Eropa Europa League

Kembalinya Semangat ‘EuroCelta’

Jumat, 21 April 2017. Tepat setelah peluit akhir pertandingan Racing Genk melawan Celta Vigo dibunyikan, pemain-pemain Celta bersorak kegirangan. Hasil imbang 1-1 melawan tuan rumah sudah cukup untuk mengantarkan mereka ke semi-inal Liga Europa 2017, prestasi tertinggi mereka sepanjang sejarah di ajang antarklub Eropa.

Sejak didirikan pada 23 Agustus 1923, klub Spanyol berjulukan Os Celestes memang sangat jarang mengukir prestasi. Hasil terbaik yang pernah mereka ukir adalah finis di posisi 4 klasemen akhir musim 2002/2003. Hasil spektakuler tersebut membekas di sejarah karena membuat mereka berhak tampil untuk pertama kali dan satu-satunya sepanjang sejarah klub di pentas Liga Champions.

Periode terbaik Celta Vigo sebagai salah satu klub andalan wilayah Galicia adalah 1997 hingga 2003. Di beberapa tahun ajaib itu, Estadio Balaidos di kota Vigo dihuni berbagai nama penting seperti Claude Makalele, Michel Salgado, Sylvinho, dan Mazinho (andalan Brazil di Piala Dunia 1994, sekaligus ayah Thiago dan Rafinha Alcantara).

Musim 2002/2003 adalah musim paling dikenang dari Celta vigo, karena mereka finis di empat besar klasemen akhir La Liga, yang berarti berhak lolos ke Liga Champions. Mimpi indah ini berlanjut hingga ke fase grup dan fase 16 besar Liga Champions semusim berikutnya, sebelum dikalahkan oleh Arsenal.

Dua musim bersejarah tersebutlah yang membuat para jurnalis menjuluki Celta Vigo dengan sebutan ‘EuroCelta’. Musim tersebut memang menjadi musim terbaik klub-klub Galicia di Eropa, karena Deportivo La Coruna pun sukses menembus semifinal Liga Champions, antara lain dengan mengalahkan klub besar AC Milan.

Namun ternyata, sebutan ‘EuroCelta’ tak pernah kembali dibuktikan oleh Cleta Vigo. Dalam kurun waktu 2007 hingga 2012, mereka tidak lagi dihinggapi pemain-pemain ternama seperti nama-nama yang disebutkan sebelumnya di atas. Klub yang sudah lama menjadi partner perusahaan otomotif Citroen ini sempat berkubang selama lima musim di kasta kedua sampai akhirnya kembali berlaga di liga utama pada tahun 2012.

Realita kejam pun langsung mengadang. Celta yang minus pemain bintang susah payah menghadapi musim comeback mereka di La Liga. Butuh dua pelatih (Paco Herrera dan Abel Resino) bergantian menangani mereka di musim 2012/2013, sebelum akhirnya finis di posisi 17 klasemen akhir. Itu pun mereka harus melewati perjuangan dramatis karena terselamatkan di menit-menit akhir laga pamungkas.

Manajemen Celta pun berbenah. Kedatangan pelatih Luis ‘Lucho’ Enrique di pertengahan 2013 merevolusi aktivitas mereka di bursa transfer. Para pemain muda potensial dari akademi Celta dipromosikan ke tim utama dan dipadukan dengan eks pemain-pemain Barcelona yang didatangkan berkat koneksi Lucho.

Hasilnya cukup terasa. Kombinasi para jebolan akademi lokal seperti Santi Mina (akhirnya pindah ke Valencia), Hugo Mallo dan Jonathan ‘Jonny’ Castro dengan para alumni Barca yaitu Andreu Fontas, Nolito (kini di Manchester City) dan Rafinha (dipinjam semusim dari Barca) cukup sukses. Skuat Celta yang diremajakan Luis Enrique ini finis di posisi sembilan klasemen akhir 2013/2014. Hasil yang cukup membanggakan, dan tentunya mengantarkan Lucho ke kursi pelatih kepala Barcelona.

Untuk musim 2014/2015 dan 2015/2016, Lucho boleh pergi, tapi konsepnya diteruskan oleh Eduardo Berizzo. Skuat O Celestes tetap mengusung sepak bola menyerang yang mengantarkan mereka ke Liga Europa musim 2016/2017. Celta sempat membantai Barcelona dengan skor 4-1 di musim kompetisi 2015/2016.

Meski hanya berlaga di Liga Europa, pasukan Berizzo ini mengembalikan kenangan ‘EuroCelta’ yang sempat pudar. Apalagi, skuat Os Celestes di musim 2016/2017 ini cukup berkualitas.

Pablo Hernandez, Daniel Wass, Pione Sisto, John Guidetti, adalah nama-nama hebat yang telah memperkuat tim nasional mereka masing-masing. Nama-nama tersebut kini bahu-membahu di skuat Berizzo yang mencetak sejarah pertama kalinya menembus semifinal kejuaraan antarklub Eropa.

Namun nyawa sebenarnya tim ini berada dalam diri pemain spesial mereka bernomor punggung 10, Iago Aspas. Penyerang yang sempat gagal di Liverpool dan Sevilla ini akhirnya pulang kampung untuk klub masa kecilnya.  Untuk musim ini saja, ia sudah mencetak 24 gol di semua kompetisi.

Celta Vigo kini ditunggu klub raksasa Inggris, Manchester United, di semifinal. Namun, dengan catatan menyingkirkan Shakhtar Donetsk (Ukraina), Krasnodar (Rusia) dan Genk (Belgia) di babak-babak sebelumnya, tak ada alasan bagi Aspas dan kawan-kawan untuk merasa gentar dengan nama besar Setan Merah.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.