Eropa Lainnya

Bertengkar Gelar Juara di Ruang Sidang

Pemain dan pelatih Viitorul Constanta tak mendapat kabar soal keputusan bersejarah itu secara langsung. Mereka sedang terbang pulang dari Lausanne, Swiss, tempat mereka baru saja dikalahkan tim Prancis, Olympique de Marseille, dalam sebuah laga persahabatan pramusim.

Namun, saat mendarat di rumah, para penumpang tahu bahwa mereka baru saja disahkan sebagai kampiun Romania. Court of Arbitration of Sports, lembaga arbitrasi olahraga dunia yang (kebetulan) berkedudukan di Lausanne, baru saja memenangkan mereka atas rival terdekat, FCSB, dalam gugatan hukum siapa seharusnya yang menjadi juara Liga I Romania.

Kisah bagaimana juara sebuah liga bisa ditetapkan oleh pengadilan hukum bermula di bulan Mei silam, ketika Liga I Romania menutup tirainya. Untuk sedikit konteks: Liga I memiliki dua putaran berbeda. Musim reguler melibatkan empat belas tim yang masing-masing mendapatkan jatah 26 pertandingan. Enam tim teratas lolos ke championship round, sedangkan sisanya bertarung untuk tetap berada di kasta tertinggi di relegation round. Tim yang mendapatkan poin terbanyak di championship round otomatis berstatus juara liga, sedang dua tim terbawah pada relegation round terdegradasi ke Liga II.

Viitorul Constanta, tim yang didirikan dan dimiliki oleh mantan legenda Romania, Gheorghe Hagi ini, berhasil memuncaki championship round dengan koleksi 44 poin dari lima kemenangan, tiga seri dan dua kekalahan. Namun, rival terdekat mereka, FCSB, juga mengoleksi 44 poin dari enam kemenangan, dua seri dan dua kekalahan.

Viitorul pada awalnya ditetapkan sebagai juara karena memiliki rekor head-to-head yang lebih baik. Namun, FCSB menolak penetapan tersebut. Argumen mereka adalah rekor head-to-head pada dua pertemuan mereka di musim reguler, bukan hanya pada saat championship round saja, juga harus dihitung. Dalam skenario ini, FCSB yang akan menjadi juara liga.

Kedua tim pada akhirnya bersepakat untuk membawa pertengkaran mereka ke meja CAS di Lausanne. Lembaga yudisial ini terkenal menangani kasus-kasus doping di olahraga dan keanggotaan sebuah negara pada konfederasi. Namun, kewenangan mereka juga ada pada kasus perseteruan penafsiran peraturan sebuah federasi sepak bola nasional, seperti halnya pada kasus Viitorul melawan FCSB yang intinya merupakan gugatan terhadap peraturan Federasi Sepak Bola Romania.

Menariknya, ini bukan kali pertama juara liga Romania ditentukan oleh pengadilan internasional. Pada musim 2010/2011, CAS mementahkan gugatan atas status Otelul Galati sebagai juara, setelah sebelumnya tim tersebut mendapatkan satu keputusan kemenangan walk-out atas Pandurii Targu-Jiu.

Kedua tim yang terlibat dalam gugatan ini boleh dibilang mempertaruhkan kebanggaan masing-masing. Viitorul Constanta adalah klub yang masih muda, didirikan oleh mantan legenda Real Madrid, Barcelona dan Galatasaray Gheorghe Hagi pada 2009. Mereka terkenal karena pembinaan usia dini mereka yang mumpuni; dalam waktu kurang dari satu dekade, anak-anak binaan mereka melesat ke kasta tertinggi.

Di sisi lain, FCSB merupakan reinkarnasi dari FC Steaua Bucuresti, tim tersukses dan paling bersejarah di Romania. Pada masa rezim komunis, Steaua adalah semacam Bayern München versi Romania: didukung oleh angkatan darat dan dihuni para pemain bintang macam kiper Helmuth Duckadam, Anghel Iordănescu dan Hagi sendiri. Mereka merupakan satu-satunya tim Romania yang berhasil memenangkan European Cup (versi lama Liga Champions) pada tahun 1986, mengalahkan Barcelona-nya Bernd Schuster lewat adu penalti di Sevilla.

Pada akhirnya, keputusan CAS berpihak pada Viitorul, yang mengangkat trofi juara liga pertama mereka. Sepak bola, setidaknya di Romania, ternyata tak hanya ditentukan oleh sepakan-sepakan kaki atau cetakan-cetakan gol saja: ia juga dapat ditentukan lewat silat lidah dan adu otak di ruang sidang.

Author: Ramzy Muliawan (@ramzymuliawan)
Penulis dan pembaca. Penikmat kopi hitam, punk rock dan Luca Toni.