Nasional Bola

Dari Ratu Tisha hingga Danurwindo dan Pandangan Mereka tentang Kurikulum Sepak Bola Indonesia

Indonesia memang tidak pernah kekurangan bakat-bakat sepak bola. Dengan jumlah penduduk yang hampir 250 juta jiwa, harusnya lebih mudah membentuk tim dengan kualitas mumpuni yang bisa mencapai prestasi level dunia atau setidaknya Asia. Dari Sabang sampai Merauke, tentunya banyak anak yang mempunyai kualitas permainan selevel pemain top Benua Biru.

Namun, kenyataannya tidak semudah itu. Sejak timnas Indonesia meraih emas di cabang sepak bola SEA Games Manila tahun 1991, praktis Indonesia belum meraih gelar bergengsi. AFF, kita memang sering tampil cemerlang, namun di final belum pernah beruntung mengecap gelar juara. Di Asian Games (apalagi Olimpiade), jelas jauh membandingkan prestasi sepak bola kita dengan negara-negara seperti Jepang atau Korea Selatan. Lalu, salahnya di mana?

Nah, baru-baru ini ada pembahasan mengenai kurikulum sepak bola Indonesia. Menurut Direktur Teknik PSSI, Danurwindo, jika ingin mencapai prestasi, tentunya butuh proses dan rencana jangka panjang serta target (setidaknya untuk sepuluh tahun ke depan).

“Tentunya kita ingin agar ada teknik bermain yang bisa diterapkan untuk pembinaan usia dini. Kita menyebutnya bermain bola ala Indonesia,” demikian penuturannya kepada FootballTribe.

Sebenarnya seperti apa itu teknik bermain bola khas Indonesia? Menurut pria yang juga dikenal sebagai komentator pertandingan ini, bermain sepak bola khas Indonesia adalah yang bisa disesuaikan dengan kondisi fisik umumnya orang Indonesia.

“Postur tubuh orang Indonesia kan tidak terlalu tinggi, ya. Jadi fokusnya lebih ke penguasaan bola dan ball positioning. Tetapi panduan bermain ini masih dirumuskan lagi dan semoga bisa selesai di bulan September atau Oktober.

Panduan bermain ini memang ditujukan untuk usia dini. Tentunya disesuaikan dengan kelompok umur. Kelompok U-6 hingga U-9 fokusnya bermain untuk kesenangan (menikmati permainan), sementara kelompok usia 10-13 tahun tahapnya pengenalan keahlian, usia 14-17 adalah aplikasi kemampuan dan diharapkan usia 18-19 tahun sudah siap bermain di level profesional.

“Jika cara bermain seragam kan tidak terlalu butuh lama menyesuaikan diri saat pemain menjalani pelatihan untuk bermain di tim nasional. Karena dari klub, pola bermainnya sudah sama,” ujar Danur.

Kredit: Bola.net

Proyek jangka panjang

Sementara itu, Sekjen PSSI terpilih yang baru, Ratu Tisha Destria, saat dihubungi Football Tribe Indonesia, menjelaskan bahwa dia lebih suka menyebutnya sebagai panduan bermain ala Indonesia ketimbang sebagai sebuah kurikulum.

“Karena kurikulum itu kan sifatnya sudah teknis ya, bagaimana penerapannya, pemain harus apa dan lain-lain,” ujar perempuan berparas manis ini. Ratu Tisha juga menjelaskan bahwa perumusan cara bermain bola ini sudah dirumuskan dari dulu. Butuh sekitar setahun untuk melakukan riset dan membuat grand design kurikulum ini sudah dilakukan sekitar dua atau tiga bulan lalu.

“Jadi, kalau dikatakan baru mulai sekarang, itu salah. Karena kita sudah melakukan riset ini sudah lama dan tidak main-main. Dari tahun-tahun sebelumnya, memang sudah ada pembahasan mengenai hal ini,” ujarnya lebih lanjut kepada kami.

Awal Agustus nanti, ujar Tisha, akan ada rapat PSSI yang melibatkan pelatih dan semua pemangku kepentingan sepak bola. Tentunya, pembahasan panduan bermain juga menjadi pokok bahasan dalam rapat tersebut.

“Saat ini, filosofi bermain bola ini sudah memasuki tahap testing. Dan kita mulai dari memberikan pelatihan terhadap pelatih-pelatih usia dini,” ujar Tisha. Tisha sendiri juga menekankan bahwa penerapan cara bermain ini bukan proses instan. Karena seperti yang ia harapkan, hasilnya baru akan terlihat 6 sampai 7 tahun kemudian.

Pembinaan usia dini memang bukan perkara sepele dan mencakup berbagai aspek. Dan tentunya, selain harus ada fasilitas yang memadai, pelatih yang berkualitas dan kompetisi liga usia dini yang berkelanjutkan juga sangat diperlukan.

Kredit: Juara

Pendapat pelatih

Bagaimana tanggapan pelatih usia dini mengenai filosofi bermain khas Indonesia? Pelatih timnas U-16, Fachri Husaini saat dihubungi Football Tribe Indonesia di waktu yang sama, mengatakan sebenarnya tidak ada negara yang bisa mengklaim bahwa metode tertentu adalah permainan khas negerinya, karena sepak bola itu bahasa universal.

Ketika kami minta pendapat mengenai penerapan ide bermain khas Indonesia, coach Fachri bilang, “Nah, itu Bung Danur yang lebih paham sebagai Direktur Teknik. Ini tentu harus ada sosialisasi ke pelatih-pelatih SSB dan pelatih usia dini. Tidak ada cara lain, PSSI pusat harus libatkan Asprov di tiap provinsi.”

Lebih lanjut, Fachri menjelaskan saat dirinya dan beberapa pelatih mengambil kursus untuk lisensi kepelatihan, filosofi sepak bola khas Indonesia ini sempat disinggung, namun hanya gambaran kasarnya saja. Belum sampai detail.

Previous
Page 1 / 2