Nasional Bola

Ketika PSSI Menolak Karangan Bunga

Dalam dua pekan terakhir, masyarakat Indonesia, khususnya warga DKI Jakarta, dihebohkan dengan fenomena kiriman karangan bunga untuk beberapa instansi atau perseorangan. Entah bagaimana awalnya, ratusan bahkan ribuan karangan bunga dikirim dan dipajang, seakan menandai sebuah pesan damai.

Dimulai dari karangan bunga dukungan untuk Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang akan habis masa baktinya, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, hingga papan hias yang terjejer rapi di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Insiden yang sempat terjadi awal Mei 2017 ini tak membuat fenomena ini surut.

Bahkan, cenderung bertambah karena belakangan Istana Negara juga mulai ‘diserbu’ karangan bunga. Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi, seperti dilansir Sindonews menyatakan fenomena ini sebagai ekspresi dan harapan masyarakat. Menjamurnya kiriman karangan bunga ini lantas menimbulkan pertanyaan, instansi atau gedung mana lagi yang akan jadi destinasi?

Bagi pencinta sepak bola, nama Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mungkin langsung terbayang di benak. Namun, sebenarnya induk organisasi sepak bola di tanah air ini sudah terlebih dahulu mengalami fenomena tersebut, tepatnya tujuh tahun lalu.

Ironi di penghujung tahun

Piala AFF 2010 ditandai dengan start apik timnas Indonesia lewat dua kemenangan telak, masing-masing 5-1 atas Malaysia dan enam gol tanpa balas kontra Laos. Di laga terakhir kontra Thailand, skuat Garuda bahkan sudah dipastikan lolos ke semifinal.

Akan tetapi, pada momen ini ironi terjadi. Jelang pertandingan melawan The War Elephants dan di tengah euforia yang memuncak seiring keberhasilan Irfan Bachdim dan kawan-kawan, PSSI mendapat ‘kado’ kurang menyenangkan. Dua buah karangan bunga mampir ke kantor PSSI yang kala itu masih di kompleks Stadion Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan. Isinya, sebuah kritikan tajam atas polemik yang terjadi di tubuh badan sepak bola tertinggi di Indonesia ini.

Sebuah karangan bunga sedang atau biasa disebut kran bertuliskan, “Turut Berduka Cita Atas Matinya Sepak Bola Indonesia.” Sementara di sampingnya ada papan bunga cukup besar yang menunjukkan tulisan, “Selamat & Sukses Kongres Luar Biasa PSSI.”

Dikutip dari Pikiran Rakyat, pengirim yang berasal dari Pasar Rawa Belong ini diterima staf keamanan PSSI dan bahkan sempat menurunkan kedua karangan bunga tersebut. Namun setelah diamati isi pesannya, karangan bunga tersebut ditolak untuk ditempatkan di depan kantor PSSI dan diminta untuk dikembalikan. Menariknya, sang pengirim mengaku tak mengetahui jelas siapa pemesan karangan bunga tersebut.

Meski ditolak PSSI, karangan bunga tersebut sempat jadi sorotan awak media. Terlepas dari prestasi timnas Indonesia, tuntutannya memang jelas: Revolusi di tubuh PSSI yang kala itu dipimpin Nurdin Halid. Tampuk kepemimpinan yang dipegang Nurdin sejak 2003 lalu dianggap harus segera diakhiri. Belum lagi kasus hukum yang sempat menimpanya, serta prestasi timnas yang tak juga menanjak.

Berangkat dari hal tersebut, pengirim yang mengatasnamakan diri sebagai Forum Suporter Indonesia, meminta pergantian rezim di PSSI. Setelah melalui proses perjuangan yang panjang, Nurdin akhirnya lengser dan posisinya kala itu, sementara waktu diisi Ketua Komite Normalisasi PSSI, Agum Gumelar. PSSI akhirnya punya pemimpin baru setelah Djohar Arifin Husin dipilih sebagai ketua umum periode 2011-2016 pada Kongres Luar Biasa (KLB) di Solo.

Sayangnya, konflik tak jua reda. Satu tahun sebelum masa baktinya berakhir, Djohar digantikan oleh La Nyalla Mattalitti pada 18 April 2015. Namun, beberapa saat sebelum La Nyalla terpilih sebagai Ketua PSSI, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pembekuan PSSI. Pada babak baru ini, karangan bunga juga sempat hinggap di Senayan.

Karangan kedua, ungkapan kerinduan

SK Pembekuan PSSI jadi salah satu alasan Indonesia akhirnya mendapatkan sanksi dari FIFA. Alhasil, kompetisi sempat mati suri. Setahun tanpa aktivitas sepak bola yang resmi, Kemenpora akhirnya ambil ancang-ancang cabut pembekuan. Meski belum ketok palu, kantor PSSI kembali jadi tempat mendaratnya sebuah papan karangan bunga.

Kali ini bukan sindiran atau tuntutan, melainkan sebuah kerinduan mendalam. “Selamat Atas Aktifnya Kembali Kepengurusan PSSI. Terima Kasih Kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo,” dikirim oleh seorang bernama Muhammad Alyas yang menyebut dirinya sebagai pencinta sepak bola Indonesia. Kali ini, tak ada penolakan mengingat sepi dan lengangnya suasana kantor PSSI.

Drama di tubuh PSSI akhirnya mereda dan ditandai dengan pencabutan SK Pembekuan. Satu yang lebih melegakan, induk organisasi yang telah berdiri sejak 1930 lalu itu punya seorang pemimpin baru. Dia adalah Letnan Jenderal TNI Edy Rahmayadi yang menjadi Ketua Umum sejak 10 November 2016 lalu. Hampir enam bulan kepengurusan organisasi di bawah Edy Rahmayadi, sudah layakkah PSSI mendapat karangan bunga dukungan dan ucapan terima kasih?

Saat ini, PSSI tentu saja masih punya banyak pekerjaan rumah yang perlu dirampungkan. Mulai dari tata kelola kompetisi yang lebih baik, perencanaan program tim nasional yang lebih matang, hingga perhatian lebih terhadap pembinaan usia dini, serta tentu saja revolusi di tubuh organisasi lewat slogannya, profesional bermartabat.

Meski demikian, kredit tersendiri agaknya perlu diberikan mengingat kerja keras kepengurusan PSSI sejak kali pertama dilantik. Meski diwarnai beberapa kontroversi, dimulai kembalinya liga bertajuk Liga 1 dan Liga 2 2017 jadi pelepas dahaga untuk pencinta sepak bola Tanah Air.

Perang melawan mafia judi sepak bola terus digemakan dan dinantikan gebrakannya. Kebangkitan timnas Indonesia yang dirancang lewat program pemusatan latihan juga diharapkan bisa menciptakan euforia baru dan pastinya, prestasi.

Dibutuhkan sinergi kuat antarpelaku sepak bola baik itu suporter, pemain, manajemen klub, hingga pengurus merupakan sebuah dorongan menuju kesuksesan yang amat sempurna merepresentasikan doa dan harapan dari sebuah karangan bunga untuknya. Mari buka mata, hati, dan telinga untuk kebangkitan sepak bola Indonesia.

Author: Perdana Nugroho
Penulis bisa ditemui di akun Twitter @harnugroho