggakan dari negeri ini dan itu dari sepak bola.

Previous
Page 1 / 3