Kolom

Indihome Grassroots Festival dan Sepak Bola yang Menyenangkan bagi Anak-Anak

Sinarmas World Academy pada Minggu (14/5) begitu semarak. Kompleks terpadu yang berada di kawasan Serpong ini dipenuhi oleh anak-anak berseragam sepak bola beserta orang tua mereka. Di satu sudut, terlihat seorang pelatih sedang memberikan nasihat kepada anak-anak didiknya. Wajah-wajah polos mendengarkan dengan patuh.

Di sudut lain, pelatih yang lain sedang menghibur seorang anak yang sedang menangis tersedu. Ia mencoba menghibur sang bocah dari kekalahan yang baru dideritanya. Peristiwa-peristiwa kecil ini terjadi begitu riuh dan hangat. Bersama Miraj Sports Asia, Indihome menyelenggarakan turnamen sepak bola usia dini (UDIN) dan usia muda (UDA).

Kompetisi ini berlangsung selama empat hari, yaitu pada 6-7 Mei 2017 dan 13-14 Mei 2017. Football Tribe Indonesia berkesempatan mengunjungi di hari terakhir, di kompleks yang berada di wilayah Tangerang Selatan, Banten ini.

Kompetisi sepak bola anak-anak adalah hal yang biasa. Yang membedakan dengan kompetisi lain, penyelenggara kompetisi memberi penekanan pada kata “grassroots” atau “akar rumput”.

Konsep grassroots dalam sepak bola bukanlah barang asing. FIFA, otoritas tertinggi sepak bola dunia, telah memulai program ini pada 2002 lalu. Mereka memandang sepak bola bisa menjadi wadah untuk memperjuangkan inklusifitas dalam sepak bola. Sepak bola bukan sekadar olahraga karena ia bisa menyampaikan pesan positif ke seluruh lapisan, tak peduli jenis kelamin, latar sosio-ekonomi, atau keterbatasan fisik.

Secara mendasar, falsafah sepak bola grassroots terdiri dari lima poin, yaitu: 1. Sepak bola seyogianya menjadi olahraga untuk semua, 2. Bisa dimainkan kapan pun dan di mana pun, 3. Sepak bola adalah sekolah kehidupan, 4. Dilakukan untuk meraih kesenangan, 5. Biarkan anak-anak menjadi anak-anak (“let the kids be the kids”).

Semangat inilah yang coba diadopsi oleh penyelenggara. Saya berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan match commissioner, Anky Rakhmansyah, dan BOD Miraj Sports Asia, Irgi Fahrezi.

“Kompetisi ini menggunakan regulasi grassroots football FIFA karena selama ini yang saya lihat kompetisi usia dini tidak ada regulasi yang pasti. Saya, sih, tidak bisa memastikan apakah kami yang pertama kali menggunakan konsep ini. Anak saya sering ikut kompetisi sepak bola, tetapi peraturan pertandingannya selalu berbeda. Padahal FIFA sudah menyediakan itu,” kata Irgi, artis yang di acara ini juga bertindak sebagai MC.

Sambil menyimak aksi lucu para peserta di atas lapangan hijau, Anky menekankan pada saya bahwa konsep grassroots yang ingin pihaknya perkenalkan adalah bahwa sepak bola anak-anak mesti mengutamakan keasyikannya, bukan kemenangan. Anak-anak tidak perlu diberi beban berlebih ketika berkompetisi.

Kompetisi ini diikuti 48 tim yang terbagi menjadi 12 tim sekolah U-11, 12 tim sekolah U-9, 12 tim sekolah, dan 12 tim U-9 SSB (sekolah sepak bola). Untuk mewujudkan filosofi grassroots FIFA, penyelenggara tidak memberikan piala bagi juara. Mereka menekankan bahwa dalam kompetisi ini, semuanya menjadi pemenang. Meski begitu, mereka tetap memberikan apresiasi bagi pencapaian individu, yaitu kategori top skor dan pemain terbaik.

Format pertandingan cukup menarik. Satu laga berlangsung selama 1×15 menit dan masing-masing tim dimungkinkan untuk menyertakan pemain puteri. Di antara tim yang berlaga, saya sempat menyaksikan satu tim yang menurunkan pemain puteri di starting line-up mereka. Sepak bola bisa dinikmati oleh setiap insan, tak peduli apa kelaminnya.

Tampak para bocah bermain begitu bersemangat, tak lupa mendengarkan instruksi pelatih yang berdiri di tepi lapangan. Beberapa mengikuti selebrasi Cristiano Ronaldo usai berhasil mencetak gol. Ada pula yang mencontoh gaya selebrasi Paulo Dybala dengan Dybala Mask yang populer itu.

Anky juga menyatakan bahwa kompetisi ini akan mereka bawa ke berbagai kota. Tujuan pertama adalah Bandung (direncanakan berlangsung September 2017) dan Surabaya, yang pelaksanaannya masih mereka rancang.

Konsep sepak bola grassroots ala FIFA memang begitu mulia. Beberapa programnya bahkan turut memperhatikan permasalahan sosial seperti mengentaskan permasalahan kesehatan anak, atau pemberdayaan komunitas-komunitas kecil di negara-negara berkembang.

Semoga kompetisi ini bisa mencapai tujuannya dan tidak berhenti sampai di sini. Semangat yang baik perlu kita tanamkan kepada anak-anak. Harapan saya, penyelenggara bisa menjaring peserta yang lebih banyak dan beragam, agar pesan tersebut bisa menjalar luas. Panjang umur, semangat baik!

Author: Fajar Martha (@fjrmrt)
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com