Kolom

Predator Kotak Penalti Bernama Diego Forlan

Untuk ukuran juara Piala Dunia dua kali, kehadiran di Piala Dunia 2010 cukup tak diunggulkan. Nyatanya, La Celeste sukses mencapai semifinal turnamen yang dijuarai Spanyol tersebut. Prestasi fenomenal tersebut tak lepas dari andil besar Diego Forlan.

Diego Forlan Corazzo memang tampil menggila di turnamen antarnegara empat tahunan tersebut. Di akhir turnamen, ia dianugerahi bola emas, penghargaan yang diberikan kepada pemain terbaik di setiap penyelenggaraan Piala Dunia. Gelar pencetak gol terbanyak di Piala Dunia 2010 juga diperolehnya, meskipun harus dibagi dengan Thomas Muller, Wesley Sneijder dan David Villa.

Hanya setahun setelah tampil mengesankan di Piala Dunia, pemain berambut pirang ini menginspirasi kesuksesan Uruguay menjuarai Copa America 2011. Forlan mencetak dua gol untuk melengkapi kemenangan 3-0 Uruguay atas Paraguay.

Di level klub, prestasi fenomenal Forlan sebenarnya sudah jauh sebelum Afrika Selatan 2010. Ia dua kali menjadi pencetak gol terbanyak di La Liga Spanyol, masing-masing bersama Villarreal (2005) dan Atletico Madrid (2009). Di kedua tahun itu juga ia sekaligus menyabet penghargaan Sepatu Emas Eropa, yaitu pencetak gol di liga-liga kasta tertinggi di bawah naungan UEFA.

Siapa yang menyangka, pria yang namanya cukup harum di Uruguay ini sempat menjadi bahan cemoohan ketika memperkuat Manchester United? Cari saja di internet dan kegagalan Forlan menceploskan bola ke gawang Juventus yang sudah tak terjaga akan muncul sebagai salah satu momen paling memalukan di sepak bola.

Namun, ternyata para suporter Manchester United masih menyisakan tempat di hati mereka untuk Forlan. Berkat dua golnya ke gawang tuan rumah Liverpool pada tahun 2002, namanya pun diabadikan menjadi sebuah chant suporter yang berbunyi, “He came from Uruguay, he made the Scousers cry. Diego Forlan!”.

Cerita kekonyolan berubah menjadi kehebatan ketika Forlan pindah ke Liga Spanyol untuk memperkuat Villarreal. Klub ini tadinya hanya klub kecil dari wilayah Castellon, Valencia. Sejak kehadiran Forlan, Juan Riquelme, dan beberapa pemain berkualitas lain, prestasi Villarreal meroket.

Klub berjulukan El Submarino Amarillo (kapan selam kuning) ini sukses finis di posisi tiga klasemen akhir musim 2004/2005, prestasi terbaik mereka sepanjang sejarah. Setahun kemudian, Forlan dan Villarreal sukses menembus semifinal Liga Champions 2005/2006.

Atletico Madrid, yang punya tradisi diperkuat penyerang-penyerang ganas, ternyata tertarik menggunakan jasa Forlan. Setelah direkrut pada awal musim 2007, pemain kelahiran 19 Mei 1979 ini kembali menggila dengan lagi-lagi menjadi pencetak gol terbanyak Eropa pada tahun 2009. Gelar juara Liga Europa (dulu Piala UEFA) dan Piala Super Eropa dipersembahkannya untuk Los Colchoneros.

Setelah usianya menginjak 32 tahun, ia pun meninggalkan Atletico pada tahun 2011 untuk menjajal Liga Italia bersama Inter Milan. Sayang, kemampuannya yang mulai menurun hanya mempersembahkan sepasang gol bagi Inter dalan semusim masa pengabdiannya. Pada tahun 2012, ia langsung angkat kaki dari Eropa untuk memperkuat Internacional di Liga Brasil.

Namun, di saat banyak orang yang mengira Forlan telah pensiun, ternyata ia masih aktif bermain di Liga India bersama Mumbai City. Kepindahannya pada tahun 2016 tersebut menyusul pengalamannya merumput di Liga Jepang bersama Cerezo Osaka dan setahun bersama Penarol di Uruguay. Sempat dikabarkan akan segera datang ke Indonesia dengan status marquee player, Forlan ternyata masih betah bermain di Mumbai di usianya yang sudah menginjak 38 tahun.

Baca juga: Menantikan Kepastian Diego Forlan ke Arema FC

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.