Kolom

Mengganti Santi Cazorla: Bukan Siapa, Tapi Bagaimana

Hingga sekarang, mencari pengganti Santi Cazorla menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Selain dibanderol dengan harga tinggi, calon pengganti Cazorla tentu akan dipertahankan dengan sekuat tenaga oleh klub pemilik.

Maklum, gelandang tengah dengan kualitas seperti mantan pemain Villareal tersebut pasti selalu menjadi pilihan utama, menjadi nyawa tim dan sederet narasi lainnya untuk menggambarkan betapa si pemain itu sangat penting. Marco Verratti misalnya, di mana manajemen Paris Saint-Germain tunggang langgang menangkis niat Barcelona memboyong si pemain.

Oleh sebab itu, sudah waktunya kita berpikir dengan cara yang berbeda. Jika menemukan calon penerus Cazorla itu terlalu sulit, Arsenal bisa mengatasinya dengan pendekatan cara bermain.

Pertama, kita petakan cara Arsenal bermain ketika Cazorla berduet dengan Francis Coquelin. Duet ini sempat sangat menjanjikan. Coquelin sangat baik ketika menutup ruang di antara Cazorla dan lini pertahanan. Sementara itu, Cazorla mengontrol tempo dan menjadi pemantik fase transisi menyerang Arsenal.

Mutlak, Arsenal sangat mengandalkan Cazorla untuk keluar dari lawan yang menekan dengan garis pertahanan tinggi. Kejelian melepas umpan kunci dan kemampuannya mempertahankan bola di tengah kepungan lawan membuat The Gunners tak mudah kehilangan bola di area sendiri. Beberapa kali, Cazorla juga berani menggiring bola melewati berikade lawan, memastikan progresi menyerang Arsenal berlangsung bersih.

Situasi sedikit berubah ketika Arsenal memboyong Granit Xhaka. Duet Xhaka dan Cazorla membuat Arsenal punya banyak opsi untuk progresi menyerang. Keduanya cakap mengumpan bola, terutama umpan vertikal yang berbahaya. Cazorla sendiri masih menjadi sentral pengontrol tempo. Ia memastikan bola dari bek selalu sukses sampai di kaki gelandang serang.

Dan ketika Cazorla cedera, Arsenal kesulitan menduplikasi performa apik yang tengah mereka pertontonkan. Meski punya teknik umpan yang sangat bagus, Xhaka tak diberi kebebesan untuk menjadi deep-playmaker. Di awal kedatangannya, Arsene Wenger sempat memandang Xhaka sebagai gelandang box-to-box. Sebuah kesalahan yang merugikan.

Ketika tak ada pemain yang mengontrol tempo dan berani menerima bola dari bek, Arsenal kesulitan mengamankan penguasaan bola. Wenger terlalu mengandalkan bek tengah untuk melakukan umpan vertikal. Xhaka sendiri berdiri agak tinggi di sekitar lapangan tengah, tidak turun di antara dua bek dan menyediakan diri untuk menerima umpan.

Perhatikan gambar di atas. Hampir semua pemain Arsenal dikawal satu pemain lawan. Dan jika diperhatikan lagi, pemosisian diri pemain lawan sudah cukup bagus sehingga Koscielny kehabisan opsi penerima umpan. Situasi yang sama hampir selalu terjadi ketika Arsenal dikalahkan Watford musim lalu. Dua pivot Arsenal tidak mendapatkan banyak ruang untuk menerima bola dari bek.

Jika Cazorla berada di posisi Xhaka, ia bisa berlari sedikit melebar, masuk ke jalur umpan Koscielny dan Alexis. Ketika menerima bola, ia bisa berkelit melewati lawan yang berlari menekan. Cazorla memang punya olah bola yang sangat baik. Namun Xhaka bukan Cazorla yang bisa dengan mudah menggiring bola melewati lawan. Cara Xhaka sangat berbeda.

