Suara Pembaca

Kesempatan Kedua Fabio Borini

AC Milan memang menjadi sensasi dalam bursa transfer musim panas ini. Setelah meresmikan kedatangan empat pemain, yaitu Mateo Musacchio, Franck Kessie, Ricardo Rodriguez dan Andre Silva, Milan bersiap meresmikan kedatangan pemain kelima mereka di bursa transfer ini.

Namun, ia bukanlah Andrea Conti, Nikola Kalinic, Lucas Biglia atau Hakan Calhanoglu yang sedang ramai diberitakan, bukan pula Pierre-Emerick Aubameyang atau Andrea Belotti yang begitu diidam-idamkan Milanisti.

Tanpa diduga banyak orang, Milan sudah resmi merampungkan kepindahan penyerang Sunderland asal Italia, Fabio Borini. Ya, Fabio Borini yang itu. Saat tulisan ini dibuat, Borini sudah tiba di kota Milan untuk melakukan serangkaian tes kesehatan dan tidak lupa diuji oleh Milan Lab. Milan mendatangkan pemain bertinggi 180 sentimeter ini lewat skema pinjaman dengan  biaya 1 juta euro berikut obligasi pembelian permanen sebesar 5 juta euro.

Borini yang kita tahu adalah pemain yang lima tahun lalu dianggap sebagai salah satu penyerang paling menjanjikan. Namun ternyata, di usia yang kini sudah 26 tahun, ia baru mencetak total 36 gol selama delapan tahun karier profesionalnya yang kebanyakan dihabiskan di Inggris. Alih-alih tampil sebagai penyerang utama Italia, justru sebutan wasted talent yang disematkan kepada pemain kelahiran Bentivoglio pada tahun 1991 ini.

Apa untungnya bagi Milan dengan merekrut pemain dengan atribut seperti Borini? Memang Milan sendiri sudah berniat menjadikan Borini sebagai pemain pelapis bagi Andre Silva atau siapa saja penyerang berkualitas yang akan datang. Akan tetapi, walau hanya akan didatangkan sebagai pemain pelapis sekalipun, ternyata cukup banyak yang menentangnya. Namun sebelum memberi penilaian, ada baiknya menyimak perjalanan pemain yang mengawali karier sepak bolanya di tim junior Bologna ini.

5 Februari 2012, AS Roma menjamu Internazionale Milano dalam lanjutan kompetisi Serie A Italia. Luis Enrique yang saat itu menduduki posisi pelatih Roma menggelar formasi 4-3-1-2. Cederanya penyerang andalan Pablo Dani Osvaldo yang pada putaran pertama kompetisi berhasil mencetak 7 gol dari 15 pertandingan membuat Luis Enrique terpaksa memainkan penyerang mudanya yang dipinjam dari klub Parma, Fabio Borini.

Akan tetapi, tifosi sebetulnya sudah tidak ragu pada kualitas Borini. Sejak mengisi peran Osvaldo, dua gol berhasil dicetaknya ke gawang Cesena dan Cagliari. Menghadapi lawan setangguh Inter memang menjadi ujiannya yang terberat. Untuk dapat menembus gawang tim asuhan Claudio Ranieri kala itu, ia harus berhadapan dengan duet bek tengah senior, Walter Samuel dan Lucio.

Namun laga tersebut memang milik Roma. Borini tampil gemilang dengan mencetak dua gol yang prosesnya betul-betul menggambarkan kecerdikan seorang penyerang. Ia berhasil lolos dari jebakan offside, lalu bergantian menaklukkan Samuel dan Lucio untuk kemudian menyelesaikan peluang dengan dingin dan klinis. Roma pun menang telak 4-0 dalam laga tersebut.

Setelah pertandingan itu, Borini mencetak tambahan empat gol hingga rampungnya musim 2011/2012. Meski Roma hanya menempati posisi ketujuh, namun Borini mengakhiri musim dengan torehan sensasional berkat suntingan sembilan gol. Amat menjanjikan untuk ukuran penyerang yang baru berusia 21 tahun saat itu. Ia pun kemudian dipanggil memperkuat tim nasional Italia yang berlaga di Piala Eropa tahun 2012, meski tidak pernah dimainkan.

Sensasi ini sebetulnya bukan kali pertama ditunjukkan Borini. Adalah Brendan Rodgers yang berandil besar pada awal karier pemain ini saat ia menjabat sebagai pelatih tim cadangan Chelsea. Kala itu tahun 2008, ia berhasil mencetak 10 gol dari 11 pertandingan yang dijalani di tim cadangan Chelsea. Carlo Ancelotti yang kala itu menjadi pelatih kepala Chelsea pun menyebut Borini mengingatkannya pada sosok Filippo Inzaghi. Borini pun menjalani debut seniornya bersama The Blues tahun 2009.

Untuk menambah jam terbang, Borini dipinjamkan ke Swansea yang kala itu berlaga di Championship Division pada pertengahan musim 2010/2011 di mana Rodgers sudah menjadi pelatih kepala di sana. Di bawah asuhan pelatih yang tahu cara memaksimalkan bakatnya, Borini berhasil mencetak enam gol hanya dari sembilan pertandingan yang dijalani.

