Eropa Italia

Dries Mertens, Pemain Mungil yang Mencuat di Tengah Krisis

Pada awalnya, suporter Napoli tak sampai berlama-lama meratapi kepergian Gonzalo Higuain ke Juventus. Klub langsung bergerak cepat dan mengamankan Arkadiusz Milik, top skor Eredivisie 2015/2016 yang membela Ajax Amsterdam.

Selain masih belia (23 tahun), Milik membuktikan pada publik bahwa Il Partenopei tak salah menebusnya dari Ajax dengan banderol 35 juta euro. Ia membayarnya kontan dengan dua gol di laga keduanya saat menghadapi AC Milan.

Sayang, bulan madu ini tak berjalan lama. Milik mengalami cedera ligamen saat membela tim nasional Polandia, yang membuatnya harus menepi dalam waktu yang lama.

Maurizio Sarri, pelatih Napoli, sempat memercayakan posisi penyerang tunggal kepada Manolo Gabbiadini, namun kurang tokcer. Pelatih yang merengkuh Panchina d’oro 2016/2017 (pelatih terbaik di suatu musim) itu akhirnya justru melepas Gabbiadini ke Southampton di bursa transfer Januari.

Sarri mencoba merekrut Leonardo Pavoletti dari Genoa di bursa transfer Januari seusai melepas Gabbiadini, namun pemain berbanderol 18 juta euro tersebut ternyata bukanlah jawaban dan lebih sering menghuni bangku cadangan.

Selama menunggu kesembuhan Milik itulah, Sarri menemukan solusi krisis lini serang Napoli dalam diri Dries Mertens, yang sejatinya lebih sering bermain sebagai penyerang sayap.

Sepanjang 2016/2017, Mertens tampil sebagai penyerang tunggal, dan berhasil tampil memukau. Hingga giornata terakhir, ia masih bersaing dengan Edin Dzeko guna merebut status capocannoniere atau pencetak gol terbanyak Serie A.

Berbadan relatif mungil dalam standar penyerang tengah, Mertens melejit dalam skema 4-3-3 Sarri. Pengalamannya sebagai pemain sayap modern (yang piawai melakukan cut-inside), kemampuan dribble bola ciamik, serta insting membunuhnya yang tajam, membuat Mertens begitu padu dengan tim yang menjadi paling subur mencetak gol di Serie A musim ini (94 gol).

Mertens, yang sudah berusia 30 tahun, meringankan beban Sarri. Ia diplot tampil didampingi Lorenzo Insigne dan Jose Callejon dan didukung sang kapten super, Slovakian punk rocker, Marek Hamsik.

Pemain berpaspor Belgia tersebut menggila dan tampak luwes di peran barunya. Ia dengan seenak hati menghancurkan barisan pertahanan lawan, lewat gocekan, tipuan, serta shoulder drop yang cepat dan mematikan. Dalam sepersekian detik, Mertens melenting melewati terjangan lawan, lalu melakukan aksi-aksi yang membuahkan gol bagi Napoli.

Hebatnya lagi, poros tiga penyerang ini sama-sama tampil impresif. Callejon mengumpulkan 14 gol dan 12 asis (yang membuatnya menjadi pengumpan asis terbanyak musim ini di Serie A). Sementara bagi Insigne, ia menyumbang 18 gol dan 9 asis. Mertens menjadi penyerang tersubur dengan torehan 28 gol dan 9 asis. Total ia berkecimpung di 37 gol Napoli, atau 29 persen dari keseluruhan gol yang diceploskan klub biru langit tersebut.

Jika ditotal, Mertens mencetak 33 gol di setiap ajang yang ia ikuti, yang merupakan lonjakan luar biasa karena di musim sebelumnya hanya menyumbang 11 gol dari 40 penampilan.

Sebelum tahun berganti, pada Desember 2016, Mertens membuat pencinta calcio tercengang lewat 7 gol yang ia ceploskan di dua laga kontra Cagliari dan Torino. Masa-masa Joe Hart, kiper dari negara sepak bola medioker itu, di Italia tidak bisa dibilang penuh warna dan Mertens menjadi salah satu aktor yang memberi awan kelabu bagi Hart serta memaksanya memungut bola sebanyak empat kali dalam satu pertandingan.

Ini adalah pencapaian yang luar biasa fantastis karena legenda Napoli, Diego Maradona, tak pernah bisa mencetak hingga 30 gol per musim selama membela klub tersebut.

Menjadi pemain bagi klub sebesar Napoli adalah suatu kebanggaan dan bagi Mertens, kota tersebut juga memiliki gairah yang besar di luar lapangan. Dalam suatu wawancara bersama Paulo Bandini, Mertens mengungkapkan betapa ia senang tinggal di Naples. Ia tercengang saat seorang nenek berusia 80 tahun lebih juga menegur dan memuji permainannya.

Sampai Oktober tahun lalu, Mertens lebih sering memulai laga sebagai pemain cadangan. Bahkan di musim sebelumnya, Sarri yang baru menggantikan Rafael Benitez lebih memercayakan Insigne sehingga Mertens hanya menjadi starter sebanyak enam kali di Serie A.

Inilah sepak bola. Mertens menuai berkah di saat Napoli kehilangan penyerang yang menjadi top skor pada 2015/2016, Higuain, dan ketika Milik cedera. Di usia 30, saat menyongsong usia senja, Mertens mencuat dan menjadi pemain Belgia yang subur mendampingi Romelu Lukaku yang berkiprah di Inggris.

Serie A memang sering menjadi tempat bagi penyerang-penyerang gaek menenun kisah manis. Sebut saja hikayat Dario Hubner bersama Piacenza atau Luca Toni bersama Hellas Verona.

Musim ini agak berbeda. Meski lagi-lagi kisah manis didominasi Juventus, Serie A memiliki warna tersendiri. Liga yang sering dinilai membosankan itu menjadi liga tersubur di antara liga-liga top Eropa dengan total 1.123 gol tercipta.

Pencapaian Mertens tentu saja sebatas prestasi individu. Lagipula Dzeko-lah yang menjadi raja gol Serie A musim ini. Mertens sendiri baru saja memperpanjang kontrak yang mengikatnya hingga tahun 2020. Ia telah mencuri hati pencinta Serie A dan segenap pendukung Napoli. Setelah harus puas menjadi ban serep bagi Higuain, Insigne, Gabbiadini, serta Milik, kebangkitan Mertens membuat Sarri sulit berpaling.

Kini yang menjadi sisa pertanyaan adalah: mampukah ia dan Napoli memperbaiki performa, lalu merebut dominasi Juventus di Serie A musim depan?

Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com