Dunia Lainnya

Chuck Blazer: Warisan Sang Pelanggar dan Pelapor

Chuck Blazer, mantan Sekretaris Jenderal CONCACAF dan anggota Komite Eksekutif FIFA yang terkenal atas perannya dalam membongkar skandal korupsi di tubuh FIFA, telah wafat di kediamannya di New Jersey pada malam Rabu (12/7).

Blazer, 72 tahun, adalah sosok paling unik dalam sejarah perkembangan sepak bola modern di Amerika Serikat. Kisahnya adalah kisah bagaimana seorang soccer dad di wilayah pinggiran New York dapat mendaki tangga-tangga administrasi sepak bola seraya meraup keuntungan pribadi menuju puncak kekuasaan pengurusan permainan indah ini di benua Amerika.

Ia adalah orang yang membawa Piala Dunia 1994 ke Negeri Paman Sam, namun ia juga meraup jutaan dolar dari kontrak-kontrak bodong dan tipu-tipu perdagangan tiket. Ia orang yang membantu pemerintah federal Amerika Serikat untuk membongkar salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah olahraga, dan ia juga orang yang sama yang mengaku bersalah atas 10 dakwaan pencucian uang, suap, korupsi, dan penipuan pajak di pengadilan federal New York.

Sebagai sekretaris jenderal CONCACAF, konfederasi yang meliputi wilayah Amerika Utara, Tengah, dan Karibia, dari 1990 hingga 2011, Blazer bertugas sebagai deputi Jack Warner, presiden konfederasi dari Trinidad dan Tobago. Keduanya menjalankan konfederasi tersebut bagaikan keluarga Corleone versi lebih memalukan: selama bertahun-tahun, tak kurang dari 20 juta dolar dibayarkan ke akun pribadi Blazer untuk mendukung gaya hidupnya yang tak kurang mewahnya.

Dan Blazer tak pernah segan membuka mulutnya (yang dihiasi janggut putih tebal serupa Santa Claus) atau aset-asetnya yang lain kepada dunia. Figurnya yang eksentrik dapat ditemui berjalan-jalan di sekitar kota New York dengan Segway. Ia tinggal di Trump Tower di tengah distrik bisnis Manhattan, di mana ia memiliki satu apartemen untuknya dan satu apartemen untuk kucing-kucingnya.

Itu semua berasal dari sepuluh persen komisi yang ia dapat dari seluruh pendapatan CONCACAF dari kontrak televisi, iklan, dan lain sebagainya: tak heran kalau julukannya semasa hidup adalah “Mr. Ten Percent”.

Seperti orang-orang kaya culas lainnya, Blazer enggan membayar pajak: segala penghasilannya dicuci ke pulau-pulau terpencil di Karibia. Inilah yang mulai membuat aparat federal Amerika Serikat gerah. FBI dan IRS (dinas pajak federal) mencokoknya pada 2011 kala ia tengah mengendarai skuter di tengah kota New York menuju sebuah restoran mewah.

Dalam plot twist yang lebih serupa naskah film Hollywood, FBI dan IRS mengubah Blazer menjadi seorang mata-mata dan whistleblower untuk mengungkap skandal korupsi yang lebih besar di tubuh FIFA, dengan ganti tak akan menangkapnya. Ia adalah pelanggar dan pelapor dalam satu tubuh.

Dengan bantuan deposisi Blazer, aparat federal menangkap sembilan eksekutif FIFA pada tahun 2015. Penangkapan ini (dan mulutnya yang terus menyerocos) membantu menjungkalkan bos lamanya, Warner, dan Presiden FIFA, Sepp Blatter, dari kursi masing-masing. Ia dilarang terlibat dalam sepak bola selama seumur hidup oleh FIFA pada Juli 2015.

Bagi beberapa pihak, ia takkan dipandang dengan begitu positif. “Kami telah memberinya kartu merah dalam Piala Dunia (yang penuh) penipuan,” ujar Richard Weber, ketua penyidik kriminal IRS. Dan insan sepak bola Amerika akan mengenangnya dengan rasa bingung. “Ia melakukan banyak hal untuk olahraga ini,” ujar Bruce Arena, pelatih kepala tim nasional Amerika Serikat. “Terlepas dari segala hal soal korupsi di FIFA, ia orang yang baik,” ujarnya.

Author: Ramzy Muliawan (@ramzymuliawan)
Penulis dan pembaca. Penikmat kopi hitam, punk rock dan Luca Toni.