Eropa Spanyol

Sejarah Real Madrid dan Para Remaja ‘Mahal’

Berita menghebohkan datang dari ibu kota Spanyol. Real Madrid dikabarkan telah menebus klausul buy-out Vinicius Junior, wonderkid Flamengo, sebesar 38 juta paun. Angka ini hampir menyentuh separuh harga Cristiano Ronaldo yang sempat berlabel pemain termahal dunia pada tahun 2009 lalu. Hal yang lebih mengagetkan lagi adalah usia Vinicius yang baru menginjak 16 tahun dan baru bermain 17 menit di tim senior Flamengo, klubnya saat ini.

Ya, meskipun telah ditebus oleh El Real, Vinicius belum akan berlaga di Santiago Bernabeu dalam waktu dekat. Ia tetap bermain di Flamengo dengan status pinjaman dan baru akan bergabung dengan skuat Los Blancos pada musim 2018/2019 ketika usianya tepat 18 tahun kelak. Ada juga kemungkinan masa peminjaman Vinicius diperpanjang setahun.

Siapakah Vinicius Junior? Sosok remaja yang dijuluki “The Next Neymar” ini pernah dijelaskan secara gamblang oleh rekan saya Yamadipati Seno:

“Vinicius punya kecepatan, kaki yang lincah, dan banyak tabungan trik untuk mematahkan engkel lawan, yang kesulitan mengejarnya. Tubuhnya yang terlihat lebih kokoh ketimbang remaja seusianya, membuat Vinicius sulit dihentikan ketika cutting inside dan masuk ke kotak penalti. Melihat kelebihannya, label “Neymar” tentu menjadi beralasan.”

Label “The Next Neymar” kian lekat setelah ia berhasil menjuarai South American U-17 Championship di mana ia sukses menyarangkan tujuh gol. Secara keseluruhan Vinicius telah bermain sebanyak 22 kali di Brasil U-17 dan mencetak 19 gol. Potensi besar, memang. 

Akan tetapi yang akan saya bahas di sini bukan penggambaran sosok Vinicius dengan segala sihir olah bolanya, melainkan calon pemiliknya. Kita semua tahu bahwa Real Madrid adalah klub “instan” yang gemar membeli “pemain jadi” alih-alih mendatangkan bakat setengah matang yang perlu dipoles dulu agar sinarnya berkilau terang.

Pertanyaannya, bisakah Real Madrid memoles permata yang satu ini menjadi komoditas perhiasan yang memiliki daya tarik tinggi di kemudian hari? Sebelum menjawab pertanyaan ini saya akan mengajak Anda kembali ke musim 1999/2000 ketika Nicolas Anelka muda ditebus dari Arsenal dengan biaya 29,75 juta paun. Maju sekitar 7 tahun kemudian, Royston Drenthe memulai kiprah go international-nya kala bergabung dengan pasukan Real Madrid asuhan Bernd Schuster.

Hasil akhirnya? Tak ada satupun di antara mereka yang meraup sukses di Santiago Bernabeu. Kurang lengkap? Anda bisa menambahkan nama-nama seperti Robinho, Asier Illarramendi, Fabio Coentrao, dan Arjen Robben yang tidak cemerlang di Madrid meskipun sempat merasakan gelar juara di sana. Juga jangan lupa satu nama lagi, Martin Odegaard, yang dipinjamkan ke SC Heerenveen dan belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Dari deretan nama-nama itu kita bisa menyimpulkan jika Madrid bukan klub yang pintar memoles bakat muda pemain mereka. Los Blancos lebih jago memainkan pemain matang semisal Cristiano Ronaldo, Gareth Bale, Toni Kroos, atau pemain-pemain era Galacticos jilid satu mulai dari David Beckham hingga pelatih mereka kini, Zinedine Zidane. Mereka semua datang di usia tak kurang dari 24 tahun. Usia di mana seorang pemain sudah tidak termasuk kategori pemain muda.

Melempemnya para remaja berbakat nan mahal di Bernabeu bukan tanpa sebab. Ambisi Madrid menguasai Spanyol dan Eropa membuat mereka selalu gencar mendatangkan pemain bintang hampir di setiap musim. Ketika pemain itu tiba, praktis kesempatan bermain si pemain muda menipis karena ia kalah nama. Hal mana yang dikhawatirkan terjadi pada Vinicius.

Dia memang dilabeli akan menjadi pewaris Neymar sekarang, tapi ingat, Brasil adalah gudangnya talenta lapangan hijau. Minggu depan, bulan depan, atau tahun depan bisa jadi The Next Ronaldo, The Next Kaka, atau The Next Pele muncul dan sedikit banyak akan menjadi beban bagi The Next Neymar yang satu ini untuk tampil lebih baik.

Itu belum ditambah jika wonderkid yang sudah lebih dulu terkenal seperti Gabriel Jesus atau Kylian Mbappe kian matang, Madrid jelas menjadi kubu pertama yang tergiur dengan talenta mereka dan lagi-lagi satu tempat di tim inti bagi Vinicius terancam hilang apabila ada wonderkid “lulusan” klub Eropa yang bergabung ke Madrid. Pengalaman bermain di kompetisi Eropa jelas menjadi nilai tambah di mata pelatih.

Tapi tenangkan dirimu, wahai Madridista. Tak semua transfer pemain muda Madrid harus disambut dengan kegusaran. Kalian tentu masih ingat ketika Sergio Ramos muda yang baru berusia 19 tahun didatangkan dari Sevilla, bukan? Musim berikutnya di bursa transfer Januari, gerbong pemain muda kian panjang dengan hadirnya trio latin Fernando Gago, Gonzalo Higuain, dan Marcelo yang saat itu ketiganya belum genap berusia 20 tahun.

Dari keempat remaja itu, hanya Gago yang gagal bersinar di Eropa. Ramos dan Marcelo hingga kini masih menjadi andalan Real Madrid, dan Higuain menuai sukses besar di Juventus. Artinya, Madrid tetap mampu memoles bakat-bakat muda mereka meski kemungkinan untuk mencapai puncak performa terhitung kecil.

Kesimpulannya, investasi yang dilakukan Madrid untuk Vinicius ini bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi sebenarnya beresiko, pasalnya kita tidak tahu apa yang akan terjadi 2-3 tahun ke depan. Entah kemunculan bintang baru yang lebih menarik atau “performa terjun bebas” yang bisa saja menghampiri remaja dengan kawat gigi ini. Paulo Henrique Ganso dan Leandro Damiao menurut saya adalah contoh terbaik dari performa terjun bebas ini.

Di sisi lain, Madrid perlu mengamankan bidikan mereka yang satu ini karena sinarnya terlalu terang yang membuat banyak klub berebut mendapatkan tandatangannya. Bukankah untuk mendapatkan mobil dengan kualitas terbaik kadang kita harus inden?

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.