Kolom

Panduan untuk Menonton Lionel Messi Bermain

Salah satu yang menjemukan kala berkecimpung di dunia literasi sepak bola adalah perdebatan ini: Siapa lebih jago di antara Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo? Ini seperti menyodorkan pertanyaan kepada saya siapa yang harus dipilih antara Tatjana Saphira atau Chelsea Islan. Bagaimana bisa kita memilih di antara keduanya kalau dalam konteks mengidolai, kita tak pernah terbatas pada satu pilihan?

Sebagai penikmat pertandingan sepak bola yang melahirkan banyak gol, saya mengidolai Cristiano Ronaldo. 600 gol lebih yang ia buat selama kariernya adalah bukti nyata bahwa kapten Portugal ini adalah nama terdepan yang kita bahas tentang urusan mencetak gol. Tapi sebentar, bagaimana dengan Messi? Bukankah ia juga telah mencetak hampir 500 gol lebih sejauh ini?

Tenang dulu, kawan-kawan. Anda, suporter Barcelona atau pencinta Lionel Messi, tak perlu buru-buru naik pitam dan silakan buat diri Anda nyaman sambil membaca artikel ini sampai akhir.

Menonton Messi, bagi saya secara pribadi, seperti duduk tenang di depan layar kaca tiap hari Minggu pagi untuk menonton kartun di masa kecil dahulu. Di usia itu, saya belum terkontaminasi apapun. Anak kecil menikmati sesuatu murni karena dorongan kesenangan belaka, bukan karena ia suporter Doraemon garis keras, misalnya. Saya menonton Doraemon dan Dragon Ball dengan porsi dan fanatisme yang sama besarnya tanpa menjelekkan satu sama lain. Netral, sederhana dan bahagia.

Lepaskan semua identitas Anda sebagai kubu suporter tim manapun, menontonlah secara netral dengan kacamata seorang penonton yang murni datang ke stadion atau duduk bersimpuh di depan televisi untuk satu tujuan: menonton sepak bola. Itu saja dulu modal awalnya. Karena kamu tahu, ketika semakin dewasa dan mengetahui busuknya dunia fana, manusia jauh lebih kritis dan banyak bicara.

Ketika Anda sudah menemukan kesederhanaan yang saya maksud, nyalakan televisi dan tontonlah Barcelona bermain. Saya mau jujur, satu-satunya alasan saya menonton Barcelona hanyalah La Pulga. Saya tidak peduli juego do posicion ala Pep Guardiola yang terkenal dan melegenda di Catalan itu. Saya tidak peduli betapa spesial Ryan Tank mengagungkan cara bermain Sergio Busquets. Saya menutup semua pengetahuan yang saya dapat tentang sepak bola yang dimainkan Barcelona, hanya untuk La Pulga.

Menonton Messi, saya memakai kacamata khas anak kecil persis seperti ketika saya menonton Doraemon yang tak henti mengeluarkan sesuatu yang sureal dari dalam kantongnya untuk membantu Nobita. Tiap kali Messi menerima bola, menempatkan bola di ujung luar kaki kirinya, saya menantikan apalagi yang akan diperbuat kaki kiri paling hebat di dunia saat ini.

Tiap Messi menurunkan badannya dengan gerakan drop shoulder yang ikonik itu, saya terpukau sama seperti ketika Goku mengeluarkan Genki Dama-nya yang juga ikonik itu. Saya tak akan mencoba memahami bagaimana luar biasanya pemahaman spasial milik Messi itu. Saya juga tak akan meneliti bagaimana Messi bisa mengatur naik-turun kecepatan larinya dalam membawa bola dengan kacamata sains. Sekali lagi, menonton Messi adalah perihal kebahagiaan dan sudah, itu saja.

Di El Clasico terakhir misalnya, saya merasa akan ada sesuatu yang hebat akan terjadi ketika Messi mengoper bola kepada Busquets dan berlari dengan kecepatan tinggi di belakang Casemiro yang tengah membalikkan badan. Saya tidak berpikir itu akan menjadi gol, namun tiap Messi memutuskan ia harus berlari menerobos barikade pertahanan lawan, biasanya, sesuatu yang hebat akan terjadi.

Baca juga: Keabadian Lionel Messi di El Clasico

Mata saya sudah siap berbinar-binar kala Messi merangsek ke pertahanan Madrid. Ini seperti menonton Thierry Henry bersiap mengeksekusi tendangan penalti. Di masa kariernya bersama Arsenal, menonton Henry mengambil penalti seperti jaminan bahwa itu akan 100 persen menjadi gol dan saya masih memegang prinsip itu tiap kali melihat gerakan-gerakan tertentu dari sikap pemain di lapangan.

Umpan sederhana Busquets ke Ivan Rakitic yang ada di halfspace sebelah kiri Real Madrid, lalu dummy running Luis Suarez yang mengecoh Nacho dan Sergio Ramos, membawa Messi selangkah di depan Casemiro. Gelandang Brasil itu tahu ia tak akan mampu melanggar Messi, mengingat ia sudah terkena kartu kuning.

Luka Modric, yang sepersekian detik kemudian berada di samping La Pulga, juga tak kuasa membendung lari Messi yang menyongsong dan menerima bola dari Rakitic dengan cepat dan tangkas. Dalam hitungan detik, Messi seperti mengeluarkan baling-baling bambu dan kamehameha secara bersamaan dan itu luar biasa bagi mata penonton netral seperti saya. Ia menjadi Doraemon dan Goku dalam sekali waktu!

Aksi selanjutnya, Messi, yang sudah berlari dengan bola di kakinya, bersiap disambut Dani Carvajal di kotak penalti. Carvajal tentu bukan nama pemain belakang sembarangan. Ia bek kanan di tim inti skuat timnas Spanyol. Tapi, seperti kita tonton kemudian, Messi menekuk sedikit bola ke arah kiri dengan kaki kanannya, membiarkan Carvajal menangkap angin, sebelum mengakhiri lari magisnya tersebut dengan tendangan kaki kiri yang menerobos masuk ke gawang El Real.

Kredit: thesun.co.uk

Hal-hal seperti itu yang membuat saya selalu rela menonton Barcelona musim lalu dan musim-musim selanjutnya, kendati Neymar terlalu mudah jatuh dan Andres Iniesta kerap dicadangkan demi Andre Gomes. Kamu tahu, menonton Messi itu menyenangkan, asal kamu sudah berdamai dengan isi kepala dan isi hatimu bahwa Messi dan Ronaldo sama-sama pemain hebat dan bahwa benar adanya kalau tiada Tuhan selain Allah. Sudah, itu saja.

Selamat ulang tahun, Leo Messi. Jangan lupa cukur brewok, ya.

Isidorus Rio Turangga – Editor Football Tribe Indonesia