Kolom

Karier Penuh Drama Syamsidar: Skorsing Setahun hingga Mimpi Buruk Sepuluh Gol

Beruntunglah Anda jika Anda penggemar sepak bola nasional dan mengingat kehebatan Syamsidar. Ia adalah salah satu penjaga gawang terbaik yang pernah dimiliki tanah air. Di sisi lain, Syamsidar juga menjadi bagian tak terpisahkan dari Tragedi Manama, yaitu pembantaian tim nasional Indonesia dari Bahrain dengan skor sepuluh gol tanpa balas.

Syamsidar lahir di Masamba, Luwu, Sulawesi Selatan, pada 15 Juli 1982. Karier sepak bolanya dimulai bersama klub lokal, Gaspa Palopo. Di awal dekade 2000-an, ia beruntung karena bergabung dengan Persim Maros. Klub lokal yang kedua ini sempat berkompetisi di kasta kedua Liga Indonesia, sehingga bakat Syamsidar lebih cepat terendus oleh klub-klub di kasta teratas.

Namun, sebelum berkarier lebih jauh, kelihaian Syamsidar mengamankan gawang, membuatnya dipanggil tim nasional Indonesia U-21 di kejuaraan Piala Hassanal Bolkiah pada tahun 2002. Di turnamen yang disponsori Sultan Brunei Darussalam tersebut, Indonesia muda keluar sebagai kampiun dengan menghajar Thailand di final. Syamsidar sendiri dianugerahi pemain terbaik di ajang tersebut.

Prestasi bergengsi itu akhirnya meluncurkan karier Syamsidar bagaikan sebuah roket. Persebaya Surabaya yang pertama kali memberikan pengalaman merantau bagi pemain bertinggi badan 174 sentimeter ini. Ia direkrut Bajul Ijo untuk mengarungi Divisi I Liga Indonesia 2003.

Setelah sukses mengantar Persebaya menjadi jawara Divisi I sekaligus promosi ke Divisi Utama, pria berkulit cokelat gelap ini lalu hijrah ke Jakarta untuk membela tim Macan Kemayoran, Persija. Ironisnya, justru Persebaya yang sukses keluar sebagai juara Divisi Utama di akhir musim kompetisi tersebut. Syamsidar juga lebih banyak duduk di bangku cadangan Persija. Ia harus puas hanya menjadi deputi seniornya sesama perantau dari Sulawesi, Mukti Ali Raja.

Pada tahun 2004, bibit-bibit masalah dari dirinya mulai terlihat. Bersama beberapa pemain lainnya, yaitu Ismed Sofyan dan Ahmad Kurniawan, Syamsidar terkena skorsing PSSI selama beberapa bulan akibat terlibat perkelahian di laga Persija melawan Persita Tangerang.

Setelah satu musim di Persija, Syamsidar kemudian kembali ke Sulawesi Selatan untuk memperkuat klub terbesar Sulawesi Selatan, PSM Makassar. Ia akhirnya menghabiskan waktu lama di Juku Eja, yaitu sejak tahun 2005 hingga 2010. Meski selalu gagal mempersembahkan gelar juara liga, panggilan ke tim nasional senior mulai akrab dengannya. Syamsidar masuk ke skuat Piala AFF 2007, meski gagal menggeser Hendro Kartiko dari posisi kiper utama.

Pada tahun yang sama, kiprah Syamsidar mulai terganggu akibat perangai emosionalnya. Ia dijatuhi sanksi larangan bermain setahun akibat mencekik wasit Fiator Ambarita pada saat pertandingan Persiwa melawan PSM. Sanksi tersebut sekaligus menutup pintu tim nasional baginya selama beberapa tahun.

Pintu tim nasional kembali terbuka baginya lima tahun kemudian. Syamsidar yang pada saat itu memperkuat Semen Padang di Liga Primer Indonesia (LPI), kembali dipercaya memperkuat tim nasional yang akan menjajal Bahrain di lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2014. Sayang, tim Indonesia pada saat itu berisikan pemain-pemain kurang berpengalaman yang berlaga di LPI.

Penantian lima tahun itu berujung bencana akibat kartu merah yang diperoleh Syamsidar pada saat pertandingan baru berjalan tiga menit. Akibatnya, Indonesia harus bermain dengan sepuluh orang selama 87 menit lebih. Bahrain pun leluasa menggilas Indonesia dengan skor 10-0.

Memang semua pemain Indonesia pada saat itu dianggap bersalah atas kekalahan terburuk Merah Putih sepanjang sejarah. Namun,  Syamsidar-lah yang dianggap pesakitan utama. Kariernya sejak saat itu tak pernah sama lagi. Perlahan-lahan, namanya mulai terlupakan di kancah sepak bola Indonesia.

Padahal, Syamsidar sampai sekarang masih menjadi langganan klub-klub bergengsi Indonesia. Setelah Semen Padang, ia sempat memperkuat Mitra Kukar, Barito Putra dan PSS Sleman, dalam kurun waktu tiga tahun. Untuk musim 2017, pengalamannya masih memikat klub peserta Liga 2, PS Badung.

Syamsidar memang bukan manusia suci, tapi bagaimana pun, ia juga bagian dari sepak bola Indonesia yang masih jauh dari sempurna ini.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.