Oleh karena itu, 4-2-3-1 menjadi tidak relevan lagi dan meski terlambat, akhirnya Wenger mengubah skema menjadi 3-4-2-1. Keberadaan tiga bek memecah perhatian pemain depan lawan yang berlari menekan. Xhaka bisa dengan leluasa turun lebih dalam untuk menerima bola.

Ketika bermain dengan tiga bek, di atas kertas, Arsenal akan punya tiga penerima bola dari kiper. Jumlah penerima bola pun semakin bertambah, sehingga, ketika menerima bola, Xhaka tak perlu sampai harus “menggiring”. Ingat, 70 persen aksi di area sendiri ketika berprogres, sebaiknya berupa umpan yang presisi. Tujuannya untuk mengurangi risiko bola terebut oleh lawan.

Ketika opsi penerima umpan tersedia, Xhaka bisa menggantikan peran Cazorla dengan sangat baik. Ia mem-“bypass” lawan yang menekan dengan umpan ke depan.  Bagaimana jika lawan menempel ketiga bek? Perhatikan gambar di bawah:

Situasi dalam gambar di atas banyak terjadi di final Piala FA 2016/2017 antara Arsenal melawan Chelsea. Ketika tiga bek Arsenal diikat oleh tiga penyerang lawan, Xhaka atau Aaron Ramsey, biasanya bisa mendapat ruang lebih lega untuk menerima bola. Jika keduanya juga ditekan oleh lawan, Cech bisa mengalirkan bola ke salah satu dari Alexis Sanchez atau Mesut Özil.

Keberadaan segitiga Ramsey, Alexis dan Özil menjadi sangat penting karena berfungsi sebagai pemecah gelombang tekanan lawan. Xhaka bisa mendapat ruang yang bebas karena gelandang lawan lainnya harus mengawal Ramsey, Alexis dan Özil. Dengan cara sederhana dari pengaruh 3-4-2-1 inilah Wenger mencoba mengurangi dampak absennya Cazorla.

Melihat peralihan skema ke 3-4-2-1, artinya, Wenger sudah menyadari bahwa memboyong pengganti Cazorla bukan perkara gampang. Jika dicermati lagi, gelandang yang dihubungkan dengan Arsenal tak sepenuhnya mirip dengan Cazorla. Jean Michael Seri dan Miralem Pjanic lebih mendekati ciri permainan Xhaka, yaitu seorang gelandang yang lebih ideal berprogres dengan umpan dan penempatan diri.

Toh, dalam satu musim, Wenger tentu tak bisa hanya mengandalkan Xhaka untuk bermain sebagai deep-playmaker. Keberadaan Mohamed Elneny bisa digunakan untuk keperluan merotasi Ramsey. Francis Coquelin mungkin baru bisa digunakan ketika Wenger harus mengubah pendekatan di tengah laga. Misalnya ketika Arsenal harus lebih bertahan dan menambah jumlah gelandang.

Jika memang harus menyebut satu nama, mungkin Pablo Fornals bisa dikedepankan. Namun, gelandang muda asal Spanyol itupun lebih menyerupai box-to-box ketimbang playmaker. Ingat, jago menggiring bola saja tak membuat si pemain bisa mendikte jalannya pertandingan seperti yang dilakukan Cazorla. Perlu lingkar otak yang luas untuk menduplikasi kemampuan Cazorla.

Jadi, kesimpulannya, Wenger sudah mencoba mencari cara paling mudah untuk mengganti Cazorla, yaitu dengan mengubah cara bermain. Musim depan, sebaiknya, Wenger tetap setia dengan 3-4-2-1. Selain terbukti tak membuat para bek tengah bekerja terlalu keras, skema tiga bek juga membuat para pemain lebih mudah mencari ruang.

Progresi menyerang yang bersih, penempatan posisi yang apik dan pertahanan yang lebih aman adalah cara paling sederhana tentang “bagaimana cara” mengganti sosok tak tergantikan di lini tengah bernama Santi Cazorla.

Author: Yamadipati Seno
Koki @arsenalskitchen