Kolom

Juan Carlos Valeron, Genius dari Gran Canaria

Bagi penggila bola di akhir 1990-an dan awal 2000-an, nama Juan Carlos Valeron pasti familiar. Ia terkenal sebagai playmaker papan atas Spanyol sebelum Xavi Hernandez atau David Silva menjadi nama-nama kelas dunia.

Valeron memang bukan merupakan bagian Depor yang menjuarai Liga Spanyol di tahun 2000. Pada musim tak terlupakan berkat keajaiban anak-anak asuh Javier Irureta tersebut, ia masih bermain untuk Claudio Ranieri di Atletico Madrid. Ia menjadi bagian musim terburuk Atletico yang terdegradasi ke Segunda Division di akhir musim 1999/2000.

Pria kelahiran 17 Juni 1975 ini baru bergabung dengan skuat yang terdiri atas Roy Makaay, Djalminha dan Noureddine Naybet di awal musim 2000/2001. Namun, pemain asal kepulauan Canaria ini pun tidak butuh waktu lama menjadi kesayangan publik Riazor. Meskipun tidak pernah lagi meraih gelar juara La Liga, Depor dibawanya menjuarai Copa del Rey tahun 2002, serta berkompetisi di Liga Champions selama lima musim berturut-turut.

Baca juga:‘Super Depor’ yang Tak Lagi Super  

Kesuksesan terdahsyat Valeron bersama Depor adalah ketika menjuarai Copa del Rey 2002 dengan mengalahkan Real Madrid di rumah kebesaran mereka, Santiago Bernabeu. Dua gol Depor merusak perayaan 100 tahun Real Madrid yang jauh lebih diunggulkan untuk memenangi pertandingan tersebut. Sampai sekarang, final menghebohkan itu terkenal dengan sebutan El Centenariazo.

Di tim nasional Spanyol, Valeron bisa dibilang sebagai sosok playmaker modern yang menginspirasi sosok-sosok seperti Xavi Hernandez, Xabi Alonso dan Santi Cazorla. Piala Dunia 2002 serta Piala Eropa 2000 dan 2004 sempat dicicipinya, meskipun kita sama-sama tahu bahwa Spanyol kala itu belumlah Spanyol yang super seperti sekarang.

Momen terbaik Valeron bersama Super Depor di Liga Champions adalah mengalahkan Manchester United dua kali di Old Trafford. Selain itu, siapa yang bisa melupakan comeback prestisius Depor melawan AC Milan? Di Liga Champions 2003/2004, Deportivo La Coruna kalah 1-4 di San Siro, tapi mampu membalas 4-0 di Stadion Riazor. Valeron dan kawan-kawan pun berhasil masuk ke semifinal Liga Champions. Meskipun pada akhirnya dikandaskan FC Porto yang kemudian menjadi juara, prestasi sebagai semifinalis adalah prestasi tertinggi Deportivo La Coruna yang entah kapan bisa terulang lagi.

Sayang, semua masa kejayaan itu harus berakhir. Diawali cedera parah Valeron selama setahun lebih di tahun 2006 sampai awal 2008, prestasi Deportivo La Coruna perlahan-lahan terpuruk. Puncaknya adalah ketika mereka terdegradasi ke Segunda Division di tahun 2011.

Valeron yang kala itu sudah memutuskan gantung sepatu, terpaksa kembali lanjut bermain demi memenuhi janjinya mengembalikan Depor ke divisi utama. Tekad itu akhirnya terwujud di tahun 2012. Los Blanquiazules kembali promosi ke La Liga Primera.

Namun, Valeron tetap saja belum bisa pensiun dengan tenang. Krisis ekonomi yang melanda Spanyol membuat Deportivo La Coruna tak punya banyak dana untuk membeli pemain. Depor pun tak lagi super dan pemain-pemain gaek seperti Valeron dan Manuel Pablo terpaksa bermain kembali. Sayang, dengan sumber daya terbatas, Depor menjadi bulan-bulanan di La Liga dan terpuruk di urutan kedua dari bawah di klasemen akhir.

Juan Carlos Valeron pun pasrah. Sudah waktunya ia mengakhiri perjuangannya. Ia masih ingin menolong klub yang dicintainya itu, tapi apa daya, usia tidak bisa ditipu. Menyadari tanda-tanda akan pensiunnya Valeron, publik Spanyol pun berlomba-lomba ingin mengantarkan sang legenda ke masa pensiunnya dengan gestur yang baik.

Sepanjang musim 2012/2013 dn 2013/2014, penonton memberi standing ovation setiap kali sang maestro ditarik keluar. Ini terjadi di setiap pertandingan di stadion mana pun ia bermain. Tidak terkecuali stadion-stadion besar seperti Santiago Bernabeu, San Mames dan Camp Nou, stadion yang terkenal paling pelit memberi standing ovation selain pada pemain Barcelona sendiri.

Sempat dikira akan segera gantung sepatu di akhir musim 2012/2013, siapa yang menyangka, Valeron ternyata tidak jadi pensiun dan memutuskan kembali ke La Liga? Setelah meninggalkan Deportivo La Coruna, ia sukses membawa Las Palmas memenangi playoff promosi, dan sempat memimpin pasukan dari Gran Canaria itu di kompetisi La Liga musim 2015/2016, di usianya yang mencapai 40 tahun!

Setelah performa klub masa kecilnya tersebut terlihat sudah stabil, pria genius dari Kepulauan Canaria ini pun mengumumkan pengunduran dirinya pada tahun 2016 lalu.

Penghujung karier Valeron pun jauh dari gemerlap showbusiness, hanya ancaman degradasi yang menjadi teman setianya selama bertahun-tahun. Air mata yang diteteskannya di konferensi pers perpisahannya dari dunia sepak bola bahkan kalah populer dari air mata perpisahan Iker Casillas kepada Real Madrid.

Meski demikian, publik Spanyol tetap melepasnya dengan hangat. Dunia tak boleh lupa pernah ada seorang genius bernama Juan Carlos Valeron.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.