Dunia Amerika Latin

Jalan Runyam Meksiko di Piala Emas

Berbicara soal sepak bola di Amerika Utara dan Tengah, tak ada nama yang lebih besar ketimbang tim nasional Meksiko. Amerika Serikat boleh saja maju pesat dengan nama-nama besar yang mengerumuni Major League Soccer (MLS)-nya, atau Kosta Rika memukau dengan kisah Cinderella-nya di Brasil tiga tahun lalu, namun kiblat sepak bola di wilayah ini masihlah negeri asal Cuahtemoc Blanco ini.

Hukum yang sama masih berlaku pada gelaran partai pembuka Piala Emas CONCACAF 2017 awal pekan lalu. José de Jesús Corona dan kawan-kawan tiba di Amerika Serikat dengan status juara bertahan. Dua tahun silam, mereka merengkuh Piala Emas ketujuh sepanjang sejarah Para Pendekar Aztec, sekaligus mengukuhkan posisi mereka di atas rival sewilayah terdekat, para Yankees tuan rumah, yang baru mengoleksi lima gelar.

Tapi El Tri tak berangkat dari Mexico City dengan optimisme penuh. Sebelumnya, pasukan elite mereka, dipimpin pengoleksi ratusan penampilan macam Andres Guardado dan adik-beradik dos Santos, pulang dari Piala Konfederasi FIFA di Rusia dengan dibantai tim lapis kedua Jerman di perempat-final. Pelatih kepala, Juan Carlos Osorio, mendapatkan pelarangan enam laga dari FIFA karena mengasari wasit, yang juga berlaku di Piala Emas.

Materi tim yang dibawa di Piala Emas memang bukan yang paling superior. Tiada nama yang familiar bagi penikmat bola dunia seperti halnya penyerang Javier Hernandez atau kiper Guillermo Ochoa. Dari dua puluh tiga pemain yang dibawa, seluruhnya berasal dari Liga MX, kompetisi domestik Meksiko, kecuali penyerang Erick Torres dari Houston Dynamo di MLS. Hanya enam pemain yang telah mencatatkan penampilan dua digit untuk tim nasional.

Hal ini dapat dimaklumi karena bagi publik Meksiko, negara yang telah dua kali menjadi tuan rumah Piala Dunia, tak menganggap Piala Emas cukup besar pamornya. Seperti halnya tetangga mereka Amerika Serikat, Meksiko telah rutin menjadikan kompetisi ini sebagai batu peloncat bagi pemain-pemain muda dan domestik. Tujuh dari 23 pemain tercatat berusia 23 tahun ke bawah.

Bagaimanapun, masalah mengekor tim ini kemana-mana jelang pagelaran tahun ini. #FueraOsorio, tanda pagar yang menyeru pemecatan sang pelatih kepala, bertebaran di media sosial. Tak kurang dari dua mantan pelatih tim nasional, Hugo Sanchez dan Ricardo La Volpe, mendesak federasi untuk menyingkirkan lelaki yang tak pernah terkalahkan di kualifikasi Piala Dunia seumur hidupnya ini.

Osorio, orang Kolombia yang pernah melatih New York Red Bulls dan Sao Paulo ini, terkenal karena senang merotasi skuatnya dan menerapkan taktik yang tak ortodoks: memberinya julukan El Recreacionista, sang pembongkar-pasang. Taktik itu bekerja di awal, kala mereka mengalahkan Amerika Serikat di kualifikasi Piala Dunia, namun gagal total di dua turnamen kompetitif sejauh ini, Copa Centenario tahun lalu dan Piala Konfederasi.

“Orang Meksiko senang berpikir bahwa tim nasional mereka lebih baik dari keadaan sebenarnya,” tulis kolumnis Mark Zeigler di San Diego Union-Tribune. Sulit untuk menyalahkan mereka, karena sepak bola telah mengalir di urat nadi Negeri Aztec sejak dulu kala. Melihat orang Kolombia berkacamata macam Osorio mengacak-ngacak metode permainan tim nasional tanpa hasil yang jelas membuat banyak pengamat dan suporter tak puas hati.

Tapi setidaknya, kemenangan 3-1 di partai pembuka atas El Salvador dapat membuat sang pelatih kepala untuk bernafas lega, setidaknya buat sejenak. Elias Hernandez, sang pahlawan kemenangan yang kini jadi buah bibir walaupun telah dipinggirkan tim nasional sejak lama, menegaskan solidaritas tim yang kini ditangani asisten Luis Pompilio Páez itu. “Kami di sini untuk (merebut) piala,” ujar Hernandez pascalaga di San Diego itu.

Sang asisten pelatih sepakat. “Kami meninggalkan stadion dengan kepala tegak, namun kami juga harus belajar untuk mengendalikan emosi,” ujar Páez. Performa mereka boleh dibilang memuaskan, namun pertahanan yang digalang kapten Hugo Ayala akan jadi pekerjaan rumah besar di sisa turnamen. “Kami adalah tim yang kebobolan terbanyak di Piala Konfederasi,” aku Páez. “Itu adalah resiko menjadi pasukan yang ambisius, pasukan yang menciptakan banyak peluang gol.”

Hedgardo Marín mencetak gol pembuka buat Meksiko di menit kedelapan, namun dibalas dua menit kemudian oleh pemain El Salvador, Nelson Bonilla. Jual-beli serangan dan adu strategi ofensif tingkat tinggi terjadi sebelum Hernandez mencetak lagi di menit ke-30. Kemenangan mereka dikunci oleh gol Orbelin Pineda sepuluh menit setelah awal babak kedua.

Meksiko akan menghadapi Jamaika dan Curacao di dua pertandingan sisa Grup C pada 13 dan 16 Juli mendatang. Menghadapi Curacao mungkin bukan masalah buat tim berperingkat 16 FIFA ini, namun Jamaika, runner-up edisi 2015, dapat merepotkan jalan mereka yang telah runyam untuk mempertahankan trofi, merengkuh gelar kedelapan dan mempertegas posisi mereka sebagai tim terbesar di belahan benua Amerika Utara.

“Ini adalah sekumpulan pemain muda yang belum pernah menghadapi turnamen bersama-sama dan mereka harus tetap belajar,” pungkas Páez.

Author: Ramzy Muliawan (@ramzymuliawan)
Penulis dan pembaca. Penikmat kopi hitam, punk rock dan Luca Toni.