Eropa Spanyol

Belajar Memasak dengan Javier Mascherano

Kalian semua pasti pernah ke restoran, kan? Jika dicermati, ada satu konsep restoran yang sudah jamak dipakai, yakni meletakkan dapur di belakang. Sebenarnya akhir-akhir ini hal itu sudah bukan keharusan. Dengan dalih agar display menjadi lebih menarik, beberapa restoran meletakkan dapur di depan.

Akan tetapi jika dicermati lebih lanjut, dapur memang sebaiknya berada di belakang. Alasan pertama adalah soal keamanan. Dalam hal memasak, apapun bahan bakar yang digunakan (gas, minyak, arang atau kayu bakar), semuanya memiliki resiko terjadi kebakaran.

Menempatkan dapur di belakang lebih aman karena tabung gas atau stok bahan bakar bisa ditempatkan di luar dapur. Di restoran besar biasanya tabung gas diletakkan dekat tempat pembuangan sampah atau di lahan kosong. Ini akan meminimalisir terjadinya ledakan tabung gas di dalam dapur.

Kedua adalah soal estetika. Dapur merupakan tempat di mana bahan makanan diolah, dan tidak semua bagian makanan dapat kita makan. Dari makanan yang pernah kita santap, beberapa di antaranya memiliki bagian yang tidak bisa dimasak dan harus dibuang.

Bahan makanan yang dibuang tersebut akan berbau busuk dan jika sampai tercium oleh para pengunjung ketika memasuki restoran, akan membuat mereka langsung merasa tidak nyaman.

Ketiga adalah untuk menjaga makanan tetap higienis. Ini yang sering terjadi di Indonesia, beberapa rumah makan meletakkan dapur di depan (bahkan terbuka) dekat dengan jalan raya. Hal ini sangat berbahaya karena debu dan asap kendaraan bermotor dapat menempel pada makanan yang membuat hidangan menjadi tidak higienis.

Dapur memang harus diistimewakan karena perannya sangat vital, tempat di mana masakan diolah dari bahan mentah menjadi hidangan berkelas. Namun terkadang peran dapur terlupakan oleh banyak orang karena mereka tidak peduli bagaimana masakan itu diolah. Yang penting tampilan makanan menarik dan nikmat saat disantap.

8 Juni 1984, cikal bakal dapur restoran ternama diresmikan di Argentina dengan nama lengkap Javier Alejandro Mascherano. Ia bukan dapur dengan panci, wajan, ataupun kompor, tetapi dapur yang mengolah serangan-serangan lawan menjadi bahan untuk dihidangkan pada gelandang dan penyerang di depannya.

Mascherano yang sekarang bukanlah yang dulu lagi. Ia dulu dikenal sebagai gelandang bertahan petarung, namun sejak kepindahannya ke Barcelona, ia ditempatkan lebih ke belakang menjadi bek tengah, yang terbukti sebagai posisi terbaiknya. Tugasnya juga berbeda, dari sekadar merebut bola menjadi merebut dan merancang serangan dari belakang.

Ini mirip dengan konsep dapur. Mascherano mengumpulkan bahan makanan hasil dari bola yang ia rebut dari lawan, lalu berpikir bagaimana bola akan diolah, dan menghidangkan bola tersebut secepatnya kepada pemain di depannya agar tidak keburu basi alias kembali direbut lawan.

Kemampuan mendistribusi bola dengan baik ini menutupi kelemahan Mascherano yang sedikit buruk di duel udara. Wajar, karena tingginya hanya 174 sentimeter.

Dalam bekerja, Mascherano berusaha selalu menjaga keamanan, estetika, dan higienitas dalam bermain agar dapat memberikan yang terbaik bagi para penikmat hidangan yakni suporter di stadion maupun layar kaca.

Mascherano tidak canggung menjatuhkan lawan atau melanggarnya dengan keras asalkan gawang timnya tetap aman dari kebobolan. Namun ingat, ia selalu berusaha melakukannya dengan estetis, sedap dipandang mata. Ketika bola berhasil direbut, eks pemain Liverpool ini juga tidak terburu-buru membuang bola ke depan namun perlahan mengolahnya menjadi sodoran yang nikmat disantap rekannya.

Salah satu aksi bertahannya yang terbaik adalah tekelnya ke Arjen Robben di semifinal Piala Dunia 2014.

Akan tetapi, layaknya peran dapur yang sering terlupakan, peran vital Mascherano juga sering tak dianggap oleh publik. Mereka lebih tertarik membicarakan etalase lini depan Barcelona yang dihuni pemain-pemain kelas wahid.

Apalagi Mascherano memiliki banyak dosa di Barcelona. Ia tercatat pernah melakukan gol bunuh diri sebanyak lima kali untuk Blaugrana, kalau perhitungan saya tidak salah. Lulusan akademi River Plate ini juga termasuk pemain yang “kotor” dengan koleksi 104 kartu kuning dan delapan kartu merah sepanjang kariernya.

Namun itu bukan perkara besar. Bukankah saat memasak kita juga pernah berbuat dosa yang berupa makanan yang gagal? Selamat ulang tahun yang ke-33, Mascherano! Jangan bosan memasak, ya!

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.