Borini dan Rodgers sepertinya memang saling merasa cocok satu sama lain. Ketika pria Irlandia Utara itu direkrut Liverpool tahun 2012, Borini-lah pemain pertama yang dimintanya kepada manajemen. Sebetulnya, kiprah Borini di Anfield menjanjikan pada awalnya. Ia berhasil mencetak gol dalam laga debut bersama The Reds. Namun kemudian datanglah bencana berupa cedera patah kaki yang mengharuskannya beristirahat selama tiga bulan. Belum cukup sampai di situ, tidak lama setelah melakukan comeback, ia kembali mengalami cedera, kali ini cedera dislokasi bahu yang membuatnya absen dua bulan.

Serangkaian cedera membuatnya sulit beradaptasi di Liverpool. Borini kehilangan tempat dan ia harus rela dipinjamkan ke Sunderland pada musim 2013/2014. Namun hebatnya, ia berhasil mencetak tujuh gol di Liga Primer Inggris meskipun saat itu bercokol nama Steven Fletcher dan Jozy Altidore sebagai pemain yang diplot sebagai si nomor 9.

Gol-gol Borini pun membantu menyelamatkan The Black Cats dari jeratan degradasi. Sementara di ajang Piala Liga Inggris, tiga gol yang dicetaknya berkontribusi membawa Sunderland hingga ke babak final sebelum dikandaskan Manchester City.

Kesalahan Borini adalah ketika ia memilih kembali ke Liverpool musim 2014/2015 meski Sunderland menawarkannya kepindahan permanen. Ia merasa memiliki peluang untuk merebut posisi starter di skuat The Reds, terutama setelah Luis Suarez dijual ke Barcelona. “Setiap pemain juga ingin tampil di Liga Champions. Jadi saya kembali,” ujar Borini mengenai alasan lain ia menolak proposal Sunderland.

Namun apa daya, meski bebas dari cedera, Borini hanya mendapatkan waktu bermain yang jika ditotal hanya 200 menit. Rodgers bahkan memintanya untuk berlatih sendiri, tidak bersama tim utama. Ia kalah bersaing dengan Daniel Sturridge, Mario Balotelli, Raheem Sterling, bahkan Rickie Lambert di lini depan Liverpool. “Ternyata saya terlalu banyak membuang-buang waktu di sini,” ujarnya di kemudian hari. Hubungannya dengan Rodgers pun berakhir. “Memang menyedihkan. Kami tidak lagi berbicara satu sama lain,” tambah Borini tentang mantan mentornya itu.

Borini pun akhirnya pindah ke Sunderland, tempat di mana ia memang lebih dipercaya dan disukai. Produktivitas golnya memang menurun dengan hanya enam gol dalam dua musim. Namun hal ini lebih disebabkan karena ia lebih banyak berperan sebagai pendukung dari Jermain Defoe yang menjadi pencetak gol utama kesebelasan milik pengusaha asal Amerika Serikat, Ellis Short ini.

Oleh Dick Advocaat, Sam Allardyce atau David Moyes, tiga pelatihnya di Sunderland, Borini memang lebih sering ditempatkan sebagai penyerang sayap. Khusus di bawah Moyes, Borini malah lebih sering bermain sebagai gelandang sayap dalam formasi 4-1-4-1 khas Moyes, di mana mencetak gol bukanlah tugas utamanya. Setengah dari musim 2016/2017 pun dilaluinya dengan cedera.

Ia sendiri menjabarkan musimnya yang baru saja berakhir. “Saya menyebut peran saya sebagai blind job karena para penonton tidak terlalu memerhatikan apa yang saya lakukan. Namun, saya rela melakukannya untuk membantu tim,” ucapnya.

Apa yang bisa ditawarkan Borini kemudian bagi Milan yang tengah berambisis besar membangun skuatnya? Kedatangannya sebagai pemain pelapis akan memberikan kedalaman skuat yang dibutuhkan Milan, mengingat mereka akan bermain di tiga kompetisi musim depan. Ditambah lagi, kemungkinan besar Milan akan ditinggal tiga penyerangnya, yaitu Carlos Bacca, Gianluca Lapadula dan M’Baye Niang.

“Posisi natural saya adalah penyerang tengah, baik sebagai penyerang tunggal atau berduet dengan penyerang lain. Bermain melebar cukup sulit. Saya lebih sering turun membantu pertahanan ketimbang merangsek ke depan. Inilah mengapa saya tidak banyak mencetak gol,” ujarnya.

Ini tentu mengindikasikan bahwa terdapat kemungkinan pelatih Milan, Vincenzo Montella, akan mencoba variasi permainan yang berbeda. Dengan banyaknya stok bek tengah dan fullback yang agresif menyerang seperti Rodriguez, Ignazio Abate atau Conti yang akan datang, Montella dapat menggunakan formasi tiga bek, bisa 3-5-2 atau 3-4-3. Pola dasar 4-3-3 pun dapat diteruskan tanpa masalah. Dengan variasi taktik ini, Borini memiliki kesempatan bermain sebagai penyerang tengah atau penyerang sayap, hal yang sulit didapatnya semasa bermain di Inggris.

Asalkan tidak bermasalah dengan cedera dan mendapatkan kesempatan bermain yang lebih banyak, Borini dapat menjadi pembelian yang berguna bagi Milan. Terlebih, secara teknis dan fisik, ia bukanlah pemain yang buruk, dan ia dikenal sebagai pekerja keras di lapangan. Kesempatan keduanya bermain di negara sendiri juga bisa menjadi keuntungan mengingat ia pernah tampil impresif kala memperkuat Roma.

Author: Aditya Nugroho @aditchenko
Penggemar sepak bola