Nasional Bola

Djanur…Oh…Djanur…

Selain pemanis, judul di atas saya rasa mewakili perasaan sebagian Bobotoh ketika Persib tengah unggul dua gol, pertandingan menyisakan sekita seperempat jam, dan alih-alih memperkuat lini tengah atau menambah pemain belakang, Djajang Nurdjaman justru memasukkan Carlton Cole, seorang penyerang tengah, untuk menggantikan Billy Keraf yang tampil impresif.

Selain sebuah blunder taktikal yang fatal, masuknya seorang penyerang tengah kala tim sudah unggul cukup nyaman tentu mengundang tanda tanya. Salah satunya, apakah masuknya eks penyerang West Ham ini terkait tuntutan dari manajemen atau memang murni kesalahan taktikal? Kalau memang alasan pertama yang menjadi biang keladi, Bobotoh tentu berhak berang terhadap manajemen. Namun jika alasan kedua yang menjadi penyebabnya, saya rasa memang sudah selayaknya Djajang Nurdjaman mengkhawatirkan posisinya sebagai pelatih Persib Bandung.

Sejak sebelum musim kompetisi Go-Jek Traveloka Liga 1 dimulai, Persib sebenarnya sudah tampil tidak cukup istimewa. Disingkirkan Pusamania Borneo FC di semifinal Piala Presiden 2017, lalu berturut-turut meraih hasil pra-musim yang mengecewakan dengan hasil imbang 0-0 kontra PSMS Medan dan kekalahan 1-2 atas Bali United beberapa hari jelang kick-off Liga 1.

Permasalahan taktikal Persib muncul, selain karena masih cederanya Sergio van Dijk, juga karena menumpuknya gelandang tengah Persib yang semuanya punya kualitas baik dan merata. Belum lagi aturan yang mewajibkan Persib memainkan tiga pemain U-23 selama 45 menit yang mau tidak mau memaksa Djanur merotasi pemain seniornya seperti Kim Kurniawan, Raphael Maitimo hingga sang marquee player, Michael Essien.

Rotasi yang tak cukup mulus ditambah taktik Djanur yang mulai mudah diraba lawan, membuat permainan Persib mulai tidak berkembang. Dari dua laga awal, isu taktikal sudah muncul dengan buruknya Persib dalam membangun serangan dan berfokus di sisi sayap yang lagi-lagi tidak optimal. Ketiadaan penyerang murni di tengah membuat upaya menyerang dari sayap akan buntu, terlebih, Carlton Cole yang diproyeksikan menggantikan Sergio van Dijk, tak kunjung tampil sesuai harapan.

Ada alasan utama kenapa Football Tribe Indonesia memasukkan nama Djajang Nurdjaman dalam Worst XI pekan pertama Liga 1 minggu lalu. Ketidakmampuan Djanur menemukan sistem yang pas bagi pemain Persib, membuat juara bertahan Liga Indonesia ini tampil di bawah ekspektasi Bobotoh. Dengan masifnya geliat transfer Maung Bandung dan meningkatnya sorotan media dan ekspektasi Bobotoh, munculnya tagar #DjanurOut di linimasa daring sesaat usai hasil imbang 2-2 kontra PS TNI adalah kewajaran.

Berbenah atau lengser

Sebagai tim besar, dua poin dari dua laga dengan permainan yang buruk adalah kekecewaan besar. David Moyes dan Louis van Gaal merasakan itu kala menukangi Manchester United. Arsene Wenger juga tengah memanas kursi manajerialnya usai Arsenal mengalami serentetan hasil buruk sejak Februari 2017. Dan di akhir April ini, kursi manajerial Djanur yang kemungkinan akan semakin memanas dan siap digoyang dengan isu pemecatan atau tuntutan mundur.

Hal pertama yang harus dibenahi tentu kualitas taktik. Sebagai pelatih yang konon pernah menempuh ilmu kepelatihan di Italia, Djanur tidak menunjukkan apapun selain rutin membuat permainan Persib tidak tampil sebagaimana mestinya. Belum adanya sosok yang menggantikan peran krusial Makan Konate tentu bisa menjadi alibi, tapi kalau hengkangnya Konate terus digunakan sebagai tameng untuk berlindung dari ketidakmampuan meracik taktik yang baik, saya rasa Djanur tidak ada bedanya dengan eks pelatih Persib sebelum ia kembali dilantik, Dejan Antonic.

Secara skuat, komposisi pemain gelandang tengah Persib melimpah dan ini yang harus segera ditemukan sistem yang pas. Dengan absennya Gian Zola dan Febri Haryadi yang bergabung dengan Timnas U-22, Billy Keraf dan Ahmad Basith bisa dipastikan mendapat jatah bermain sejak menit awal bersama Henhen Herdiana.

Permasalahannya, kalau Basith tak optimal, Djanur harus menyiapkan skema dua gelandang lain untuk menopang pemain muda alumnus Diklat Persib ini. Apakah harus Hariono dan Kim Kurniawan, atau Hariono dengan Dedi Kusnandar, atau bahkan, mencadangkan Hariono dan memainkan Dado, sapaan akrab Dedi Kusnandar dengan Michael Essien atau sang rekrutan anyar lain, Raphael Maitimo.

Ini pekerjaan rumah yang harus sesegera mungkin ditemukan solusinya. Kalau masalah komposisi gelandang tengah ini tak kunjung menemukan solusinya, hal ini akan menggiring pelatih yang berjasa membawa Persib menjuarai Liga Indonesia tahun 2014 ke pemecatan atau tuntutan mundur yang semakin kencang menggema.

Seperti pernah saya tulis di editorial sebelumnya, Persib punya skuat mewah dan harus bermain dengan cara ‘mewah’ yang setara dengan komposisi skuatnya, karena Anda tidak membeli sebuah Lamborghini untuk mengendarainya seperti  Avanza.